KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Perhutani BKPH Gombong Selatan serta para penggiat lingkungan di Kebumen keberatan adanya aktivitas panjat tebing di kawasan mangkuk tebing Gua Kandangan di Desa Candirenggo, Kecamatan Ayah.
Pasalnya, tebing Kandangan yang menyerupai mangkuk raksasa di Dukuh Karanggondang, Desa Candirenggo, Ayah, itu arealnya seluas sekitar 3,5-4 hektare. Kemungkinan bekas dome atau kubah gua yang runtuh. Namun dihuni berbagai habitat binatang langka, sekaligus satwa pelestari lingkungan.
Pinggir mangkuk berupa tebing overhang dengan tinggi lebih dari 100 m, penuh ornamen stalaktit. Dinding tebing juga sekaligus jadi sarang puluhan burung hantu, elang dan burung lain. Para pemerhati lingkungan menduga, kemungkinan telah menjadi shelter berlindung satwa.
Maka perlu eksplorasi lanjutan sebagai calon bio site, perlindungan flora dan fauna. Lokasi mangkuk rakasa ituberada di kawasan Perhutani KRPH Tebo, sekaligus masuk area Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong (GNKK).
Menanggapi aktivitas panjat tebing sekelompok aktivis dari Bandung, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Diparbud) Kabupaten Kebumen Muhamd Arifin bersama Badan Pengelola GNKK mengundang berbagai pihak pada rapat koordinasi di Kantor Diparbud, Rabu (25/4) siang.
Menurut Muhamad Arifin, pihaknya ingin mendapat masukan sekaligus menegaskan dengan telah ditetapkan GNKK perlu azas manfaat. Apalag GNKK sedang menuju Global Geopark Karangsambung-Karangbolong oleh Unesco. Semua pihak harus peduli, menjaga serta melestarikan kawasan dalam situs maupun kawasan GNKK.
Arifin menegaskan , Diparbud berkomitmen mendukung kemajuan sektor pariwisata dan budaya. Namun upaya konservasi juga perlu dilakukan. Utamanya dalam mendukung GNKK menjadi Global Geopark. GNKK pada tahun ini juga berpeluang besar masuk Global Geopark Unesco dan terbuka peluang besar bagi kemajuan sektor pariwisata, budaya serta ekonomi masyarakat.
Perlu Upaya Mengedukasi Masyarakat
Ketua Badan Pengelola GNKK Joenedi Fatchurahman menyatakan, pihaknya berharap masukan dari Perhutani, akademisi, penggiat lingkungan dan media. Apalagi adanya informasi aktivitas panjat tebing belakangan ini, dia khawatir akan bisa mengancam habitat dan konservasi di dalam Gua Kandangan. Maka sejak awal perlu berbagai upaya mengedukasi masyarakat dan pelaku wisata serta agen perjalanan wisata.
Sedangkan penggiat lingkungan Putut Wijanarko yang alumni IPB serta Untung Karnanto, sangat keberatan kawasan tebing Kandangan yang langka dan unik serta masih alami itu menjadi ajang panjat tebing.
Putut dan Untung juga menolak pengembangan wisata Gua Kandangan Desa Candirenggo untuk wisata masal. Pemkab dan GNKK harus tegas memprioritaskan Tebing Kandangan hanya untuk wisata minat khusus dan pengujung pun harus dibatasi agar tidak merusak ekosistem dan vegetasi di dalam gua tersebut.
Menurut Putut, banyak aspek kehidupan dan habitat serta satwa yang saling terkait di Gua Kandangan mesti dikonservasi. Belum lagi kondisi tebing penuh stalaktit dan batuan di gua sangat rapuh sehingga panjat tebing akan mengancam dan merusak ekosistem di dalam gua.
Padahal, lanjut Putut, di tebing Kandangan itu tempat hunian habitat burung hantu, elang, kelelawar, sriti dan burung lainnya. Burung hantu ada sekitar 20. Padahal setiap hari seekor burung hantu memakan lima ekor tikus. Jika ada 20 burung hantu sehari akan memakan 100 tikus, musuh petani.
Baukan hanya itu, Putu juga mengkhawatirkan habitat kelawar di di Gua Petruk, tak jauh dari Gua Kandangan. Di Gua Petruk ada sekitar 150.000 ekor kelelawar. Tiap satu kelelawar sehari memangsa 10 gram serangga, khususnya wereng.
Padahal daya jelajah kelelawar itu sampai 30 kilometer. Paling tidak ada enam daerah kabupaten di Jateng selatan tempat jelajah kelelawar. Mulai Cilacap, Banyumas, Kebumen, Purworejo, Purbalingga, hingga Banjarnegara.
“Artinya setiap hari populasi kelelawar itu bisa memakan wereng 1,5 ton setara satu truk mobil. Itu berarti kelelawar membantu petani memangsa hama tanaman. Yang pasti melindungi habitat di gua itu untuk menyelamatkan manusia, bukan hanya satwanya saja,”tegas Putut.
Kepala KRPH Tebo di BKPH Perhutani Gombong Selatan Nursodiq mengaku telah mendapat tugas dari KPH Perhutani Kedu Selatan mengamankan lokasi Gua Kandangan dan dilarang untuk panjat tebing. Dia mengaku belakangan ini banyak pihak mengincar potensi wisata Gua Kandangan dan keindahan alamnya.
Peneliti geologi dari BRIN Karangsambung yang juga masuk dalamBadan Pengelola GNKK Ir Chusni Ansori MT menjelaskan, kawasan geopark atau taman bumi merupakan kawasan geografi tunggal. Terdiri dari keanekaragaman geologi, biologi, dan budaya untuk kepentingan konservasi, edukasi dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Menurut Chusni, kawasan konservasi dalam geopark terdiri atas situs geologi, biologi dan budaya, ditetapkan dalam geoheritage atau warisan geologi. Kemudian ada kawasan cagar alam geologi, kawasan bentang alam karts (batu kapur di bawahnya ada mata air) dan taman nasional.
“Di kawasan geopark bisa saja dikembangkan sebagai kawasan wisata. Namun untuk situs dan lahan konservasi harus diamankan. Pengembangan wisata itu pun dengan izin Bupati dan tetap mengutamakan wisata yang aman, seperti wisata minat khusus atau terbatas,”imbuh Chusni.
Kesimpulan rapat koordinasi tersebut, Badan Pengelola GNKK akan segera berkoordinasi dengan Perhutani KPH Kedu selatan dan pihak terkait. Jangka pendek memasang papan larangan panjat tebing di Gua Kandangan. Jangka panjang, perlu zonasi dan pengaturan tegas kawasan yang boleh untuk pengembangan wisata dan kawasan situs geologi atau konservasi.
Komper Wardopo.