TEGAL (SUARABARU.ID) – Perkumpulan Penghuni dan Pengusaha Jalan Ahmad Yani (P3JAYA) Kota Tegal, akan melakukan gugatan atas proyek City Walk Pemerintah Kota Tegal senilai Rp 9 Miliar di jalan tersebut.
“Kami, perkumpulan pemilik properti, pedagang, dan penghuni Jalan Ahmad Yani Kota Tegal akan melakukan gugatan terhadap keputusan para penguasa. Menang atau kalah, ini adalah periuk nasi kami, jadi kami akan pertahankan,” kata Humas P3JAYA Kota Tegal, Agustino.
Agustino sebagai wakil dari paguyuban menyatakan menolak proyek tersebut apa lagi tanpa ada sosialisasi dan kajian. Pihaknya tidak pernah diajak bicara selaku pemilik properti. Perubahan akan dilakukan harusnya ada sosialisasi, ada kajian yang lebih dalam, ada alasannya dengan didukung data-data yang kuat.
“Bukan kita menolak perubahan tapi tolong dipikirkan secara aspek ekonomi toko-toko yang terdampak. Dari niaga murni dirubah menjadi niaga plus pariwisata. Hal itu tentu tidak mudah,” ujarnya.
Agustino mengatakan, sesungguhnya tidak ada yang buruk dari perubahan itu, hanya saja perubahan yang akan mempengaruhi nasib 200 lebih penghuni dan pemilik rumah di Jalan Ahmad Yani Kota Tegal harus dipikirkan dengan matang dan bijaksana. “Apalagi situasi sudah cukup buruk di tengah pandemi Covid-19 bagi para pengusaha, penghuni, dan pendatang yang menggantungkan hidupnya di Jalan sepanjang 750 meter ini,” katanya.
Agustini mengatakan mengubah kawasan niaga menjadi kawasan wisata tentu tidak semudah itu. Perilaku masyarakat akan berubah, dari mudah parkir menjadi kesulitan, pola ekonomi akan berubah, lalu lintas akan berubah dan aneka perubahan
lainnya.
Di Jalan Ahmad Yani Kota Tegal tidak hanya ada pedagang makanan, di Jalan sepanjang 750 meter, kita bisa menemui bengkel mobil, bengkel motor, toko besi, toko gerabah, toko listrik, pedagang pakaian, alat olah raga dan berbagai macam lainnya. Tentu tidak asal saja merubah konsep suatu jalan menjadi City Walk, apalagi tanpa kantong parkir yang jelas.
Mungkin masih ingat para penghuni Kota Tegal, bagaimana satu jalan dari pusat kuliner menjadi mati total, gara-gara dirubah konsepnya menjadi City Walk. Nama Jalan itu adalah Jalan Teri, padahal di Jalan Teri itu hanya ada usaha yang sama, yaitu kuliner dan dalam sekejap jalan itu menjadi kota mati di Kota Tegal, hanya gerbang besar putih dan paving block jadi saksi sejarah.
Sekali lagi perubahan tidaklah buruk, hanya saja perubahan yang dilakukan tanpa kejelasan konsep dan mimpi semata, dengan mengatasnamakan pembangunan hanya akan menciderai penghuninya.
Saat ini anggota paguyuban yang segera berbadan hukum ada 67 orang dan akan terus bertambah hingga saat ini tidak ada satupun yang menerima surat pemberitahuan atau dipanggil atau diajak bicara.
“Kami takut masyarakat Kota Tegal lainnya menganggap kami menghalangi pembangunan, tetapi kami ingat, di Jalan Ahmad Yani ini kami mencari makan dan mengais rejeki demi menjaga asa,” ungkapnya.
Agustinus berharap Jalan Ahmad Yani Kota Tegal dipertimbangkan lebih jauh. Kalau aspirasinya tidak didengar, tentu langkah yang akan dilakukan oleh paguyuban akan menggugat secara hukum. Menang atau kalah pihaknya paling tidak sudah berusaha mempertahankan seperiuk nasi. “Kami harap hukum bisa memberikan keadilan buat kami,” harap Agustino.
Apa yang harus kami lakukan ? Tidak ada seorang pun yang akan bisa mengubah nasibnya, kecuali orang itu sendiri yang berusaha.
“Itulah yang akan kami lakukan
Dengan alasan inilah kami, perkumpulan pemilik properti, pedagang, dan penghuni Jalan Ahmad Yani Kota Tegal akan melakukan gugatan terhadap keputusan para penguasa. Mungkin kami tidak berdaya, tetapi saat ini kami telah bersatu dan memutuskan untuk berjuang agar aspirasi kami didengar,” ujar Agustino.
Agustino mengutip dari sang Proklamator Almarhum Bung Hatta. ‘Agar perut rakyat terisi, kedaulatan rakyat perlu ditegakkan. Rakyat hampir selalu lapar bukan karena panen buruk atau alam miskin, melainkan karena rakyat tidak berdaya.’
Nino Moebi