blank
Gunung Muria saat terpisah dari pulau Jawa oleh selat Silugonggo

Sebelum abad ke XV, gunung Muria dan wilayah yang ada disekitarnya  merupakan sebuah pulau yang terpisah dengan pulau Jawa. Kawasan  ini dipisahkan oleh Selat Silugonggo yang membentang dari Welahan, Jepara hingga Juana, Pati. Perairan selat ini cukup dalam sehingga perahu-perahu besar dapat memasuki selat Silugonggo.

Pada saat itu wilayah ujung barat gunung Muria yang kemudian dikenal dengan nama Jepara baru dihuni oleh beberapa puluh orang. Mereka tinggal di kawasan tanjung  atau tanah yang menjorok kelaut. Mereka memilih bermukim  dipinggir pantai agar mudah mencari ikan. Pada suatu saat ada seorang pengembara yang melintas di tanjung  tersebut.

Ketika itu, ia melihat beberapa orang nelayan sedang duduk melingkar membagi ikan hasil tangkapannya dipinggir pantai.  Cara membaginya menurut pengembara adalah dengan membagi satu-satu, kemudian ditambahkan lagi satu-satu hingga jumlah ikan itu habis terbagi. Membagi-bagi dalam bahasa Jawa adalah poro. Mereka membagi ikan itu secara adil dengan mempertimbangkan besar dan kecil ikan serta jumlahnya.

Ketika pengembara ini bertemu dengan orang lain ia bercerita bahwa ia baru saja melewati daerah dipingggir pantai yang dia sebut Ujungporo. Sebab di tanjung atau ujung tersebut ia melihat banyak  nelayan yang sedang membagi-bagi ikan atau poro.

Menurut C. Lekkerkerker dari kata Ujungpara lama kelamaan berubah ejaannya menjadi lebih singkat yaitu Jungpara yang kemudian berubah lagi menjadi Jumpara. Jumpara lalu berubah menjadi Japara dan akhirnya menjadi Jepara. Orang Jawa menyebut nama Jepara menjadi Jeporo.

Sedangkan orang Belanda banyak menyebut daerah ini Yapara atau Japara. Namun ada juga yang menyebut Jungmoro, karena di daerah ujung ini banyak orang yang mulai berdatangan atau dalam bahasa Jawa moro. Mereka ada yang datang untuk melakukan aktivitas perdagangan tetapi banyak juga  yang datang dan kemudian menetap didaerah ini.

Secara etimologis Ujungpara berasal dari kata Jawa,  Ujung dan Para. Ujung merupakan tanah yang menjorok kelaut. Adapun kata Para berarti menunjukkan arah. Jadi Ujungpara berarti suatu tempat yang letaknya menjorok kelaut.

Namun menurut Panitia Sejarah dan Hari Jadi Jepara tahun 1988, Para berasal dari kependekan kata Pepara yang artinya kurang lebih berdagang kesana kemari. Dengan demikian Ujungpara diartikan sebagai sebuah ujung tempat pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah.

Hadepe