SEMARANG (SUARABARU.ID)– Sebanyak 27 dosen antusias mengikuti Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Populer yang diadakan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang bersama PWI Provinsi Jawa Tengah pada Selasa (29/3). Pelatihan dimulai pukul 08.00 Wib hingga 16.00 Wib di Gedung SDB Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang.
Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah Amir Machmud NS mengatakan saat ini telah terjadi pergeseran praktik jurnalistik dari teks ke audio visual. Hal ini melahirkan kesulitan dalam beradaptasi karena eksotika teks yang selama ini ada dalam konsep utuh jurnalisme yang gambarkan imajinasi dan keindahan narasi dipatahkan dengan informasi secara visual.
Visual ini bisa berupa video atau penyampaian pesan secara simbolik yang ditekankan teks instan dan infografik yang filosofinya memperpendek daya tangkap melalui hal hal yang mudah dicerna.
Amir Machmud yang memberikan sambutan sekaligus keynote speaker menuturkan, standar teks juga telah dihancurkan oleh kebutuhan viralitas media. Sehingga keindahan teks itu sekarang sulit untuk dinikmati. “Ketika media banyak yang lebih mengutamakan menggoda, viral serta provokatif, ini sebuah keprihatinan,” tuturnya.
Pihaknya mengakui algoritma google itu adalah jurus atau kiat. Tetapi nilai-nilai jurnalistik yang diusung adalah sebuah kemunduran. “Pelatihan ini ingin saya jadikan ruang untuk mengajak kembali mempercayai pers. Kita tidak ingin membayangkan tulisan ilmiah mengajarkan viralitas, berganti ke arah teks yang simbolik. Tentu tidak mungkin seperti itu. Saya menyadari eksotika teks akan ketemu jalan lain dalam bermedia. Untuk itu mari bergembira menulis dan serius untuk back to teks,” terangnya.
Menurutnya, tentu saja tulisan harus akuntabel, artinya yang bisa dipertanggungjawabkan dan dipercaya. Dalam hal ini setiap tulisan harus melewati verifikasi yang ketat.
“Kalau kita menulis ilmiah jurnal, video dan visual itu tidak mungkin, itu hanya pengayaan tabulasi yang melengkapi teks dalam karya ilmiah popular, karena ada kaidah selingkung dalam penulisan ilmiah. Ambilah spesialisasi atau kekhususan-kekhususan yang bapak ibu kuat disitu untuk menulis,” lanjutnya.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang, Dr. Arja Imron dalam sambutannya mengatakan kenapa Islam berkembang, karena para ulama dulu itu menulis bukan membuat video.
“Seandainya budaya menulis tergerus pragmatisme viralitas karena terdorong google adsence, maka tidak bisa membuat tradisi ilmu dengan baik. Pesan video dan gambar memang mudah ditangkap tapi itu untuk masyarakat yang berbudaya rendah,” katanya.
Ia menjelaskan di perguruan tinggi seorang dosen bisa kepangkatannya naik tergantung seberapa banyak tulisannya, bukan seberapa viralnya. “Kita sudah terjebak pada budaya yang rendah, kalau naik sedikit itu berat. Makanya program menulis artikel ilmiah populer itu menjadi sangat penting,” jelasnya.
Menurutnya, banyak dosen di UIN Walisongo yang lulusan luar negeri seperti dari Mesir, Malaysia dan lainnya. “Tetapi bagaimana cara mereka menulis yang ilmiah dan populer bisa dipahami orang menarik. Bagaimana kiat-kiatnya, makanya ini kita ingin belajar dari PWI Jawa Tengah. Kami berharap peserta ikuti sebaik baiknya pelatihan ini,” katanya.
Sekretaris PWI Jawa Tengah Setyawan Hendra Kelana menyampaikan dalam membuat artikel ilmiah popular harus mengambil tema yang aktual dan menarik serta disertai dengan analisa yang tajam. “Tentu saja tema yang mengundang perhatian banyak orang dan menyangkut kepentingan masyarakat luas,” imbuhnya.
Dikatakan, banyak cara dalam mendapatkan gagasan atau ide untuk membuat artikel ilmiah popular. Diantaranya mengeksplore emosi pribadi atau orang lain, memodifikasi konten dari sumber-sumber akurat, menjabarkan data statistik, menjelaskan hal-hal yang bersifat umum dan lainnya.
“Yang paling penting dari semua itu dalam membuat artikel hukum wajibnya harus penting dan menarik. Jadikan yang penting itu menarik dan yang menarik itu menjadi penting,” tandasnya.
Nara sumber lainnya Widyartono mengemukakan pentingnya pemakaian bahasa jurnalistik dalam membuat artikel ilmiah populer agar artikelnya mudah dipahami oleh masyarakat luas. “Makanya dalam penulisan artikel ilmiah popular itu harus menghindari bahasa-bahasa teknis yang sulit dipahami pembaca,” imbuhnya.
Widyartono menambahkan beberapa poin penting dalam bahasa jurnalistik diantarany ditulis dengan singkat, padat, lugas, jelas, demokratis dan menggunakan kalimat-kalimat aktif.
Selain mendapatkan paparan materi dari nara sumber, peserta pelatihan juga langsung praktik menulis artikel ilmiah populer. Dalam praktik menulis peserta dibagi dua kelompok, masing-masing kelompok dipandu oleh Bidang Pendidikan PWI Jawa Tengah, Alkomari dan Ida Nurlayla.
Hasil praktik penulisan artikel dari peserta sebagian besar masih perlu diperbaiki lagi dalam berbagai hal. Diantaranya menyangkut pemilihan judul, pemakaian bahasa, penulisan kalimat, dan struktur penulisan artikel ilmiah populer. (*)