JEPARA ( SUARABARU.ID) – Jepara sudah saatnya mengambil kebijakan extra ordinary, atau kebijakan yang luar biasa jika tidak ingin korban jatuh semakin banyak. Bahkan dalam dua hari terakhir ini tercatat 53 orang meninggal dengan status probable dan positif terkonfirmasi Covid-19.
Dalam kondisi seperti ini Jepara tidak bisa lagi menerapkan kebijakan tanpa kajian jelas terhadap indikator dan parameter epidemiologi dan hanya nampak sebagai sebuah pencitraan.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Ketua Fraksi PDI P DPRD Jepara, Edy Ariyanto menanggapi carut marut penanganan Covid-19 di Jepara hingga penyebarannya semakin meluas. “Karena tidak tertangani dengan baik maka korban yang meninggal semakin banyak,” tambah Edy Ariyanto.
Politisi dari PDI Perjuangan ini lantas mengungkapkan data, pada bulan Juni ini terjadi lonjakan kasus yang luar biasa. “Hingga Senin (28/6-2021) selama bulan Juni tercatat 5.560 warga Jepara terkonfirmasi Covid-19. Sedangkan angka kematian kita pada periode yang sama sebesar 383 orang,” ujar Edy
Menurut Edy, angka kematian yang tinggi ini disebabkan rumah sakit rujukan Covid-19 yang memiliki ruang isolasi telah penuh, termasuk instalasi gawat darurat. Juga banyaknya tenaga kesehatan yang kemudian terpapar sehingga fasilitas kesehatan tidak bisa memberikan pelayanan maksimal. Jumlahnya mencapai 450 orang lebih pasca libur lebaran.
“Rumah sakit rujukan tidak dapat menampung semua pasien yang menjalani isolasi mandiri yang kemudian kondisinya semakin kritis. Akibatnya fatal, nyawa pasien kemudian tidak tertolong,” ujar anggota komisi C DPRD Jepara ini
Edy juga menyoroti laboratorium PCR di RSUD RA Kartini yang tidak dapat lagi menampung seluruh hasil pemeriksaan swab dari puskesmas. Bahkan menurut sejumlah staf Puskesmas, pemeriksaan Swab PCR telah dihentikan dan diganti dengan pemeriksaan RDT Antigen sejak seminggu lalu.
“Anehnya data hasil pemeriksaan RDT Antigen ini tidak dilaporkan sebagai kasus positif yang ditemukan. Harusnya Jepara yang telah memilih tipe B dan laboratorium PCR dalam kondisi overload, hasil pemeriksaan RDT Antigen harus dimasukkan data kasus positif dan diumumkan.
Tujuannya agar Satgas di Desa dapat mengelola dan membantu mereka yang menjalani isman serta positif rate mendekati angka senyatanya,” ungkap Edy Ariyanto.
Ia menduga hal tersebut hanya untuk menyiasati menurunkan angka positif rate harian Jepara yang selama bulan Juni ini selalu di atas 30 %, jauh di atas patokan nasional dan WHO sebesar 5 persen. Bahkan pernh mencapai 70%.
“Sebenarnya kasus Jepara jauh lebih tinggi dari yang diumumkan. Namun sepertinya ada yang ingin nampak data positif yang dirilis kecil. Juga termasuk angka kematiannya,” ungkap Edy. Disamping itu tidak ada usaha serius untuk menemukan virus apa yang saat ini berkembang di Jepara.
Akibatnya banyak kematian diberbagai desa dalam jumlah yang tidak wajar dengan kriteria yang tidak jelas. “Dalam kasus seperti ini jika dilakukan pemulasaraan oleh keluarga tanpa pendampingan dari satgas, bisa terjadi penularan di tengah keluarga,” paparnya
Jadikan RSUD RA Kartini Rumah Sakit Covid
Dalam kondisi seperti ini, Edy mengusulkan segera dibuka tambahan tempat tidur ruang isolasi yang memdai. “Jika diperlukan, ruang perawatan di RSUD RA Kartini diubah dan diperuntukkan pasien Covid-19 seperti yang dilakukan RS Wongsonegoro Semarang. Sementara pasien umum dialihkan ke rumah sakit lain,” usul Edy
Tujuannya untuk menyelamatkan warga Jepara yang kondisinya kritis dan tidak mendapatkan ruang perawatan. Tentu dengan penambahan sumber daya manusia bidang kesehatan yang memadai. “Jangan sampai nakes kita yang telah tepapar terus diberikan beban berat. Sebab waktu pemulihan orang terpapar virus ini cukup lama,” terangnya.
Menurut Edy, adigium keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi mestinya diterapkan dalam kondisi darurat di Jepara. “Banyak imbauan dan larangan tanpa pelaksanaan yang jelas dalam memperkuat protokol kesehatan, justru membuat kepercayaan masyarakat terhadap percepatan penanganan covid-19 menurun. Hampir semua imbauan dan larangan mandul,” tutur Edy.
Karena itu ia berharap agar Pemerintah Kabupaten dan Satgas Covid-19 segera mengambil keputusan strategis terkait dengan protokol kesehatan yang merupakan hulu persoalan ini.
“Pelibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat penting. Jika perlu mereka dijadikan tim penyuluh atau motivator prokes di desa. Tentu dengan petunjuk teknis yang jelas. Jika tiap desa diangkat 10 tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai motivator Prokes 5 M, kita butuh 2000 orang,” terang Edy Ariyanto.
Disamping itu testing dan trecing harus terus ditingkatkan untuk memutus mata rantai penyebarannya. “Jangan sampai testing dan trecing dikurangi target pemeriksaannya hanya agar nampak data positif kita rendah. Akibatnya seperti ini, terjadi ledakan,” ujarnya.
Hadepe-