blank
Muhammad Nasrullah Huda

Oleh: Muhammad Nasrullah Huda

JEPARA (SUARABARU.ID)- Konferensi Cabang (Konfercab) NU Kabupaten Jepara akan digelar di Balekambang Kecamatan Nalumsari pada 15 November 2021. Beberapa nama bakal calon Rais Syuriah dan Ketua Tanfizdiyah mengemuka di media massa dan media sosial. Sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan di NU tingkat cabang, Konfercab sangat ideal untuk mengupas gagasan para calon yang tersari di visi dan misinya.

Ini penting karena arah jamiyah (organisasi) akan sangat ditentukan pada rumusan-rumusan visi dan misi calon yang kemudian nantinya diterjemahkan ke dalam program kerja selama satu periode masa khidmat, lima tahun. Membasahi proses Konfercab dengan gagasan-gagasan segar untuk menata jamiyah akan lebih produktif dan bermanfaat. Nahdliyin memiliki ruang partisipasi di ajang Konfercab ini, paling tidak dalam rupa ide, gagasan, aspirasi, atau bahkan kritik yang produktif.

Di era terbuka terbuka seperti ini, selain komunikasi secara langsung dengan tatap muka, ruang-ruang virtual berbasis internet yang selama ini menjadi salah satu kanal komunikasi bisa dioptimalkan. Semakin aktif dan partisipatif Nahdliyin dalam proses pengambilan keputusan (Konfercab misalnya), menunjukkan relasi yang sehat antara jamaah dengan jamiyah-nya.

Problematikadan Peta Jalan

Ada beberapa problematika yang menjadi tantangan NU di Kabupaten Jepara, setidaknya dalam lima tahun kedepan. Hal ini mengacu pada perjalanan NU selama beberapa tahun terakhir, serta petajalan yang paling mungkin bisa dilakukan untuk menatanya.

Pertama, kaderisasi. Muktamar ke-33 NU di Jombang pada 2015 menegaskan penguatan kaderisasi di tubuh NU pada semua jenjang. Bentuk kaderisasi itu juga jelas, yaitu kaderisasi struktural, keulamaan, penggerak NU, fungsional, dan profesional.  Lima model ini mutlak dibutuhkan secara bersama-sama. Nahdliyin dan NU bisa saja memanen hasil kepemimpinan saat ini setelah menanam selama sekian lama. Tetapi NU akan sulit menanam lagi untuk panen di masa mendatang jika tak menyediakan bibit-bibit unggul siap tebar. Pengkaderan adalah pembibitan. Gaya kepemimpinan yang transformatif, dimana seorang pemimpin mampu memberdayakan komponen-komponen di organisasinya, akan sangat mendukung misi kaderisasi. Ini amat penting untuk menyemai kader-kader baru dalam memahami ideology dan merawat nilai-nilai ahlu al-sunnah wa al-jamaah an-nahdliyyah. NU di tingkat cabang mesti punya konsep yang terstruktur, terukur, dan massif.

Kedua, kemandirian organisasi. Masih segar di ingatan bagaimana kemandirian NU menjadi tema kunci Hari Lahir ke-94 NU pada 2020 lalu. Ini mengingatkan pada tujuan awal pendirian NU, salah satunya adalah li mashlahati al ummat. Ini bias didekati dengan upaya-upaya strategis dalam menata kemandirian organisasi, juga kemandirian nahdliyin. Ini bukan soal mudah, butuh prasyarat-prasyarat. Jika kemandirian dihubungkan dengan kesejahteraan, maka ruang-ruang membangun perekonomian berbasis potensi nahdliyin harus ditata. Apalagi perekonomian sekarang sudah banyak bertransformasi ke digital, maka ekonomi kreatif dengan mengandalkan sumber daya manusia muda di tubuh NU harus menjadi salah satu tema inti harakah. Jika selama ini masih banyak potensi yang terpisah-pisah, maka cara-cara kolaboratif bias dilakukan.

Program kemandirian organisasi berpola keswadayaan dan kemitraan dengan berbagai pihak bisa dilakukan para pengurus NU, untuk menopang jalannya roda organisasi yang bermuara pada khidmah nahdliyin. Para pendiri NU telah memberikan garis demarkasi, bagaimana upaya-upaya memandirikan organisasi ini tetap harus berpijak pada mabadi khairaummah, yakni al-shidqu (kejujuran), al wafa bi al-ahdi (menepatijanji), dan al-ta’awun (tolong menolong). Selainitujuga al-adalah (keadilan), dan al-istiqamah (konsistensi).

Ketiga, tata kelola organisasi. NU di tingkat cabang mengelola struktur organisasi di tingkat cabang, dengan basis program yang outputnya sampai ketingkat ranting (desa/kelurahan). Majelis Wakil Cabang (tingkat kecamatan) menjadi jembatan antara cabang dengan ranting, sekaligus membangun soliditas dan sinergitas antar-ranting. Tata kelola yang efektif perlu dirumuskan agar “kesibukan” di cabang dan MWC punya efek positif kenahdliyin di akar rumput. Elitisme program perlu dihindari. Efektivitas ini sulit dilakukantan papengelolaan organisasi yang transparan dan akuntabel. Inilah syarat menguatkan kepercayaan nahdliyin. Gambaran ringkas soal ini bisa dilihat misalnya jika NU menerapkan pola keswadayaan melalui koin NU. Cabang harus punya performa baik dalam membangun kepercayaanpublik, mulai dari gagasan, tata kelolanya, sampai pada tujuan yang ingin dicapai. Prinsip transparansi dan akuntabilitas sangat dibutuhkan dalam mengelola potens iumat.

