JEPARA ( SUARABARU.ID ) – Menarik apa yang disampaikan Tim Penasehat Hukum Sdr Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang tergabung dalam Koalisi Advokat Pembela Pejuang Lingkungan Hidup saat membacakan duplik dalam persidangan yang berlangsung Kamis (28/3-2024) di Pengadilan Negeri Jepara. Duplik ini disampaikan oleh Gita Paulina T Purba dan Sekar Banjaran Aji untuk menjawab replik yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum, Ida Fitriyani pada persidangan tanggal 27 Maret 2024,
Duplik penasehat hukum Frits Maurits Tangkilisan ini diawali dengan mengutip sebuah pepatah Bugis: “PALA URAGAE, TEBBAKE TONGENGNGE. TECCAU MAEGAE, TESSIEWA SITULA’E” yang artinya: Tipu Daya Mungkin Berhasil untuk Sementara, Tetapi Kebenaran Tak Termusnahkan, Kebenaran Tetap Akan Hidup dan Bersinar Terus di Dalam Kalbu Manusia
Ungkapan di atas merupakan suatu gambaran bagaimana sebenarnya sebuah kebenaran tidak mungkin dipadamkan, karena kebenaran itu hidup dalam hati nurani manusia. Ungkapan tersebut sangat relevan untuk menggambarkan proses hukum yang berjalan terhadap Terdakwa Daniel F.M. Tangkilisan.
Kebenaran itu pula yang sekarang tengah diuji dan dipertontonkan dalam persidangan terdakwa Daniel F.M. Tangkilisan, aktivis lingkungan yang sangat mencintai Karimunjawa. Hati Nurani yang akan membuktikan apakah kebenaran itu akan kita padamkan, ataukah akan diwujudkan dengan membebaskan Terdakwa Daniel Tangkilisan seluruh Saksi dihadirkan, seluruh Ahli didengar dalam persidangan, dan bukti-bukti diajukan dalam Perkara ini.
Dalam duplik ini penasehat hukum Daniel, Gita Paulina T Purba dan Sekar Banjaran Aji mengungkapkan, Karimunjawa suatu daerah yang telah ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut pada tahun 1986, sebagai Taman Nasional di tahun 1988, dan Cagar Alam Biosfer oleh UNESCO.
Penetapan Karimunjawa sebagai Cagar Biosfer, menjadikan Karimunjawa sebaga darii bagian World Network Biospher Reserves (WNBR). Pembangunan dan Pengembangan Cagar Biosfer Indonesia dapat menjadi sarana untuk melaksanakan komitmen bangsa Indonesia dalam melaksanakan berbagai konvensi terkait dengan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.
Karena itu, merawat Karimunjawa tidak hanya bicara mengenai pelestarian lingkungan hidup di Indonesia, tapi juga merawat komitmen Indonesia dalam menjaga Dunia. Bahwa Karimunjawa merupakan sepotong surga di Pantai utara Jawa yang hidup dalam kelimpahan kekayaan alam serta keindahan, Karimunjawa tempat hidup berbagai suku, Jawa, Madura, Bugis, Mandar, Bajo. Buton, yang hidup rukun dan guyub hingga kini dengan jumlah kurang lebih 10.000 jiwa. Mereka pada umumnya menggantungkan hidup pada alam Karimunjawa.
Maka tidaklah mengherankan ketika salah satu tokoh di Karimunjawa yang selalu berjuang dalam pelestarian Alam Karimunjawa bersama Terdakwa Daniel Tangkilisan, yaitu Bambang Zakaria/Bang Jack mengatakan kepada anaknya pada suatu Video “Nak ibumu adalah yang melahirkanmu, tapi “Ibumu” yang sebenarnya adalah alam Karimunjawa.”
Alam Karimunjawa, “Ibu” yang selalu memberi hidup pada Masyarakat Karimunjawa. “Ibu” yang menjadi tempat bernaung lebih dari 10.000 jiwa. Ibu yang perlahan sirna cahayanya karena ketidakpedulian kita, kemasabodohan kita untuk menjaga alam.
Terdakwa Daniel Tangkilisan adalah warga dan Masyarakat Karimunjawa, yang mengabdi untuk Masyarakat Karimunjawa yang saat ini duduk di kursi Terdakwa, karena perjuangannya untuk menjaga Ibu Karimunjawa, karena Daniel Tangkilisan juga anak yang bertahun-tahun hidup dari karunia keindahan alam dan kekayaan alam Ibu Karimunjawa. Apabila Sang Ibu bisa berteriak, teriakan ini sudah menjadi rintihan, dan hanya hati nurani kitalah yang bisa mendengar.
