Oleh : Hadi Priyanto
Pengantar Buku Drs RMP Sosrokartono, Biografi dan Ajaran-ajarannya
“Sosrokartono adalah sahabat saya, dan oleh karena beliau adalah Putra Indonesia yang Besar”. Penggalan surat ini ditulis oleh oleh Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia, 1 November 1954. Surat ini ditujukan kepada Keluarga Monosoeko Daroesalam saat para pengikut RMP Sosrokartono di Bandung memperingati 1.000 hari wafatnya kakak kandung, dan sekaligus mentor RA Kartini ini.
Surat ditulis tangan oleh Presiden Soekarno dengan menggunakan kop Presiden Republik Indonesia. Tentu ini menjadi bukti betapa Drs Raden Mas Panji Sosrokartono memiliki peran besar dalam perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaannya. Juga mengambarkan kedekatan kedua tokoh ini dan apa yang telah dilakukan.
Menurut Maulwi Sailan, Soekarno memiliki dua guru yang memberikan kekuatan mental spriritual hingga ia sangat kuat. Dua guru tersebut adalah Raden Mas Panji Sosrokartono dan Abdurrahman dari Petojo Selatan, Jakarta.
Pengakuan Ir Soekarno terhadap ketokohan Drs Raden Mas Panji Sosrokartono juga disampaikan dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis oleh Cindy Adams. Pada buku biografi ini, Ir Soekarno menyebut sahabatnya ini sebagai seorang tokoh kebatinan yang sangat di hormati di Bandung.
Drs Raden Mas Panji Sosrokartono juga merupakan salah salah satu dari empat orang yang dikunjungi Ir Soekarno menjelang kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang dikenal sebagai ulama tasawuf yang mukasyafah atau terbuka mata batinnya. Empat ulama besar ini adalah Syeikh Musa dari Sukanegara, Cianjur Selatan, KH Abdul Mu’thi dari Madiun, Sang Alif atau Raden Mas Pandji Sosrokartono dari Bandung dan KH. Hasyim Asy’ari dari Jombang.
Dalam pertemuan dengan para ulama tasawuf ini Ir Soekarno mendapatkan petunjuk dan nasehat bahwa akan ada berkat dan rahmat Tuhan yang akan turun di Indonesia, pada hari Jum’at Legi 1364 Hijrah. Bila tidak terjadi pada hari itu maka harus menunggu tiga abad lagi. Waktu itu sama persis dengan pembacaan teks proklamasi yang dilakukan oleh Ir Soekarno – Hatta.
Tentang tentang pemilihan waktu Proklamasi ini diungkapkan secara tidak langsung oleh Soekarno dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis oleh Cindy Adams. Dalam buku ini Soekarno menuturkan kisahnya saat dipaksa oleh para pemuda yang menculiknya untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanggal 15 Agustus 1945. Sebab ia memilih tanggal 17 Agustus 1945. Dalam kisah ini Sukarno menuturkan:
“Yang paling penting dalam suatu peperangan atau revolusi adalah waktu yang tepat. Di Saigon aku sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17,”
Namun oleh Soekarni kemudian ditanyakan, mengapa Soekarno memilih tanggal 17 Agustus ? Tidak lebih baik sekarang saja atau tanggal 16 Agustus 1945 ?. Pertanyaan Soekarni tersebut dijawab oleh Soekarno seperti tertulis dalam Buku Buang Karno Penyambung Lidah Rakyat :
“Aku percaya pada mistik. Aku tidak dapat menerangkan yang masuk akal mengapa tanggal 17 memberikan harapan kepadaku. Tetapi aku merasakan di dalam relung hatiku, bahwa dua hari lagi adalah saat yang baik. Tujuh belas angkia yang suci. Tujuh belkas adalah angka keramat. Pertama-tami kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita berpuasa sampai Lebaran. Hari Jumat ini Jumat Legi. Jumat yang manis. Jumat yang suci. Dan Hari Jumat tanggal 17. Alquran diturunkan tanggal 17. Orang Islam melakukan sembayang 17 rakaat sehari. Mengapa Nabi Muhammad memerintahkan 17 rakaat, bukan 10 atau 20 ? Karena kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia. Ketika aku pertama kali mendengar berita penyerahan Jepang, aku berfikir kita harus segera memproklamirkan kemerdekaan. Kemudian aku menyadari, adalah takdir Tuhan bahwa peristiwa ini akan jatuh di hari keramat Nya. Proklamasi akan berlangsung tanggal 17. Revolusi akan mengikuti sesudah itu,”
Soekarno juga menceriterakan Raden Mas Panji Sosrokartono saat ia sedang menghadapi keputusan pengadilan. Pada malam sebelum dibacakan vonis oleh hakim enam orang pembela Bung Karno telah menemui Raden Mas Panji Sosrokartono yang diketahui oleh mereka sebagai sahabat Bung Karno dan sekaligus guru spiritualnya.
