JEPARA (SUARABARU.ID) – Kuasa masyarakat terdampak tambak udang Karimunjawa yang diwakili oleh Tri Hutomo, Sekretaris DPW KAWALI Jawa Tengah menyayangkan sikap Sikap Kementerian Kelautan dan Perikanan yang ingin mencari celah untuk mempertahankan tambak udang Karimunjawa. Padahal, proses hukum telah dilakukan dengan ini telah diterbitnya surat perintah penyidikan untuk petambak yang membandel. Bahkan telah ada surat SPDP ke Kejaksaan.
Hal tersebut diungkapkan Tri Hutomo usai mengikuti rapat melalui Video Conference Zoom.ID (Hybrid) dengan agenda “Pembahasan Kondisi dan Permasalahan Tambak Udang di Karimunjawa” yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves. Rapat digelar di ruang rapat lantai 15 Gedung Kemenko Marves Rabu, tanggal 27 Desember 2023
Rapat ini menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya tanggal 15 Desember 2023 perihal Penyampaian Hasil Audiensi dengan Pelaku Usaha Pembudidayaan Ikan (Petambak Udang) Karimunjawa dan surat Petambak Udang Karimunjawa Kabupaten Jepara kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tanggal 3 Desember 2023 terkait penjelasan kondisi tambak di Karimunjawa.
Menurut Tri Hutomo, daftar undangan adalah sebagai berikut, dari Kantor Staf Kepresidenan Alan F. Koropitan, Tenaga Ahli Utama Kedeputian I. Dari Kemenko Marives, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah.
Sedang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan diundang Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut. Untuk Kementerian KLH hadir Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa.
Sementara dari Pemerintah Daerah diundang Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Pj. Bupati Jepara yang diwakili Sekda Jepara. Dari asosiasi Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia, Ketua Forum Udang Indonesia, Ketua Shrimp Club Indonesia, dan Perwakilan Petambak Udang Karimunjawa. Sementara dari Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng, Polres Jepara, Kasat Reskrim Polres Jepara hadir melalui Zoom Meeting.
Kuasa masyarakat terdampak diwakili oleh KAWALI Jawa Tengah, bersama perwakilan kelompok – kelompok komunitas diantaranya kelompok nelayan, kelompok seniman dan budaya, BEM UNISNU Jepara, beberapa ketua LSM dan Ormas di Jepara mengikuti Zoom Meeting di ruang rapat Eat n Meet Bandengan Jepara.
Dalam pembahasan tersebut, memang belum memutuskan apapun. Akan tetapi dari KAWALI Jawa Tengah yang diwakili oleh Tri Hutomo, memiliki beberapa catatan penting yang perlu menjadi perhatian.
Pertama, “Pembahasan Kondisi dan Permasalahan Tambak Udang di Karimunjawa”, pimpinan rapat menyampaikan bahwa setelah dilakukan penertiban pada tanggal 2-4 November 2023 oleh GAKKUM KLHK dengan pemotongan pipa inlet, maka pertemuan ini adalah dalam rangka mencari solusi win-win solution.
Akan tetapi dalam daftar undangan tidak tercantum masyarakat terdampak atau yang mewakili. “Itu artinya pembahasan pada hari ini hanya mempertimbangkan dari kepentingan kelompok petambak saja,” ujar Tri Hutomo
Sementara tujuh kelompok masyarakat yang terkena dampak, sejak tambak intensif beroprasi pada kisaran tahun 2016 sampai sekarang tidak menjadi perhatian. Sehingga kehadiran Negara dalam hal ini terindikasi digunakan untuk kepentingan satu kelompok, bukan untuk kepentingan dan melindungi masyarakat secara menyeluruh, apalagi disini ada masyarakat yang terkena dampak atas adanya kegiatan usaha tambak udang ilegal di Kawasan Strategi Pariwisata Nasional Karimunjawa.
Menurut Tri Hutomo, pernyataan Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa, Widyastuti, S.H., M.Hum, dari hasil dilakukannya Ground Check pada awal tahun 2023 ditemukan bahwa pemasangan pipa inlet tanpa adanya perijinan. Dari 33 petambak pipanisasi inlet diperairan telah merusak terumbu karang. Sementara limbah pembuangan tidak memenuhi persyaratan dan telah dilakukan uji laboratorium dengan hasil melebihi baku mutu.
Dari 33 petambak didapatkan 10 pelaku tambak dari warga lokal, dan 23 petambak dari luar Karimunjawa, diantaranya dari
Pati, Rembang, Semarang bahkan dari Jawa Barat. Dan keberadaan tambak berada di zona rimba, serta kawasan mangrove milik masyarakat.
Dari hasil penertiban bersama Gakkum KLHK telah dilakukan pemotongan pipa inlet di 6 lokasi, 7 lokasi telah ditutup dan sudah tidak beroprasi) dan 13 lokasi berkomitmen tutup setelah panen dengan pernyataan bermatrei). Sementara 7 pelaku tambak memilih menempuh jalur hukum. Terkait dengan ini telah terbit surat perintah penyidikan dan telah ada surat SPDP ke Kejaksaan.