Menurut penasehat hukum Daniel, menjadi fakta persidangan seorang anak manusia yang begitu mencintai Karimunjawa, secara konsisten memperjuangkan tempatnya hidup, harus diproses hukum, karena kepentingan sebagian orang, yang bahkan perlahan meredupkan sinar alam Karimunjawa yaitu Tambak Udang illegal masif intensif. Dimana Pencemaran Lingkungan Hidup Karimunjawa sudah terbukti dengan hasil pengujian yang dilakukan Dinas Terkait dan beberapa Universitas, sehingga tindakan pemotongan pipa inlet tambak udang illegal masif intensif oleh Gakkum KLHK dilakukan, serta Penetapan Tersangka dan Penahanan kepada Petambak sudah terjadi. Dampak pencemaran lingkungan terbukti terjadi secara nyata, dan bukan cuma issue semata.
Gita Paulina T Purba dan Sekar Banjaran Aji kemudian mengungkapkan,rekam jejak pengabdian dan kerja terdakwa tidak pernah bisa dipungkiri oleh sebagian besar saksi di persidangan bahwa Daniel Tangkilisan adalah seorang Aktivis Lingkungan. Bahwa pembuktian itu sudah jelas keluar bahkan dari Saksi-Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum.
Bahwa pembelaan terhadap lingkungan hidup tidak tersekat dalam suatu ruang formal, apalagi hanya dianggap dalam kepesertaan suatu organisasi. Sebagaimana Ahli Hukum Lingkungan dari Universitas Indonesia yaitu Prof. Andri G. Wibisana yang dalam keterangannya di muka persidangan menyatakan dari rekam jejak Media Sosial pun hal itu menjadi bukti seseorang merupakan Pejuang Lingkungan.
Jejak Daniel sebagai aktivis lingkungan sangat jelas dari notulensi-notulensi rapat untuk protes terhadap pencemaran lingkungan di Karimunjawa, yang dihadiri Terdakwa (yang telah diajukan sebagai bukti), keikutsertaan dalam perkumpulan Lingkar Karimunjawa, Kawali, dan bahkan komentar yang diberikan adalah berada dalam unggahan untuk menyuarakan keprihatinan pencemaran lingkungan di Pantai Karimunjawa karena Tambak Udang Ilegal masif.
Ahli UU ITE dari Kominfo yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan, sangat jelas mengungkapkan keAhliannya bahwa perkara a quo tidak memenuhi unsur pelanggaran UU ITE. Demikian juga Ahli Hukum Pidana Dr. Ahmad Sofian, SH., MA. dari Universitas Bina Nusantara, menyatakan harus ada scientific evidence untuk menentukan adanya kebenaran materiil dari suatu perpecahan, permusuhan yang diakibatkan dari suatu kebencian, yang diantaranya visum et psikiatrimum, dan tidak bisa didasarkan hanya dari kesaksian semata.
Hal mana dalam persidangan a quo tidak dilakukan, sehingga tidak ada scientific evidence. Namun pembuktian pada persidangan a quo lebih kepada “baper-bawa perasaan” Saksi. Bahkan seluruh Saksi yang ditanyakan apakah membenci Karimunjawa? Semua menyatakan Tidak membenci Masyarakat Karimunjawa, malah mencintai Masyarakat Karimunjawa.
Ahli Hukum Lingkungan PROF. Dr. M.R.A.G. Wibisana, S.H..LL. M dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyatakan asas in Dubio Pro Natura harus diterapkan yaitu bahwa bila dalam suatu kasus terdapat keraguan maka hukum lingkungan yang didahulukan. Sementara Ahli Bahasa dari Universitas Indonesia, Dr. Syahrial “bahwa konteks suatu tulisan yang dapat menerjemahkan adalahnya penulisnya bukan pembacanya”. Justru provokasi terlihat di komentar Akun Mohammad Midu dan Naga Bonar.
Dr. Syahrial menjelaskan, pembicaraan dalam suatu balas membalas komentar di Media sosial atas sebuah postingan, adalah tidak terstruktur sehingga sulit untuk menafsirkan secara pasti. Dan Ahli Digital Forensik yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan a quo yaitu Buyung Gede, F. ST sangat terang benderang menyatakan, “Barang Bukti Forensik yang diperiksa dan dihadirkan dalam perkara a quo adalah hanya komentar: “Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak udang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak dan teratur untuk dipangan” Dan tidak ada komentar lain di luar itu.
Hal ini juga tercermin dalam BAP di Tingkat Penyidikan, dan keterangan Ahli Digital Forensik di muka persidangan, yang merupakan pembuktian yang sempurna. Sehingga segala dakwaan dan tuntutan didasarkan pada hal lain, yang bukan merupakan Barang Bukti Forensik adalah gugur secara hukum.
