JEPARA (SUARABARU.ID) – Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Unisnu Jepara turut andil dalam pembuatan dokumen PTRG melalui kegiatan workshop yang membedah sembilan indikator Perguruan Tinggi Responsive Gender dari KEMEN PPA.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Rumah Kitab, We Lead (Women’s Voice and Leadership), Hivos Shoutheast Asia, JASS (Just Associates) dan disupport dari Global Canada serta berkolaborasi dengan PSGA UIN Metro Lampung sebagai tuan rumah di pertemuan ke 3 ini.
Workshop ini merupakan keberlanjutan dari forum Solo dan Semarang yang dilaksanakan selama 3 hari mulai Senin-Rabu (21-23/3-2022) bertempat di Novotel Bandar Lampung dihadiri oleh 8 Tim PSGA dari berbagai Perguruan Tinggi. Tim ini berasal dari UIN Raden Mas Said Surakarta, UIN Walisongo Semarang, IAIN Metro Lampung, IAIN Pekalongan, IAIN Ponorogo, UIN Riau, IAIN Samarinda dan Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UNISNU Jepara.
Kegiatan ini dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk merancang dokumen yang nantinya bisa dijadikan pedoman dalam mengimplementasikan 9 indikator Perguruan Tinggi Responsive Gender yang meliputi indikator kelembagaan PSGA, Profil Gender, Pengarusutamaan Gender (PUG), standar mutu pendidikan dan pengajaran, pengabdian masyarakat, dan penelitian yang responsif gender.
Tata kelola dan sarana prasarana perguruan tinggi yang responsif gender, PPRG, dan zero tolerance terhadap kekerasan. Dengan indikator yang terukur ini harapannya dapat mewujudkan Perguruan Tinggi yang responsif gender sehingga tidak adanya lagi diskriminasi dan tindak kekerasan dalam bentuk apapun.
Hadir pula di tengah-tengah forum ini Rektor dari IAIN Metro Dr. Hj. Siti Nurjanah M.Ag dan Rektor IAIN Ponorogo Dr. Evi Muafiyah, M.Ag yang turut memberikan saran dan review dokumen PTRG serta mendukung Tim ini untuk terus berjuang dalam mewujudkan Perguruan Tinggi Responsif Gender.
Forum ini juga dihadiri secara virtual Ibu Lies Markoes selaku Direktur Rumah Kitab yang memberikan support secara penuh. Ia berharap Tim ini mampu membangun kekuatan yang lebih besar dengan menggandeng PT lain, melakukan advokasi untuk legitimasi politik dan juga kepada Dikti untuk Riset yang aplikatif berbasis gender.
Sedangkan Ketua PSGA Santi Andriyani berharap melalui forum ini, PSGA Unisnu mampu berproses dalam upaya mewujudkan kampus yang responsive gender. “Terwujudnya kampus responsive gender ini tentunya akan mendukung kampus menjadi tempat yang sehat, aman, dan nyaman bagi warganya dalam belajar maupun bekerja tanpa adanya tindak kekerasan bentuk apapaun,” tuturnya.
Kegiatan workshop ini dikemas sangat apik dan menarik, terbukti dengan antusiasnya para peserta sehingga dalam pembedahan indikator ini benar-benar sangat mendalam dan dikaji menggunakan feminist approach dalam membangun pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman nyata dan terjadi di lapangan.
Selain itu, para peserta juga berkesempatan untuk berdiskusi dan berdialog langsung untuk menyampaikan hasil FGD dari workshop ini secara virtual kepada Ibu Novi dari Global Affairs Canada.
Melalui workshop ini diharapkan dapat menghasilkan dokumen PTRG secara lengkap dan utuh yang nantinya bisa menjadi sebuah pedoman bagi Perguruan Tinggi dalam mengimplementasikan Perguruan Tinggi Responsive Gender (PTRG).
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini adalah adanya komitmen para peserta workshop untuk menyelesaikan apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya sehingga hasil produk berupa dokumen bisa terwujud tepat waktu sesuai kesepakatan bersama.
Hadepe