SRAGEN – Bukan Sri Puryono KS kalau kehabisan ide. Dan Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng itu pun punya gaya unik ketika meluncurkan buku terbarunya Birokrat Gaul Taat Asas (Jejak Hidup Sri Puryono) di almamaternya SMAN Negeri 1 Sragen, Minggu (25/8) malam lalu.
Kehadiran Puryono yang berseragam OSIS lengkap dengan topi dan badge yang menunjukkan kelas X itu, tentu saja mengundang senyum hadirin, yang mayoritas rekan seangkatan ketika belajar di SMPN 1 dan SMAN 1 Sragen. Ada yang geli, bahkan tertawa.
”Saya hanya ingin me-review dan mengenang masa-masa di SMAN 1. Saya pernah membolos demi menonton pertandingan Muhammad Ali, dan ditabok guru olahraga karena berdirinya tak lurus dengan pohon cemara,” kenang Puryono dalam kata sambutannya.
Acara bedah buku tersebut sepertinya didesain beda dan istimewa. Pasalnya dikoordinatori Kepala SMAN 1 Sragen Beti Marga Sulistyawati, juga mengajak hadirin untuk ikut merayakan ulang tahun pernikahan ke-34 Sri Puryono dengan Rini Budi Hastuti. Keduanya menikah tanggal 24 Agustus 1985.
Di depan Bupati Sragen Kusnidar Untung Yuni Sukowati dan mantan bupati Untung Wiyono, perayaan ultah pernikahan keduanya dibuat khidmat tapi romantis dengan potong kue dan pemberian bunga.
Dalam sambutannya, bupati yang akrab disapa Mbak Yuni itu menyampaikan rasa kagumnya kepada Sri Puryono yang telah menginspirasi banyak orang. ”Beliau banyak memberikan masukan kepada saya untuk kemajuan Sragen. Saya sudah dianggap putrinya sendiri. Suatu saat bisa lahir sosok sekda, gubernur bahkan presiden dari Sragen,” katanya.
Membolos
Acara bedah buku di aula sekolah, memang lebih banyak cerita kenangan mantan kadinas kehutanan Jateng tersebut semasa SMA. Bertindak sebagai pembahas buku, adalah mantan-mantan gurunya yaitu guru Agama Muhadi, guru Fisika Sumarno, guru Kimia Titik Hidayati dan rekan sekelasnya Aris Wardono. Diskusi dipandu mantan camat, Bambang Halo.
”Pak Pur ini pernah meninggalkan kelas saya, untuk nonton pertandingan tinju Muhammad Ali. Hampir sekelas saya hukum. Empat puluh tahun lalu, saya berani menghukum Pak Pur, kalau sekarang tentu bisa kuwalat,” katanya.
Muhadi meminta agar Sri Puryono tetap ingat pada filosofi Jawa yaitu ojo dumeh dan selalu bermanfaat bagi orang lain. ”Biasanya orang yang sudah tak menjabat itu, bakal ora dianggep,” kata guru yang menghabiskan kariernya di SMAN 1 selama 33 tahun itu.
Sedangkan Aris mengenang sahabatnya tersebut sebagai sosok yang bernyali besar. Tanda-tanda tersebut sudah diperlihatkan sejak muda manakala berani naksir kepada Rini, yang tak lain putri guru mereka di SMAN 1 yaitu Suyatno.
”Dulu, maaf saja nih, Pak Yatno kan dikenal angker, galak. Lha Mas Pur ini kok berani-beraninya naksir anaknya,” katanya.
Sri Puryono menutup diskusi dengan keinginannya untuk memenuhi harapan rekannya untuk tidak berhenti berkiprah usai purnatugas. Usai pensiun dia ingin menjadi guru dan takmir masjid. ”Pesan saya ke teman-teman, jika kita tekun dan disiplin, percayalah Gusti Allah mboten sare,” katanya. (suarabaru.id/tim)