Prime topic dialog parlemen bertema Kebijakan Pertanian untuk Memperkuat Swasembada Beras di Jateng diadakan di lantai 4 Gedung Berlian DPRD Jateng, Jumat (26/3/2021). foto:dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Persoalan ketersediaan pangan mencukupi di Jawa Tengah membutuhkan perhatian lebih dan konsistensi yang tinggi untuk bisa menjamin kelangsungan hidup jutaan warga masyarakat.

Hal tersebut seperti yang diungkapkan Ketua Komisi B DPRD Jateng, Sumanto, dalam acara Prime Topic dialog parlemen bertema Kebijakan Pertanian untuk Memperkuat Swasembada Beras di Jateng, Jumat (26/3/2021) siang, di lantai 4 Gedung Berlian DPRD Jateng.

Menurut politisi dari Fraksi PDIP ini, sektor pertanian tidak memiliki fokus yang jelas padahal hal ini menjadi tulang punggung hajat hidup orang banyak. Permasalahan mulai dari anggaran yang kecil hingga sedikitnya subsidi membuat sektor yang satu ini selalu ketinggalan.

“Kita harus konsisten terhadap program pertanian. Siapapun pemenang dalam Pemilu, program (pertanian) harus jangka panjang, SDM, lahan, hingga anggarannya harus jelas untuk menjaga keterikatan dengan petani,” katanya.

Secara kilas balik Sumanto menceritakan, di zaman Presiden Sukarno masih memimpin, permasalahan pangan berarti membicarakan soal hidup atau mati. Sukarno kala itu benar – benar menghitung kebutuhan pangan yang harus tersedia bagi jutaan warga Indonesia.

“Bung Karno itu ngitung kebutuhan pangannya berapa?, daya produksinya berapa?, sumber daya manusia (petani) yang seharusnya dibutuhkan berapa? Dulu kita punya Pamong Tani Desa, Komando Pangan Indonesia, dan sebagainya. Kita (saat itu) terus berinovasi baru,” katanya.

Sumanto mencontohkan, atas keberhasilan pertanian pada saat itu, sekira tahun 70-an negara Malaysia sampai datang belajar ke Indonesia tentang swasembada pangan hingga kini negara tersebut maju dalam pertanian dan ketersediaan pangan.

Sumanto Anggota DPRD Jateng.Foto ist

“Sekarang di sana maju, tapi di sini? Kita tidak ada riset khusus soal pertanian, permasalahannya itu itu saja; kita produksi sendiri, jual sendiri, harga anjlok, masih ditambah impor. Kasihlah insentif ke petani harga yang agak mahal, yang muda gimana mau bertani lha wong sekarang kondisinya ngga menarik gitu,” katanya.

Ke depan, Sumanto meminta pemerintah baik di pusat atau provinsi bisa benar-benar memikirkan nasib para petani dan pertanian. Harus ada riset – riset memadai, ketersediaan bibit unggul, aktifkan kembali balai benih dan kebun benih yang ada, serta kebijakan anggaran yang lebih baik lagi.

Sementara itu, narasumber lain dalam dialog parlemen tersebut, Ir. Tri Susilarjo MM selaku Plt Sekretaris Dinas Pertanian Jateng mengungkapkan, kondisi pertanian di Jateng saat ini trennya mengalami kenaikan produksi.

“Kondisi pertanian trennya mengalami kenaikan produksi. Kita juga harus menghitung produksi, berapa lahan kita yang jadi kawasan pertanian berkelanjutan, termasuk gimana kesiapan benih kita,” katanya yang juga menjabat sebagai Kabid Sarana dan Prasarana di Dinas Pertanian Jateng.

Tri menjelaskan, di Jateng sendiri saat ini ada 33 kebun balai benih untuk menyiapkan bibit unggul baik padi ataupun hortikultura lainnya. Selain itu APBD dan APBN juga menjamin soal ketersediaan air melalui saluran–saluran irigasi yang masuk ke sawah–sawah petani.

“Untuk saluran irigasi kita (Distan Jateng) cuma menangani yang tersier saja, sedangkan untuk irigasi primer ditangani pusat dan dari kementerian juga menangani soal irigasi baik yang dari embung, waduk, dan lainnya,” katanya.

Tak hanya itu saja, hingga saat ini pertanian di Jateng juga tidak lepas dari sokongan alat – alat pertanian yang modern. Di antaranya saat ini di Jateng memiliki 54 ribuan traktor besar dan traktor roda dua sebanyak 72 ribuan, 3.000 unit kultivator, 1.514 unit rice planter, dan alat pengering gabah.

“Terkait kegiatan usaha tani dalam mendukung swasembada pangan, kita juga melakukan pengawalan pengendalian hama dan penyakit, apalagi di musim tanam sekarang ini dengan cuaca seperti ini,” katanya.

Guru Besar FEB Undip, Prof. Waridin, dalam dialog parlemen tersebut mengatakan, sektor pertanian tidak hanya dipengaruhi dari alam, persoalan dari sisi produksi juga harus dipikirkan secara matang.

“Produksi sawah kita saat ini masih berkisar di dua angka 5,7 ton per hektar, kita perlu mempertimbangkan bagaimana menerapkan teknologi pertanian dalam arti yang lebih luas walaupun kesuburan tanah kita di Indonesia sangat bervariasi,” katanya.

Prof. Waridin menjabarkan, produksi pertanian di Malaysia bisa 9 ton per hektar caranya dengan memotong pematang dan mengkonsolidasikan lahan. Sementara rata rata lahan pertanian di Indonesia terbilang dibuat kecil-kecil.

Tak hanya membandingkan dengan Malaysia, dirinya mencontohkan kondisi petani di negara Jepang sangat jauh berbeda seperti di Indonesia, dimana para petani di Jepang di sana standar hidupnya sama seperti orang yang bekerja sebagai non-petani.

“Petani itu bukan obyek, kita harus melindungi petani dengan memberi perhatian hidup mereka. Yang bekerja di sektor pertanian harus diapresiasi seperti memberikan insentif ekonomi, karena akan sangat berbahaya bagi negara seperti kita dengan jumlah petani yang sangat besar jika kondisinya tidak pasti,” katanya (Adv)