Oleh: Amir Machmud NS
// mutiara tertebar merajut keajaiban/ anak-anak zaman menanti panggung/ berlomba menapak jalan pedang/ dengan seni dan kesaktian…//
(Sajak “Wonderkid”, 2024)
DAHULU, betapa lama orang menunggu: siapa yang bakal menjadi pengganti Edson Arantes Do Nascimento alias Pele?
Untuk sampai ke era Ronaldo Luis Nazario yang sedahsyat itu, dalam banyak bilangan dasawarsa media Brazil menyematkan predikat-predikat “Pele Baru”. Bukankah sejatinya itu ungkapan kerinduan, ekspresi harapan, juga balutan doa dari mimpi-mimpi?
Zico, yang bernama asli Arthur Coimbra, merupakan salah satu yang paling digadang-gadang. Si “Pele Putih” terbilang konsisten berjalan dengan bakat dan kesadaran profesional merawat kemampuan. Dia melejit dari Piala Dunia 1978, dan mampu memertahankan sinar hingga Spanyol 1982 dan Meksiko 1986.
Silih berganti calon bintang muncul di negeri penghasil kopi terbesar dunia itu. Ada Dirceu, Eder, Nelinho, Socrates, Rai, hingga Romario Faria, namun Zico paling moncer; yang disusul generasi “El Fenomeno” Ronaldo Luis Nazario. Setelah itu hadir Rivaldo, Ricardo Kaka, Robinho, lalu Neymar Junior.
Dan, siapa yang kini dinanti untuk meneruskan kehebatan para legenda? Vinicius Junior-kah? Rodrygo Goes? Atau Endrick?
Brazil menanti-nanti. Argentina sebagai salah satu negara sepak bola terkemuka pun tak kalah resah.
Ketika The Greatest of All Times (GOAT) Lionel Andres Messi sudah berada di pengujung karier lantaran faktor usia (36 tahun), sosok yang diharapkan segera menduduki singgasananya belum betul-betul muncul. Ada memang, Claudio Echeverri, kapten tim U17 Albiceleste yang berjejuluk “El Diablito”, Si Iblis Kecil, namun bakal sepadankah dia dengan pemunculan Messi pada saat disepadankan sebagai “New Maradona” pada masanya? Echeverri masih harus berjuang, sambil menunggu waktu berpihak terhadap masa depannya.
Penantian lahirnya bintang besar tak hanya menjadi romantisme kerinduan sejumlah tim nasional. Klub-klub juga merasakannya sebagai “kebutuhan”. Barcelona menunggu penerus sejarah Leo Messi. Sejumlah pemain dari beberapa angkatan Akademi La Masia sempat dipublikasikan sebagai calon pewaris. Identifikasi yang sebenarnya juga bernuansa harapan.
Inggris terbilang sering mengidentifikasi kehadiran bintang yang diharapkan bisa mengembalikan kejayaan saat meraih Piala Dunia 1966. Pada 1990, Paul Gascoigne ditokohkan sebagai “wonderkid”. Gazza memang punya talenta langka, namun karena “kesibukan” bergulat dengan persoalan personal, tidak mampu mengangkat performa Tim Tiga Singa. Termasuk ketika dia tampil istimewa di Euro 1996. Bakatnya pun tak tereksplorasi dan terekspresi secara maksimal.
Silih berganti bakat hebat hadir di Liga Primer. Empat tahun lalu muncul Jack Grealish, gelandang Manchester City yang disebut-sebut sebagai “New Gascoigne”, predikat yang juga sempat disematkan kepadan Joe Cole. Lalu anak-anak ajaib Raheem Sterling, Marcus Rashford, Jadon Sancho, Jude Bellingham, dan yang teranyar: Kobbie Mainoo.
Harapan munculnya era bintang dari tiga nama pertama tampaknya sudah habis waktu. Kini tinggal Bellingham dan Mainoo, yang profesionalitasnya sedang ditempa oleh Real Madrid dan Manchester United. Keduanya tercatat dalam deret wonderkid dunia seperti Vitor Roque, Arda Guller, Mathys Tel, Warren-Zaire Emery, Bukayo Saka, Endrick, dan Lamine Yamal.
Dengan draf baru itu, tampakya nama-nama yang pernah berada di daftar “young guns” seperti Gavi, Pedri, dan Rainier, Julian Alfarez, dan Alejandro Garnacho bakal tersisih dari orbit tertinggi.
Sensasi Mainoo
Kobbie Mainoo menjadi mutiara paling berkilau di Liga Primer saat ini, terlebih setelah pelatih timnas Gareth Southgate memberinya tempat sebagai starter ketika Inggris bermain imbang 2-2 melawan Belgia, 27 Maret silam. Yang luar biasa, berkat aksi-aksi impresifnya dalam membantu bertahan dan mengalirkan serangan, ia terpilih sebagai Man of the Match.
