blank
Para nasabah Bank Salatiga yang mengaku uang sendiri sulit diambil saat mengadu ke Ketua DPRD Salatiga. Foto : Erna

SALATIGA – Perwakilan korban Bank Salatiga Lianawaty Wicaksono menerangkan sebagai nasabah di PD BPR Bank Salatiga selama ini dipersulit pihak management untuk mengambil uang sendiri.  Hal ini, dirasa tidak hanya dirinya tapi juga seluruh anggota paguyupan Korban Bank Salatiga beranggotakan lebih dari 20 orang.

Karena belum ada kejelasan itulah, tak tanggung-tanggung korban Bank Salatiga ini mengadukan nasib uang mereka yang nyantol di Bank Salatiga ke Gubernur Jateng Ganjar Pranowo melalui Instagram pribadi ke orang nomor satu di Jateng itu.

Bahkan, para korban seolah-olah ditutupi persoalannya dan tidak pernah diajak rembug apalagi mediasi. “Persoalan kami seperti ditutup-tutupi. Padahal, para nasabah yang menambung dalam bentuk deposito serta tabungan ke Bank milik Pemkot Salatiga itu melalui oknum yang hingga Mei 2019 lalu masih aktif bekerja,” ujar Lianawaty Wicaksono, Kamis (9/5).

Dan saat dikonfirmasi ulang, Jumat (10/5), Lianawaty menjelaskan saat para korban akan mengambil uang yang totalnya mencapai kurang lebih Rp 23 miliar disebutkan kalau bilyet dipegang para nasabah palsu sehingga tidak masuk dalam sistem di bank tersebut.

“Si oknum ini, mas Widi sampai bulan Mei 2019 kemarin masih aktif bekerja. Kok bisa dibilang palsu. Kami menabung karyawan bank ada yang jemput bola ke kami, ada yang transfer ada juga kami datang langsung ke Bank Salatiga. Kok sekarang dikatakan uang kami tidak masuk sistem ini sangat janggal,” ujarnya.

Dengan informasi yang menyakitkan itu, pada korban kemudian menbentuk paguyuban. “Tujuan pembentukan paguyuban korban Bank Salatiga ini merasa pihak menagement seperti mempersulit saat mengambil uang seblndiri dan menutupi para korban. Dan kami juga belajar dari kasus ibu kandung bos Wahid Group, Sri Utami Husodo,” ungkapnya.

Selama ini, paparnya, para korban tidak terekspos. Yang terekspos itu korban dari ibu Pak Gien Wahid (Bos Wahid Grop), Sri Utami Husodo. “Sebenarnya kami juga sama, korban juga saat itu. Tapi kami melihat perkembangan kasus Bu Sri Utami terlebih dahulu. Meski Pengadilan Negeri (PN) Salatiga memenangkan korban, dan memerintahkan agar mengembalikan uang ibu Sri Utami namun Pemkot Salatiga banding hingga Kasasi,” tandasnya.

Sebelumnya, pada Mei 2018 lalu Kota Salatiga sempat dikejutkan adanya seorang nasabah Bank Salatiga Sri Utami Husodo  menggugat empat pihak, yakni PD BPR Bank Salatiga, Pemkot Salatiga sebagai pemilik BUMD PD BPR Bank Salatiga, dan dua staf, yakni Sunarti dan Herlina Praranta.

Gugatan ini dilatar belakangi Sri Utami Husodo tidak dapat mengambil dananya sendiri yang ia depositokan di PD BPR Bank Salatiga. “Dengan kejadian dialami ibu Sri Utami itulah, kami sepakat untuk mengadu ke Pak Teddy. Dana Rp 23 miliar milik para korban murni dalam bentuk tabungan dan deposito di luar bunga,” tandasnya.

Saat disinggung apakah para korban ini tidak diundang wali kota terkait pembahasan dana nasabah, Liana menyebut yang diundang justru bukan korban. “Hal ini yang membuat kami para korban kecewa,” imbuhnya.

Ia berharap, dengan mengaku ke Ketua DPRD mendapatkan jalan keluarga tanpa harus mengubah uang kembali dalam proses hukum yang panjang. “Bayar pengacara lagi, kan mengeluarkan uang. Itu sudah sangat sulit bagi kami. Untuk itu, kami berharap Pak Teddy dapat memberikan solusi,” pungkasnya.

suarabaru.id / Erna