Oleh Jazzy Anastassia Kinsky
KETIDAKADILAN gender menjadi salah satu penyebab sampai saat ini, yang membuat kesempatan antara perempuan dan laki-laki dalam mengenyam Pendidikan tidak sama. Perempuan menjadi ibu rumah tangga dan laki-laki menjadi kepala rumah tangga. Perempuan di dapur sementara laki-laki di ladang.
Konstruksi pikiran atau mindset dari masyarakat desa masih menyampingkan perempuan untuk berpendidikan tinggi, karena mereka menganggap bahwa wanita setelah menikah akan menjadi ibu rumah tangga.
Bahkan tak sedikit dari masyarakat pedesaan yang memilih untuk menikah ketimbang melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi setelah mereka lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat.
Padahal, tanpa pendidikan mereka akan menikah dan memiliki anak di usia muda, bekerja dalam posisi tidak dibayar atau bergaji rendah, dan bergantung pada suami atau keluarga perempuan untuk dukungan ekonomi. Tanpa pendidikan, masa depan Perempuan dan masa depan keluarga perempuan terbatas.
Oleh karena itu, meskipun saya berasal dari desa. Saya ingin berproses menjadi perempuan yang berdaya melalui jalur pendidikan tinggi. Karena saya percaya, ada jalan kemudahan ketika kita berusaha memperbaiki kualitas diri. Caranya dengan:
- Membangun relasi yang lebih luas
- Berteman dengan semua kalangan
- Mau untuk belajar memperbaiki kualitas diri
- Tidak malu menikah di usia terbilang terlambat dari perempuan lain
Karena hidup adalah pilihan, menurut saya pendidikan adalah kunci pemberdayaan perempuan. Melaluinya, perempuan memiliki akses dan peluang yang lebih baik dalam angkatan kerja, yang mengarah pada peningkatan pendapatan dan berkurangnya isolasi di rumah atau pengucilan dari keputusan keuangan.
Dengan pendidikan, wanita mampu mewujudkan impian perempuan dengan mengejar tujuan dan nilai-nilai perempuan sendiri. Pendidikan tinggi, dari perguruan tinggi atau sekolah pascasarjana, memberikan perempuan pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, bisnis, dan masyarakat sipil.
Selain itu, dengan pendidikan yang lebih tinggi, perempuan dan anak perempuan memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi kesehatan dan layanan bermanfaat lainnya.
Studi telah menemukan bahwa jika setiap anak perempuan menyelesaikan pendidikan 12 tahun, perkawinan anak akan turun sebesar 64% dan komplikasi kesehatan dari kehamilan dini, seperti kelahiran dini dan kematian anak, masing-masing akan turun sebesar 59% dan 49%.
Mendidik perempuan dan anak perempuan juga meningkatkan ekonomi negara, menurunkan risiko perang dan ekstremisme, dan telah disebut sebagai investasi terbaik melawan perubahan iklim oleh Brookings Institution.
Namun, masih banyak hambatan yang menghalangi anak perempuan dan perempuan untuk mengejar dan menyelesaikan pendidikannya, membatasi pemberdayaan perempuan. Ini dapat mencakup biaya sekolah atau perguruan tinggi, kesulitan pergi ke sekolah karena jarak atau kurangnya transportasi, dipaksa bekerja untuk menafkahi keluarga, dipaksa menikah dan memiliki anak, atau konflik di kampung halaman atau negara Perempuan.
Untuk menyamakan kedudukan dan memperluas peluang profesional perempuan, perempuan membutuhkan pengalaman dan keterampilan yang sama, menjadikan pendidikan pascasekolah menengah sebagai bagian penting dari pemberdayaan perempuan.
Karena menurut saya, menikah memerlukan Mental Readiness sangat diperlukan dalam membangun rumah tangga yang sehat.
Oleh karena itu, saya akan terus memperngaruhi teman-teman saya untuk memperbaiki kualitas diri melalui jalur Pendidikan agar kita dapat dihargai di masyarakat dan juga mendapat pengakuan di lingkungan pekerjaan.
Jazzy Anastassia Kinsky, Divisi Sekretaris Perusahaan Anggota Tim Layanan Korporat Bank Jateng