Pemain 18 tahun itu menjalani debut empat bulan setelah pertama kali bermain untuk tim utama Manchester United.
Transfermarkt mencatat, nilai pasar Mainoo melesat 4.275 persen menjadi 30 juta pound atau setara Rp 600 miliar.
Dan, ini dia pesaing Mainoo. Brazil tak ketinggalan “pamer” talenta lewat Vitor Hugo Roque Ferreira. Dia mencetak gol pertamanya untuk Barcelona saat melawan Osasuna di Estadi Olímpic Lluís Companys, 1 Februari lalu.
Dalam usia 19, dia telah membukukan lebih dari 100 penampilan profesional, meraih gelar liga untuk Athletico Paranaense di Brazil, memperkuat Selecao, dan sekarang menjadi bintang untuk Barcelona.
Real Madrid juga tak ketinggalan unjuk bintang. Madrid memenangi perpacuan dengan Barca untuk mendaratkan Arda Guler dari Turki. Pemain 19 tahun itu sukses menyumbang satu gol saat Real mengalahkan Celta Vigo 4-0 pada pekan ke-28 La Liga di Santiago Bernabeu, 11 Maret.
Guler bertipe gelandang serang cerdik, yang memiliki keterampilan lengkap untuk berpromosi menjadi pemain kelas dunia.
Fenomena Lamine Yamal
Salah satu anak ajaib paling menonjol untuk menjadi New Messi adalah Lamine Yamal, pemain berdarah Maroko dan Guinea Khatulistiwa yang mengukir banyak rekor untuk Barelona maupun tim nasional Spanyol.
Produk Akademi La Masia ini menempati posisi teratas dalam daftar 50 teratas NXGN (daftar pesepakbola muda terbaik di bawah 19 tahun dalam kurun semusim). Dia baru berusia 16 tahun, yang termuda di antara para anak ajaib. Yamal menggantikan harapan yang luruh ketika Ansu Fati — yang pernah dipromosikan sebagai “New Messi” — tak berkembang karena banyak berkutat dengan cedera, bahkan kini dipinjamkan ke Brighton and Hove Albion.
Yamal mengisi sayap kanan Barcelona yang ditinggalkan oleh Ousmane Dembele ke PSG. Musim ini, dari 40 laga, dia mencetak enam gol dan tujuh assist, dengan rata-rata kontribusi gol setiap 167 menit. Aksi-aksi dan pertunjukan tekniknya juga eksepsional. Yamal tidak canggung berada di antara nama-nama besar Robert Lewandowski, Sergi Roberto, Frankie de Jong, Raphinha, atau Ferran Torres.
Yang juga mendapat tempat dalam deret wonderkid adalah Mathys Tel. Bayern Muenchen mengikat pemain muda Prancis itu sampai 2025, dengan gaji 65.600 pound per pekan di Allianz Arena.
Pemain 18 tahun ini memang masih menjadi cadangan Harry Kane, namun dia adalah super-sub terbaik. Sebanyak 28 dari 33 penampilannya musim ini dilakoni dari bench. Di semua kompetisi, dia telah mengantongi delapan gol dan empat assist.
Prancis memang subur dengan talenta muda. Kini yang sedang menjadi sorotan adalah Warren Zaire-Emery. Dia menjalani musim kedua bersama PSG, mengukir sejarah sebagai pesepak bola Prancis termuda yang mampu mencetak gol di Liga Champions. Berusia 17 tahun, 9 bulan dan 5 hari, dia membobol gawang Borussia Dortmund pada 13 Desember 2023.
Emery sangat menarik perhatian seniornya, Kylian Mbappe. “Dia sudah sangat dewasa dan bermain dengan banyak kepribadian,” puji Mbappe yang menilainya sebagai gelandang modern atraktif.
Satu lagi yang menonjol adalah Endrick. Dia menjadi bukti Brazil tak pernah kering calon bintang. Selain Vinicius Junior dan Rodry, Endrik adalah salah satu talenta yang dalam satu dua tahun ini akan memberi warna. Apalagi dia berada di lingkungan yang berprospek, yakni klub besar Real Madrid, dan pelatih Carlo Ancelotti yang dikenal sebagai “ayah yang tepat” bagi para pemain muda Negeri Samba.
Endrick akan bahu membahu dengan Jude Bellingham sebagai masa depan Los Blancos.
Dalam lima tahun ke depan, jejak anak-anak itu sudah akan terlihat sebagai warna peta sepak bola dunia. Dan, bukan tidak mungkin salah satu bergerak menuju pembuktian sebagai “New Ronaldo Nazario”, “New Cristiano Ronaldo”, atau “New Messi”…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —