TEGAL (SUARABARU.ID) – Apabila pada Pilkada Kota Tegal nantinya terjadi transaksional dan pragmatis yang dilakukan oleh para calon kepala daerah, maka jurusnya rakyat bersiyasahlah untuk itu.
“Kalau transaksional dengan uang itu siyasahnya para calon, maka masyarakatpun punya siyasah. Terima duitnya, dan tidak dipilih orangnya, selesai,” kata Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tegal, H Edy Suripno SH MH kepada sejumlah wartawan saat di Fraksi Kantin DPRD Kota Tegal, Sabtu (18/5/2024).
Edy Suripno yang akrab disapa Uyip berharap untuk tidak khawatir menghadapi transaksional dan pragmatis pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tegal pada 27 November 2024 mendatang.
“Kalau semua bisa menjadi pemilih yang bisa bertanggungjawab maka kita tidak perlu mengkhawatirkan. Karena kita percaya bahwa rakyat sudah bisa memilih mana yang baik, mana buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Ketika ada transaksional, bagian dari siyasah yang dilakukan oleh para calon maka, bagi rakyat bersiyasahlah untuk itu,” ujar Uyip.
Uyip mengatakan, PDI Perjuangan Kota Tegal melalui Desk Pilkada telah melakukan safari politik. Di samping kepada teman-teman partai juga kepada ke PCNU Kota Tegal dan ke PP Muhammadiyah Kota Tegal.
Kenapa ke PCNU dan ke Muhammadiyah, kata Uyip karena PDI Perjuangan menganggap bahwa dua organisasi keagamaan tersebut yang memiliki basis kesejarahan dari proses perjalanan bangsa dan negara RI. PDI Perjuangan berharap melihat situasi di Kota Tegal tercinta ini. Sebagai kontemplasi terhadap perjalanan 10 tahun terakhir.
Sejatinya PDI Perjuangan ingin menyampaikan. Bahwa semua punya tanggungjawab sosial untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, yang bersih, yang bisa ngayomi, ngayani, dan ngayemi masyarakat. Dari situlah kemudian perlu dibangun kesadaran. “Saat memilih hendaknya kita bisa menggunakan atau menjadi pemilih yang bertanggungjawab. Pemilih yang dia tahu pilihannya akan berakibat pada baik dan buruk pemerintah Kota Tegal atau nasib Kota Tegal,” terangnya.
Kontemplasi yang kemudian disampaikan, sudah 30 tahun paska reformasi berjalan enam kali pemilu. Bicara otonomi daerah juga menyampaikan bahwa memberikan kesempatan kepada putra daerah untuk memimpin daerahnya sendiri. “Maka, masa Kota Tegal tidak bisa menghadirkan kepemimpinan yang berangkat dari Kota Tegal, asli orang Tegal,” ujarnya.
Hal itu sangat penting karena persoalan kedekatan antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara yang memilih dan yang dipilih menjadi bonding yang kuat. Sehingga ada rasa didalam pemerintahan. Bekerja berdasarkan aspirasi masyarakatnya bukan keinginannya sendiri.
Kontemplasi berikutnya, Uyip meminta kepada teman-teman parpol untuk gunakan pertanggungjawaban politik. Bahwa fungsi partai adalah sebagai kawah candradimuka. Dimana partai yang sehat adalah partai yang bisa melaksanakan kaderisasi sehingga didalam pelaksanaan pemilihan partai itu bisa menjagokan kadernya sendiri.
Adapun calon yang impor datang dari luar maka bisa menggambarkan bahwa partai itu tidak sehat, tidak memiliki kader yang handal sehingga partai harus mengambil dari luar daerah. “10 tahun terakhir menjadi pelajaran bagi kita. Bahwa kita butuh pemerintahan bisa bekerja secara maksimal. Masih banyak potensi yang belum dikerjakan, banyak ketimpangan sosial yang harus kita urusi, dan banyak ketidakadilan dalam proses pengurusan hak rakyat,” terangnya.
“Pentingnya kita menghadirkan pemilihan kepala daerah yang akan digelar, saatnya wong Tegal memimpin,” tutup Uyip.
Sutrisno