blank
Ketua Forum Pemuda Pelestari Budaya dan Sejarah Jepara, M. Dalhar ( Foto: Lesbumi)

JEPARA (SUARABARU.ID) – Kegiatan diskusi Suluk Mantingan yang diadakan oleh PC LESBUMI NU JEPARA merupakan kegiatan berupa majelis ilmu, jagongan budaya, dan media silaturahim bagi pemerhati budaya khususnya di wilayah Jepara dan sekitarnya.  Forum yang juga bekerja sama dengan Takmir Masjid Mantingan ini dilaksanakan sebulan sekali, setiap malam bulan purnama di pelataran Masjid Mantingan, Jepara dengan menghadirkan berbagai narasumber dari berbagai kalangan.

Diskusi Suluk Mantingan yang kelima bertepatan dengan perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Tema yang diangkat adalah “memakna budaya merdeka” yang akan diejawantahkan oleh seorang pemateri lokal asli Jepara yang dikenal sebagai sejarawan muda sekaligus Ketua Forum Pemuda Pecinta Budaya dan Sejarah Jepara, beliau adalah Muhammad Dalhar.

Diskusi dimulai dengan sambutan dari anggota Tim Riset dan Publikasi PC Lesbumi Jepara, Muhammad Nuruddin atau akrab disapa Aden. Dalam sambutannya ia menyampaikan apresiasi kepada rekan-rekan yang tetap istiqomah untuk menjalankan kegiatan diskusi rutinan Suluk Mantingan. Aden berharap diskusi keilmuan ini akan membawa manfaat untuk Jepara dalam memahami sejarah dan budayanya.

Memasuki diskusi inti Ketua Forum Pemuda Pelestari Budaya dan Sejarah Jepara, Dalhar memaparkan sejarah singkat kronologi Indonesia dalam meraih kemerdekaannya. Bahwasanya kemerdekaan identik dengan dibacakannya teks Proklamasi oleh Ir Soekarno, faktanya ketika proklamasi dikumandangkan pada tanggal 17 agustus 1945, hanya beberapa orang saja yang menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut. Dikarenakan keterbatasan informasi kala itu, banyak daerah-daerah lain di Indonesia terlambat mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka.

blank
Diskusi Suluk Mantigan ( Foto: Lesbumi Jepara)

Menurut Dalhar, sebelum Indonesia merdeka oleh Belanda warga pribumi ditempatkan sebagai warga negara kelas tiga dibawah warga negara kulit putih dan timur asing. Ini yang menyebabkan alam bawah sadar kita menjadi pelayan bagi bangsa asing. Mental inilah yang harus dirubah saat ini, tutur beliau.

Informasi yang mengatakan bahwa bangsa Indonesia dijajah selama 350 tahun adalah mitos menurut Dalhar. Faktanya, Aceh sampai awal abad 20 masih menjadi teritori yang merdeka. Bali juga baru takluk tahun 1908. Serta perlawanan-perlawanan yang terus dilakukan oleh kalangan Pesantren tidak pernah berhenti hingga puncaknya terjadi peristiwa resolusi jihad pada tanggal 22 oktober 1945 yang sekarang kita peringati sebagai hari santri.

Artinya, perlawanan bangsa Indonesia tidak pernah berhenti selama kurun waktu penjajahan hingga Indonesia merdeka, sambung Dalhar. Kesalahpahaman lainnya adalah ucapan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Faktanya Republik Indonesia tidak pernah dijajah karena baru terbentuk melalui sidang PPKI pertama pada tanggal 18 agustus 1945. Jadi ucapan yang tepat adalah Kemerdekaan “Bangsa Indonesia” bukan “Republik Indonesia”. Oleh karena itu, dalam teks proklamasi Bung Karno menyampaikan, “Kami bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya.”

Menutup pemaparannya, Dalhar berharap bahwa diskusi Suluk Mantingan dapat terus dihidupkan, karena diskusi keilmuan sudah amat langka di Jepara yang notabene adalah kota kerja. Generasi muda di Jepara harus mampu menjawab tantangan zaman di era metaverse yang akan datang agar tidak tergilas arus globalisasi dan menjadi budak di negerinya sendiri.

Muhammad Ali Burhan yang menjadi moderator dalam kesempatan kali ini menghidupkan suasana diskusi dengan mempersilahkan para peserta diskusi untuk menyampaikan pendapatnya tentang makna dari budaya merdeka. Kang Aden kembali mengemukakan pendapatnya tentang makna kemerdekaan. “Berbicara tentang kemerdekaan artinya juga berbicara tentang masa depan bangsa”, tutur Aden.

Aden melanjutkan, bahwa merdeka itu adalah kebebasan kita untuk menentukan pilihan, apakah kita akan terjebak pada polarisasi perbedaan atau kita akan menatap jalan baru dan semangat baru sebagai generasi muda untuk menjawab tantangan zaman yang terus berubah. Kang Anam kemudian menyambung diskusi dengan pendapatnya bahwa kemerdekaan ditandai dengan penghapusan sistem perbudakan, tidak ada lagi budak dan tuan, semuanya adalah manusia merdeka.

Ketua Yayasan Sultan Hadlirin sekaligus Dosen UNISNU Sutarya yang juga turut hadir dalam diskusi menyampaikan bahwa tidak lama lagi kemerdekaan Indonesia akan mencapai 1 abad. Menurut beliau, generasi muda harus menjawab tantangan zaman yang terus berkembang ini dengan menjadi pribadi yang multitalenta dan memiliki pemikiran yang merdeka.

Diskusi juga dihadiri oleh rekan Hamam, salah seorang mahasiswa dari jurusan pemikiran politik Islam IAIN Kudus. Hamam menyampaikan bahwa makna kemerdekaan bagi kaum milenial adalah adanya kebebasan berpendapat dan berekspresi yang sekarang kita rasakan. Negara ini harus mampu berdaulat dalam memenuhi kebutuhan nasionalnya sendiri, serta tidak mementingkan ego sektoral demi kepentingan bangsa dan negara.

Kang Amin salah satu peserta diskusi yang mengaku sebagai rakyat jelata menguraikan bahwa kemerdekaan yang hari ini kita rasakan adalah hal yang patut kita syukuri. Kebebasan dalam berpendapat, infrastruktur yang maju adalah buah dari kemerdekaan. “Sayangnya, kemerdekaan sekarang sudah sangat berlebihan, terutama kebebasan berpendapat di ranah media sosial”, tutur beliau.

Kang Agung yang berprofesi sebagai petani mempertanyakan makna kemerdekaan yang hanya sebatas perayaan seremonial saja. Nyatanya, sampai saat ini petani belum merdeka. Bahkan, para petani kebingungan harus menanam apa? Sehingga mereka hanya menanam komoditas sesuai dengan keinginan pasar, meskipun terus merugi. Kedaulatan pangan di negeri ini juga masih jauh dari kata merdeka, sambung beliau.

Menutup diskusi, Ketua PC Lesbumi Jepara, Ngateman Bagus menyampaikan keinginannya bahwa kegiatan diskusi Suluk Mantingan ini tidak hanya sekedar diskusi tanpa arah melainkan diskusi yang akan melahirkan karya berupa buku yang akan diterbitkan dan disebarluaskan untuk memperkaya khasanah keilmuan di kota Jepara.

Hadepe – PC Lesbumi