PACITAN (SUARABARU.ID) – Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji, berharap, upacara adat tradisi Ceprotan di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, dapat menjadi salah satu ikon pariwisata di Kabupaten Pacitan.
Kebudayaan lokal yang digelar dalam rangka bersih desa tersebut, diharapkan dapat menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Pacitan.
Prokopim Pemkab Pacitan, mengabarkan, warga masyarakat Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, mengundang kehadiran Bupati Pacitan Indrata Nur Bayu Aji untuk membuka upacara adat Ceprotan.
”Saya atas nama Pemerintah Kabupaten Pacitan, mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat penyelenggaraan kegiatan upacara Ceprotan,” kata Bupati Indrata Nur Bayu Aji sembari menambahkan dengan diadakannya bersih desa Ceprotan ini, akan menjadi budaya yang terus mengakar dalam masyarakat.
Menurut Bupati, tradisi ini merupakan kegiatan yang positif, sebagai wujud pelestarian budaya menjaga silaturahmi, serta menjadi sarana untuk melekatkan hubungan silaturahmi antarawarga desa. Guna saling menumbuhkan jiwa sosial dan rasa gotong-royong, sehingga tercipta kondisi lingkungan masyarakat yang guyub rukun aman tentram.
Run Temurun
Kepala Desa (Kades) Sekar, Miswandi, menyatakan, tradisi Ceprotan adalah murni budaya dari nenek moyang yang berlangsung run temurun. ”Ini ada kaitannya dengan asal usul lahirnya Desa Sekar,” jelasnya.
Tradisi Ceprotan merupakan kegiatan Bersih Desa, untuk mengenang Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun (Bangsawan dari Kerajaan Jenggala) yang berkelana sampai ke Pacitan.
Budaya Ceprotan sangat unik, ditandai dengan tradisi saling melempar Cengkir (kelapa muda) oleh kaum muda Desa Sekar. Upacara adat Bersih Desa Ceprotan dilaksanakan setahun sekali, setiap datang Bulan Longkang (Dulkangidah atau Dzulhijah) penanggalan Jawa, tepatnya pada hari Senin Kliwon.
Buah kelapa muda (cengkir), sebelumnya direndam selama beberapa hari. Bagian sabut dikupas bersih, sebelum digunakan untuk saling melempar.
Ketua Lembaga Adat Desa Sekar, Agus, menyatakan, Tradisi Ceprotan menyangkut Tokoh Kaki Godhek, yaitu orang sakti yang babat alas membangun Desa Sekar untuk pemukiman.
Dewi Sekartaji
Itu berlangsung di zaman Kerajaan Jenggala. Bersamaan Kaki Godek membuka hutan, datang seorang putri bernama Dewi Sekartaji. Perempuan bernama asli Galuh Candrakirana itu tengah berkelana.
Saat itu, Dewi Sekartaji kehausan setelah melakukan perjalanan jauh. Lalu minta minum air kelapa muda. Pada hal di lokasi tidak ada pohon kelapa. Meski demikian, Kaki Godhek menyanggupi untuk mencarikan ke wilayah pesisir laut selatan.
Karena kesaktiannya, tugas mencari kelapa muda cepat diwujudkan oleh Kaki Godhek dan segera diserahkan kepada Dewi Sekartaji.
Tokoh adat setempat, Agus yang sudah menjabat sebagai 5 tahun menjadi Panitia Ceprotan, menuturkan, sisa air kelapa yang tak habis diminum Dewi Sekartaji, diletakkan tidak jauh dari dia duduk.
Ajaibnya, di tempat itu kemudian muncul sumber air bersih yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan warga. Untuk mengenang keajaiban itu, setiap warga menggelar Tradisi Ceprotan, selalu menyajikan ingkung (masakan ayam utuh) yang diletakkan di dekat sumber air tersebut, dan wilayah itu kemudian dinamakan Desa Sekar (terkait dengan nama Sekartaji).
Bambang Pur