Dari sekian banyak Ahli yang dihadirkan dan didengar keterangannya di depan persidangan, satu-satunya Ahli yang dikutip Jaksa Penuntut Umum di Repliknya untuk memperkuat dalilnya hanya Ahli Bahasa, M. Baddruj Sirodj S.Pd, M.Pd, yang telah menerangkan dalam dalam persidangan, “bahwa penafsiran harus dilakukan sesuai konteks”.
Beranjak dari keterangan Ahli tersebut, maka harusnya Jaksa Penuntut Umum memberikan analisa sesuai teks dan konteks dalam perkara ini yaitu kaidah Hukum Pidana, UU ITE, UU Lingkungan Hidup sehingga sudah seyogyanya pembuktian pada perkara a quo diutamakan untuk mendasarkan pada keterangan Ahli Hukum Pidana dan Ahli UU ITE, serta Ahli Hukum Lingkungan yang telah memberikan Keterangan mengenai Keahliannya pada Persidangan a quo.
Bahwa pasal-pasal yang diajukan dalam Dakwaan serta Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum memiliki delik materiil absolut, yang artinya pembuktian terhadap akibat dan dampak adalah harus nyata. Mens rea, niat, motif pengobaran kebencian harus terbukti. Namun hal – hal tersebut tidak terbukti dalam persidangan a quo. Bahwa seseorang tidak dapat dihukum karena persepsi pribadi yang sangat subyektif.
Penasehat hukum Daniel juga mengutip pengakuan Pelapor dalam persidangan a quo, bahwa penghinaan Masyarakat Karimunjawa adalah hasil pemikirannya sendiri. Padahal sudah ada klarifikasi yang dilakukan dalam Mediasi Di Polres Jepara, Terdakwa Daniel Tangkilisan, bahwa komentar Daniel Tangkilisan tidak ditujukan kepada Masyarakat Karimunjawa dan Kemujan sebagaimana dinyatakan oleh Saksi Sdr. Nurrohman dalam persidangan a quo.
Karena itu patut dipertanyakan motif sebenarnya dengan meneruskan perkara ini. “KRIMINALISASI PERJUANGAN LINGKUNGAN HIDUP KARIMUNJAWA” adalah suatu hal yang akhirnya terkuak pada fakta persidangan a quo. Demonstrasi yang didukung Pelapor, yang intinya meminta Tambak Udang Ilegal masif di Karimunjawa tetap ada, hingga rekam jejak digital di media sosial yang jelas menjelaskan keberpihakannya pada Tambak Udang Illegal masif intensif.
Bahwa Perkara Terdakwa Daniel Tangkilisan saat ini telah menjadi perbincangan publik, bukan hanya Jepara, dan Nasional tapi juga Internasional, dimana pemberitaan terhadap hal ini telah dimuat dalam media Internasional. Sehingga semua mata tertuju pada Pengadilan Negeri Jepara. Bahkan berbagai organisasi internasional bersuara membuat Joint Statement diantaranya 1. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) 2. ALTSEAN-Burma 3. Greenpeace Southeast Asia 4. Resister Indonesia 5. Asian Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA) 6. Egyptian Initiative for Personal Rights (EIPR) 7. Front Line Defenders 8. Franciscans International 9. Open Net Korea 10. Protection International 11. Manushya Foundation 12. Community Resource Centre (CRC) 13. PWESCR (Programme on Women’s Economic Social and Cultural Rights) 14. SPELL-Solidarity for People’s Education and Lifelong Learning.
Organisasi internasional ini membuat Joint Statement sebagai panggilan terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia, Perlindungan Lingkungan Hidup, Perlindungan terhadap Hak Kebebasan Berpendapat serta dukungan terhadap Penegakan Supremasi Hukum di Indonesia, mari serukan bersama dengan suara yang satu, serentak, dan lantang: “Bebaskan Terdakwa Daniel Tangkilisan!”