Harapannya pada persidangan esuk harinya, Ir Soekarno dinyatakan bebas atau mendapatkan hukuman ringan. Mereka yang menemui Raden Mas Panji Sosrokartono adalah Mr. Sartono, Mr. Sastro Moelyono, Mr. Lukman Wiriadinata, Mr. R. Idih Prawiradiputera (Paguyuban Pasundan), Mr.Iskaq Cokrohadisurya ( PNI ) dan Mr. Suyudi.
Kisah ini dituturkan kembali oleh Soekarno dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat karya Cindy Adams, Ir Soekarno menuturkan kisah ini.
“Pada malam menjelang putusan hakim itu dibacakan, enam orang kawan pergi ke rumah Dokter Sosrokartono, seorang tokoh kebatinan yang sangat dihormati di Bandung. Sebagaimana kemudian diceriterakan kepadaku, keenam orang itu ingin menenangkan pikiran dan meski hari sudah lewat tengah malam. Mereka datang juga kerumah Dokter Sosrokartono, tanpa memberi tahu terlebih dahulu. Seorang pembantu yang membukakan pintu memberi tahu mereka,”Pak Dokter sudah menunggu-nunggu” dan mengiringkan mereka ke ruang dalam, di mana enam buah kursi telah disusun dalam posisi setengah melingkar. Kawan-kawanku itu tentu saja heran. Tanpa lebih dulu bertanya tentang maksud kedatangan mereka, tokoh kebatinan itu hanya mengucap tiga buah kalimat. Soekarno adalah seorang satria. Pejuang seperti satria boleh saja tersungkur, tetapi ia akan bangkit kembali. Waktunya tidak lama lagi,”
Benar, esok harinya Bung Karno dijatuhi hukuman empat tahun penjara oleh hakim Siegenbeek van Heukelom. Ia dihukum paling berat. Sedangkan ke tiga teman Bung Karno diganjar hukuman masing-masing dua tahun.
Beliau juga aktif berdiskusi dengan Ir Soekarno, Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, Dr Samsi, Mr Soenardjo, Soewandi, Mr Oesman Sastroamijoyo SH, dr Cipto Mangoenkoesoemo dan Iskandar Kertomenggolo untuk membicarakan masa depan bangsanya. Bahkan Drs Sosrokartono juga disebut oleh Ch.O van der Plas , advieseour voor Inlandsche Zaken dalam laporannya ke Pemerintah Belanda sebagai Voorganger der PNI Group atau pelopor golongan PNI.
Dari rangkaian peristiwa di itu terlihat betapa nampak peran besar Drs RMP Sosrokartono dalam pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Walau pun beliau tidak ikut mengangkat senjata dan bergabung dengan para pejuang, namun dari sikap dan perbuatannya nampak benar, bahwa beliau ikut memberi warna pada ruang-ruang diskusi para pemuda pergerakan dan bahkan mempersembahkan kekuatan spiritualnya untuk bangsanya.
Penulis adalah Penulis buku Drs RMP Sosrokartono, Biografi dan Ajaran-ajarannya.