JAKARTA- (SUARABARU.ID)- Dengan melihat anggaran yang begitu besar mencapai angka hampir Rp1 Triliun (Rp 852,2 miliar) untuk kegiatan SEA Games ke-32 Kamboja, perlakuan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) terhadap cabang olahraga tenis meja tidak adil.
Pasalnya, tenis meja hanya yang berkekuatan 4 atlet plus 1 pelatih hanya mendapatkan uang saku masing-masing Rp 6 juta dari KOI.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Penguasa Pusar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP.PTMSI) Komjen Pol (Purn) Oegroseno di Jakarta pada 24 Mei 2023.
Bahkan mantan Wakapolri itu juga menjelaskan bahwa biaya pelatnas untuk cabor tenis meja menuju SEA Games Kamboja tidak ditanggung sama sekali.
“Padahal kami sudah melakukan persiapan awal dengan menggelar Kejuarnas di Yogyakarta pada Juli 2022. Dan kami pun sama sekali tidak diberitahukan kepastian pelatnas SEA Games Kamboja dimulai,” kata Oegroseno.
Menurut Oegroseno, dengan dikirimnya tenis meja Indonesia ke SEA Games Kamboja, maka konsekuensinya juga harus ada, biaya pelatnas ditanggung oleh Kemenpora karena anggarannya memang ada.
“Memang tenis meja Indonesia gagal merebut medali di SEA Games Kamboja namun bukan berarti cabor kami kehilangan hak seperti biaya pelatnas,”tandas mantan Kapolda Sumut itu.
Sebagai Ketua Umum PP.PTMSI, Oegroseno pun lebih memilih posisi atau sikap diam karena hal ini menyangkut harga diri.
Oegroseno tidak mau jadi pengemis dengan menuntut hak-hak atlet tenis meja ke para pemangku kepentingan olahraga di negeri ini. Biarlah masyarakat yang menilai.
Perlakuan tidak adil oleh KOI ini, kata Oegroseno, sudah terjadi sejak SEA Games 2019 Filipina dan SEA Games 2022 Vietnam.
Biaya pelatnas SEA Games Filipina tidak diberikan kepada PP.PTMSI oleh Kemenpora dan dengan mudahnya KOI membatalkan sepihak tenis meja tidak diberangkatkan ke Filipina.
Begitu juga halnya dengan SEA Games Vietnam 2022 tidak dikirim dengan alasan dana terbatas, padahal tenis meja sudah melaksanakan pelatnas dengan mendatangkan pelatih dari Korsel dengan biaya mandiri.
Muhaimin