Dengan konskuensi bahwa 13 lokasi berkomitmen tutup setelah panen dengan pernyataan bermatrei tidak akan dituntut secara pidana maupun ganti rugi perdata. Sementara bagi 7 pelaku tambak memilih menempuh jalur hukum, dan proses hukum akan terus berjalan.
Dari beberapa catatan tadi, KAWALI Jawa Tengah menyatakan bahwa keberadaan tambak udang ilegal di Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN) Karimunjawa, serta dampak terhadap permasalahan lingkungan hidup, isu sosial, budaya dan hukum menjadi isu yang hangat dan sangat menarik untuk ditelaah lebih .
Karena permasalahan tambak udang ilegal Karimunjawa yang terjadi saat ini selain karena kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada lingkungan, rendahnya komitmen politik yang merugikan lingkungan hidup, juga terjadi karena lemahnya komitmen dari pejabat yang berwenang bersama aparat penegak hukum itu sendiri.
Terkait dengan persoalan tambak di Karimunjawa dari awal menurut Tri Hutomo fihaknya sudah menyampaikan bahwa perizinan para petambak tidak mereka penuhi. “Bagaimana bisa dikatakan ada itikad baik untuk mengurus perizinan, jika perijinan yang sudah disederhanakan dari 21 persyaratan perijinan, hanya menjadi 6 persyaratan sesuai dengan UU Cipta Kerja juga tak dipenuhi.
Bahkan sampai sekarang beberapa pernyataan komitmen bermaterai dalam mengelola, memanfaatkan dan menjaga lingkungan sampai sekarang mereka abaikan, termasuk pemenuhan kewajiban melengkapi IPAL. Bahkan ada yang mengabaikan sama sekali.
Padahal itu berdampak kerusakan serius pada lingkungan darat maupun laut, yang notabene Karimunjawa adalah Kawasan Strategi Pariwisata Nasional yang harus dijaga kelestarian alamnya.
Penetapan Karimunjawa ditetapkan sebagai Kawasan Strategi Pariwisata Nasional telah melalui proses panjang sejak tahun 1982 Disetujui sebagai Taman Nasional dan Daerah dengan SK Gubernur. Sampai Tahun 1999 Ditetapkan sebagai Taman Nasional Karimunjawa dan Tahun 2011 Karimunjawa ditetapkan sebagai KSPN (Kawasan Strategi Pariwisata Nasional), disana ada 5 potensi alam dalam satu kawasan, yang hanya ada beberapa di Indonesia salah satunya adalah Karimunjawa. Kemudian ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Dunia oleh PBB pada Tahun 2020. Itu artinya kita harus merasa memiliki dan ikut menjaga aset tersebut. Permasalahan tambak ilegal di Karimunjawa adalah pelanggaran murni atas regulasi yang ada, jadi bukan hanya masalah kerusakan lingkungan saja, tapi disana ada permasalahan sosial, budaya dan hukum yang harus ditegakkan.
“Kami masyarakat minta keadilan, jangan sampai hanya demi keuntungan sektoral atau kelompok alam kami digadaikan, bahkan masyarakat kami menjadi korban. Terlebih sudah ada anggota kami yang dilaporkan oleh petambak dengan UU ITE, di Polres Jepara dan Reskrimsus Polda Jateng,” ujat Tri Hutomo.
Permasalahan tambak di Karimunjawa, peraturan atau undang-undang sudah ada, perangkat hukum dan pejabat berwenang sudah ada, lalu penindakannya kenapa berlarut-larut bahkan berdampak melebar dari permasalahan lingkungan, menjadi permasalahan sosial, ekonomi, budaya dan hukum. Jadi disini kami mohon keadilan dan ketegasan dalam penegakan undang-undang “Jadi jangan sampai dibiaskan dengan permasalahan Perda RTRW. “Apalagi sampai ditarik ke masalah politik, karena itu adalah penyesatan atau pembodohan terhadap masyarakat,” ujar Tri Hutomo
Silahkan Kembangkan Tambak di Perairan Jepara
Sementara dalam rapat tersebut Sekda Jepara Edy Sujatmiko menjelaskan, untuk perda RTRW sudah melalui kajian dan proses panjang sejak tahun 2016, dengan melakukan tahapan sesuai pedoman aturan. Bukan karena suatu kepentingan, perda sudah melalui dari analisa akademis, konsultasi publik dengan mengundang elemen masyarakat termasuk kepala desa, pembahasan pansus, persetujan bersama DPRD, persetujuan subtansi, evaluasi kementerian sampai diberikan nomor register oleh Gubernur.
“Pemkab Jepara tidak ada niatan untuk mempersulit usaha atau perijinan. Cuma karena para petambak sudah dilakukan berulang kali pembinaan terus mengabaikan dan melanggar, yang ada kecendrungan kebablasan,”ujar Sekda Edy Sujatmiko
Jepara memiliki 83 Km wilayah pantai “Silahkan dipergunakan budidaya sesuai zona yang ditetapkan, dan mohon karena perda adalah produk hukum yang telah melalui proses yang dipersyaratkan secara aturan maka mohon untuk semua pihak bisa menghormati dan menghargai perda tersebut. Dan perda baru bisa dievaluasi setelah 5 tahun, bukan serta merta bisa dibatalkan,” tegas Edy Sujatmiko
Hadepe