Dalam bab IV penesehat hukum Daniel, Gita Paulina T Purba dan Sekar Banjaran Aji mengungkapkan unsur dalam pasal 28(2) UU ITE sebagaimana dalam tuntutan jaksa tidak terbukti, sehingga seharusnya terdakwa diputus bebas dari semua tuntutan hukum
Bahwa sebagaimana dalam Tuntutan JPU, yaitu bahwa Terdakwa dituntut dengan Pasal 28(2) UU ITE, maka bersama ini kami menegaskan bahwa dari unsur – unsur dalam Pasal 28(2) UU ITE tersebut, yaitu: 1. Unsur Dengan Sengaja 2. Unsur Tanpa Hak 3. Unsur Menyebarkan Informasi Yang Ditujukan Untuk Menimbulkan Rasa Kebencian Atau Permusuhan Individu Dan/Atau Kelompok Masyarakat Tertentu Berdasarkan Atas Suku, Agama, Ras, Dan Antar Golongan (Sara), maka kami menyimpulkan
- Adalah Fakta Hukum yang tidak terbantahkan bahwa tidak ada seorang pun saksi dalam pemeriksaan sepanjang proses persidangan yang menyatakan dan dapat membuktikan bahwa Terdakwa telah mengatakan atau menuliskan baik dalam unggahan maupun dalam komentarnya bahwa a frasa “Masyarakat Otak Udang” ditujukan kepada kelompok masyarakat tertentu, yaitu Masyarakat Karimunjawa
- Adalah Fakta Hukum yang tidak terbantahkan bahwa seluruh saksi baik yang memberatkan maupun meringankan mengatakan bahwa Terdakwa adalah pegiat lingkungan, pegiat budaya dan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang memajukan pariwisata Karimunjawa.
- Adalah Fakta Hukum yang tidak terbantahkan bahwa seluruh saksi fakta menyatakan bahwa tidak ada keributan atau gesekan, kebencian dan/atau permusuhan kepada individu maupun masyarakat Karimunjawa sebagai akibat dari unggahan maupun komentar Terdakwa di akun Facebook milik Terdakwa.
- Adalah Fakta Hukum yang tidak terbantahkan bahwa tidak ada saksi korban atau individu yang dengan secara spesifik mengalami penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui unggahan ataupun komentar dari Terdakwa dalam akun Facebook milik Terdakwa.
- Adalah Fakta Hukum yang tidak terbantahkan bahwa tuduhan kepada Terdakwa adalah masuk kriteria sebagai perkara SLAPP dan perbuatan yang dituduhkan kepada Terdakwa terbukti berada dalam konteks kritik keprihatinan dan pembelaannya terhadap isu lingkungan hidup, sehingga terbukti perbuatan Terdakwa bukanlah merupakan Tindak Pidana.
Fakta-fakta tersebut diperoleh berdasarkan persesuaian Keterangan seluruh Saksi, Ahli dan Keterangan Terdakwa di muka persidangan. Bahwa Fakta Hukum Yang tak Terbantahkan yang perlu kami tegaskan berdasarkan seluruh uraian JPU dalam Replik, maupun dalam fakta persidangan, tidak ada satupun Saksi yang menyatakan bahwa mereka menjadi membenci dan/atau memusuhi kelompok masyarakat tertentu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28(2) UU ITE yang dijadikan dasar Tuntutan oleh JPU.
Perlu pula kami tegaskan bahwa peradilan pidana merupakan proses untuk menggali dan menemukan kebenaran materiil terhadap suatu kejadian. Namun lucunya JPU hanya mengedepankan hal-hal yang sifatnya formil sementara alat bukti lain yang di hadirkan sendiri oleh Penuntut Umum jelas mendukung dalil-dalil yang dikemukakan oleh kami sebagaimana telah kami tuangkan dalam Nota Pembelaan kami
Bahwa oleh karena JPU hanya menanggapi bagian tertentu dari Nota Pembelaan kami sebagaimana telah kami kemukakan di atas, maka terhadap dalil-dalil lainnya yang tidak ditanggapi oleh JPU, maka kami dapat berkesimpulan bahwa pihak JPU telah sependapat dengan isi dan materi Nota Pembelaan kami.
Oleh karenanya, kami tetap pada Nota Pembelaan yang telah dibacakan dalam persidangan pada hari Selasa tanggal 26 Maret 2024 dan tetap memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk :
- Menyatakan Terdakwa Daniel F. M. Tangkilisan, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan dan Surat Tuntutan.
- Membebaskan Terdakwa Daniel F. M. Tangkilisan dari dakwaan – dakwaan tersebut (vrijspraak) sesuai Pasal 191 ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa Daniel F. M. Tangkilisan dari semua tuntutan hukum (onslaag van alle rechtvervolging) sesuai dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP.
- Memulihkan segala hak Terdakwa Daniel F. M. Tangkilisan dalam kemampuan, kedudukan serta harkat dan martabatnya. 4. Membebankan biaya perkara kepada negara. atau Jika Majelis Hakim berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo at bono) dengan tetap menjunjung tinggi hak – hak dasar (asasi) Terdakwa sebagai manusia.
Harapannya DUPLIK ini menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim yang Terhormat dalam memutus Perkara ini, demi terwujudnya kebenaran materiil, yang menjadi nilai yang kita cari dan kita junjung seperti kemuliaan tugas bagi kita sebagai penegak hukum.
Hadepe