blank
Petugas kesehatan hewan sedang memeriksa sapi di wilayah Kebumen selatan, baru-baru ini.(Foto:SB/Dinas Pertanian dan Pangan Kebumen)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Sedikitnya 135 kasus sapi di Kebumen terkena virus Lumpy Skin Disease (LSD) atau penyakit kulit seperti cacar yang merebak di sejumlah wilayah.

Pemkab Kebumen telah melakukan penanganan serius penyakit hewan tersebut sesuai arahan Bupati Kebumen Arif Sugiyanto.

Meski belum ada kasus kematian sapi yang terkena penyakit LSD, Bupati menyatakan, upaya penanganan atau penyembuhan penyakit tersebut harus dilakukan secara serius. Sebab jika tidak, akan merugikan dan merepotkan para peternak sapi.

“Bagaimana pun yang namanya penyakit atau virus harus ditangani, disembuhkan. Jangan sampai dibiarkan. Harus ada keterlibatan pemerintah untuk membantu peternak dalam proses penyembuhan agar sapi-sapi mereka tetap sehat, gemuk, dan punya nilai jual yang tinggi,” ujar Bupati di Pendopo Kabumian, Selasa (21/2/2023).

Bupati menyatakan, tim kesehatan hewan dari Dinas Pertanian dan Pangan (Distapang) Kebumen tengah melakukan berbagai upaya penyembuhan, dengan melakukan gerakan pembersihan kandang. Kemudian vaksinasi dan pemberian obat. Termasuk gencar melakukan sosialisasi pencegahan penyakit.

“Virus ini ditularkan melalui lalat dan nyamuk, jadi upaya yang dilakukan salah satunya dengan vaksinasi, pembersihan kandang, dan juga pemberian obat, termasuk sosialisasi pencegahan sudah dilaksanakan dinas terkait,”ucapnya.

Dokter Marti Ike Wahyu Erawati selaku Subkoordinator Kesehatan Hewan Distapang Kebumen menambahakan, virus atau penyakit ini ditularkan melalui lalat. Dari 135 kasus berdasarkan data terakhir, enam di antaranya dinyatakan sembuh. Kemudian satu ekor dilakukan pemotongan bersyarat, dan nol kematian.

“Virus ini ditularkan melalui lalat, di Kebumen sendiri sudah ada 135 kasus, paling banyak terjadi di Kecamatan Buluspesantren, ada 102 kasus,”ujar Wahyu.

Menurut Wahyu, hingga saat ini upaya pembersihan kandang dengan cara fogging belum disarankan oleh Balai ektor. Karena dosis insektisida pada lalat lebih tinggi daripada nyamuk. Kemudian belum ada uji klinis dampak fogging pada lalat kaitan dengan keamanan pada manusia, hewan dan lingkungan.

“Dampak pada nyamuk terbukti membuat nyamuk di lingkungan tersebut menjadi resisten dan kontraproduktif dengan program PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dari Puskesmas atau Dinkes,”terangnya.

Wahyu menambahkan, B2P2VRP Salatiga juga tidak merekomendasikan fogging lalat. Caranya cukup dengan memutus rantai perkembanganbiakan lalat. Yakni dengan membersihkan lingkungan, menyiram dengan air panas tempat bertelurnya lalat atau berkembangbiaknya lalat, membuang kotoran ternak di tempat lapang yang terkena matahari langsung dan seterusnya.

“Kita juga telah membuat Gerakan Kebersihan Kandang (GERSIDANG) secara serentak di seluruh Wilayah Puskeswan sebagai solusi, termasuk pemberian vaksinasi,”jelas Wahyu.

Komper Wardopo