SEMARANG (SUARABARU.ID) – Seniman dan budayawan Semarang, Djawahir Muhammad, meninggal dunia dalam usia 68 tahun di Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) Tembang, Kamis malam pukul 20.20. Djawahir Muhammad meninggal dunia, setelah beberapa waktu lamanya menderita penyakit stroke.
Kalangan seniman di Semarang merasakan duka mendalam dengan meninggalnya tokoh Aktor Studio ini. Nama Djawahir Muhammad sudah dikenal sejak tahun 70-an, sebagai aktivis kesenian. Dia juga salah satu pendiri Dewan Kesenian Jawa tengah (DKJT) bersama Prof Eko Budihardjo, Drs Yudiono KS SU, drs Soetrisman, dan Dr Bambang Sadono pada tahun 1993.
DKJT mengusulan pembangunan Pusat Kesenian Jawa Tengah, dan dengan dukungan Gubernur Mardiyanto, kala itu, berhasil dibangun gedung kesenian dan gedung untuk pameran kesenian di kawasan PRPP Semarang.
Gedung itu kemudian dikelola oleh DKJT, dan menjadi tempat berkiprah para seniman. Namun, karena membutuhkan biaya perawatan dan operasional yang tidak sedikit, kemudian DKJT mengembalikan bagunan itu kepada Pemda Jateng.
Ketika itu, Djawahir Muhammad menyatakan penyesalannya, karena pengurus DKJT melepas gedung tersebut. Padahal, menurutnya, untuk mengusulkan hingga kemudian terbangunnya gedung tersebut, membutuhkan proses dan perjuangan yang panjang.
Wajar bila Djawahir Muhammad merasa kecewa. Karena dia turut memperjuangkannya, sebagai pendiri DKJT dan menjawab sebagai Sekretaris Umum. Pembelaannya untuk dunia kesenian memang luar biasa.
Djawahir adalah penyair, sastrawan, teaterawan, dan penyelenggara kegiatan kesenian yang gigih. Pesta Hujan, salah satu even tahunan gagasannya yang fenomenal pada tahun 70-80-an. Kegiatan ini dilaksanakan setiap desember, saat hujan sedang deras-derasnya.
Djawahir memang mati-matian untuk kesenian. Dia dikenal selalu rela tombok, dalam penyelenggaraan kegiatan kesenian. Pada tahun 70-an dia mendirikan Teater Kuncup kemudian tahun 80-an mendirikan Teater Aktor Studio. Kegiatan keseniannya seakan tak pernah henti.
Tahun 80-an, kehidupan berkesenian di Semarang sangat bergairah. Pentas teater, baca puisi, baca cerpen, lomba-lomba berlangsung tiap bulan. Gedung Pemuda (di Jalan Pemuda Semarang), TBRS, Wisma Pancasila, kampus-kampus selalu ada kegiatan kesenian. Dan, Djawahir nyaris selalu hadir dalam setiap kegiatan tersebut.
“Menghilangkan” Banjir Semarang
Djawahir juga terjun ke dunia politik, dengan menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Partai Persatuan Pembangunan. Djawahir juga pernah mencalonkan diri sebagai calon Wali Kota Semarang. Dan, terkait dengan pencalolannya ini, dia mengatakan, bila dia menjadi wali kota, maka Banjir di Semarang akan hilang.
Djawahir memang bermaksud melucu, karena dia dikenal cadel, atau tidak bisa sempurna mengucapkan bunyi “r”, maka “banjir akan hilang”, karena Djawahir mengucapkannya “banji…” dengan “r” di akhir kata yang tidak jelas, bahkan terasa berbunyi “banjiw”. Dan, ucapan ini cukup terkenal waktu itu. Mungkin kalau istilah sekarang “viral”.
Djawahir yang lahir di Semarang 14 Januari 1954, juga pernah menjadi Humas Univesitas Sultan Agung Semarang. Minatnya dalam menuntut ilmu dibuktikan dengan keberhasilannya menyelesaikan S1 di usia yang tidak muda lagi. Kemudian lanjut S2 di IKIP Semarang, hingga akhirnya meraih gelar doktor.
Selamat jalan Mas Djawahir, nama dan jasamu akan selalu dikenang.
Widiyartono R.