Keempat, pendidikan dan kesehatan. NU Kabupaten Jepara punya hajat besar di dua bidang ini. Boleh disebut inilah dua focus khidmah NU yang berbasis kemasyarakatan selain pemberdayaan perekonomian umat. Ada ratusan lembaga pendidikan formal dan nonformal di bawah NU, termasuk pondok pesantren. Tantangannya tentu di peningkatan infrastruktur, kompetensi sumberdaya pengelola dan tenaga pendidik. Keduanya bermuara pada mutu pendidikan. Di bidang kesehatan, selain soal pelayanan nahdliyin di difasilitas Kesehatan yang sudah ada, juga perlu meneguhkan lagi cita-cita lama yang belum teralisasi, yakni hadirnya fasilitas kesehatan yang representative milik NU Jepara. NU Cabang Jepara bias menjadikan ini sebagai salah satu misi utama. Dasar-dasarnya harus dimulai, dan petajalannya berkisanambungan sehingga bertarget dan terarah.

Kelima, optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Diakui atau tidak, komunitas NU saat ini mayoritas telah menjadi warganet. Tak terkecuali di Jepara. Pola nahdliyin memproduksi, mengelola, dan mendsitribusikan informasi sudah berbasis internet. Secara langsung ini mengubah pola komunikasi. Kemudahan-kemudahan yang disajikan teknologi informasi-komunikasi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh NU dalam mengelola organisasi, nahdliyin, juga demi efektivitas beragam khidmah. NU Kabupaten Jepara bisa bermitra dengan pihak-pihak terkait bagaimana bisa  memunculkan aplikasi berbasis internet untuk pelayanan yang efektif dan cepat. Di bagian ini, generasi muda NU yang melek teknologi bisa dirangkul dan disinergikan untuk dijadikan kekuatan dalam membangun NU berbasis digital.

Keenam, komunikasi aktif dan sinergis. Setumpuk agenda NU yang terkait dengan keorganisasian dan keumatan perlu dikomunikasikan kebanyak pihak. Di internal NU sendiri, mengomunikasikan agenda besar, program, dan hal-hal detil menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Ini terkait bagaimana pola komunikasi yang dipilih, dan seberapa efektif. Hal-hal yang perlu dipikirkan adalah bagaimana komunikasi (rapatdan non rapat) di internal pengurus cabang, antara pengurus cabang dengan semua lembaga dan badan otonom, serta cabang dengan MWC, juga MWC dengan ranting. Atau model dua arah dari struktur bawah keatasnya, atau dari banyak arah.

Selain internal, performa NU dalam berkomunikasi dengan pemangku kebijakan/kepentingan dari luar juga penting untuk ditata dan dipetakan jalan barunya. Pihak luar itu bisa pemerintah kabupaten, pemerintah kecamatan, pemerintah desa/kelurahan, atau lembaga/instansi di luar NU yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak dengan NU. Program-program kemitraan, kerjasama, sinergitas, bahkan advokasi membutuhkan pola dan skema komunikasi yang efektif. Banyak kebijakan-kebijakan publik yang bersentuhan dengan umat. Posisi NU terhadap pengambil kebijakan di satu sisi, dan mendampingi masyarakat di sisi lain membutuhkan skema komunikasi yang sama efektifnya. Apalagi pada 2024, akan ada pemilu dan pemilihan bupati. Tentu membutuhkan performa organisasi yang elegan dan bermartabat dalam menjalin hubungan dengan semua pihak. Apalagi lintasan sejarah di banyak pemilu dan pemilihan (pilkada), NU sering memegang peran strategis.

Kita tidak ingin ada pengurus ranting yang komunikasinya buntu dengan pemerintah desa, atau sebaliknya. Demikian seterusnya ketingkat atas. Bukankah setelah setelah ditetapkan, agenda-agenda NU itu butuh dikomunikasikan kebanyak pihak dan dikawal sampai tercapai tujuannya?

Konfercab NU Jepara di Balekambang akan menjadi ruang refleksi, evaluasi sekaligus ruang “tata-tata”. Nata ika, nata iki, demi kemaslahatan NU. Para calon nakhkoda NU periode 2021-2026 seyogyanya menawarkan konsep bagaimana mengurus NU untuk lima tahun kedepan. Apa yang sudah baik bisa terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Dan titik-titik lemah masa lalu bisa ditutup. Selamat berkonfercab, semoga menghasilkan yang terbaik untuk NU Kabupaten Jepara.

(Muhammad Nasrullah Huda. Penulis adalah Ketua Lembaga Bahtsul Masail PCNU Kabupaten Jepara).

491 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini