blank
Pesepak bola Atalanta Timothy Castagne mencetak gol pertama untuk timnya ke gawang Shakhtar Donetsk setelah dilihat melalui VAR dalam laga babak lanjutan Group C Liga Champions, di Stadion Metalist, Kharkiv, Ukraina, Rabu (11/12/2019). Atalanta lolos ke babak 16 besar setelah berhasil mengalahkan tuan rumah Shakhtar Donetsk 3-0.

JAKARTA (SUARABARU.ID) – FIFA berharap peluncuran teknologi offside semi-otomatis yang sedang diujicobakan di Piala Dunia Antarklub tidak hanya akan mempercepat pengambilan keputusan tetapi juga memberikan kejelasan yang lebih baik bagi para suporter sepak bola.

Sistem pelacakan optik pertama kali diuji pada Piala Arab tahun lalu di Qatar, dan tujuan utamanya adalah agar teknologi itu dapat digunakan sepenuhnya untuk Piala Dunia 2022 di negara Teluk itu akhir tahun ini.

Pierluigi Collina, ketua komite wasit FIFA, Rabu mengatakan kepada wartawan bahwa VAR telah terbukti “sangat sukses” sejak diperkenalkan tetapi mengakui masih diperlukan lebih banyak konsistensi.

“Ini belum di sangat, sangat atas … kecepatan proses pengambilan keputusan yang sama. Menjadi cepat dan akurat tidak jalan berbarengan,” kata Collina di Piala Dunia Klub di Abu Dhabi, seperti dikutip AFP.

“Penting bagi petugas VAR untuk mendapatkan keputusan yang akurat, tetapi kami sadar kami perlu mempersingkat waktu, terutama dengan offside.”

“Terkadang butuh waktu lebih lama untuk menilai keputusan offside, terutama dalam insiden yang sangat ketat,” katanya.

“Gol sudah dirayakan, semua orang menunggu dan kemudian ada gol yang dianulir, atau sebaliknya … dan kemudian setelah waktu yang cukup lama ada keputusan akhir.”

Teknologi pelacakan anggota badan yang digerakkan oleh data bergantung pada sejumlah kamera khusus dan kamera siaran di seputar stadion untuk memberikan posisi yang tepat dari pemain di lapangan, menawarkan informasi yang tepat kepada wasit dalam hitungan detik.

Untuk meningkatkan akurasi, sistem saat ini menghasilkan 18 titik data per pemain– melacak berbagai bagian tubuh untuk membuat model kerangka tiga dimensi.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan itu menjadi 29 titik untuk Piala Dunia agar memberikan presisi lebih lanjut, menurut kepala teknologi sepak bola di FIFA, Sebastian Runge.

Begitu keputusan akhir dibuat, teknologi berbasis kecerdasan buatan mengubah gambar menjadi animasi 3D yang dapat ditampilkan di layar lebar di lapangan.

“Dengan mengambil data itu, kita bisa masuk ke dunia 3D dan kita bisa membuat animasi, yang bisa menjelaskan dengan sempurna apakah seorang pemain onside, seberapa jauh pemain itu offside atau onside,” kata Runge.

“Kami memasukkannya ke dalam animasi yang akan dibagikan dengan TV dan operator layar raksasa kami dan kami dapat memberi tahu penonton dengan cara yang lebih jelas tentang keputusan offside dan onside.”

Lebih dari sekedar robot

Terlepas dari pengaruh teknologi yang terus berkembang, FIFA menegaskan bahwa wasit akan tetap membuat keputusan terakhir.

Petugas VAR yang bertanggung jawab untuk memantau offside, memeriksa insiden saat terjadi, ketimbang menunggu penghentian dalam permainan.

Petugas itu memberi tahu ofisial VAR utama, yang membuat keputusan dan kemudian berbicara kepada wasit.

“Saya tahu ada yang menyebutnya ‘robot offside’, bukan. Teknologi itu hanya alat yang digunakan manusia,” kata Collina.

“Wasit dan asisten wasit masih bertanggung jawab atas keputusan di lapangan. Teknologi hanya memberi mereka dukungan yang berharga untuk membuat keputusan yang lebih akurat dan lebih cepat.”

Collina menggunakan contoh gol yang dianulir karena offside dalam kemenangan 2-0 Palmeiras di semi-final atas Al Ahly pada hari Selasa sebagai area di mana lebih banyak yang bisa dilakukan untuk membuat penggemar mendapat informasi lengkap.

Ant/Muha