Oleh: Widiyartono R
GUNUNG Telomoyo. Mungkin banyak yang kurang mengenal gunung ini. Setidaknya bila dibandingkan dengan dua gunung di dekatnya, yaitu Merapi dan Merbabu. Gunung Telomoyo juga tidak terlalu tinggi. Hanya 1.894 meter di atas permukaan laut. Sedangkan Merapi 2.930 meter dpl dan Merbabu 3.145 meter dpl.
Lagi pula, bagi para pendaki gunung, Telomoyo bukanlah tantangan. Karena bisa naik sampai ke puncak dengan menggunakan sepeda motor atau kendaraan lain. Berbeda dengan Merapi atau Merbabu yang membutuhkan effort luar biasa untuk mencapai puncaknya.
Meski demikian, sebenarnya Telomoyo sudah cukup moncer. Dulu semasa dunia telekomunikasi dan informatika belum sedahsyat sekarang, di puncak gunung itu sudah terpancang menara yang menjadi pemancar televisi, dalam hal ini TVRI.
Dari jauh, puluhan kilometer jaraknya menara itu tampak. Dan, sampai sekarang menara itu masih berdiri dan bisa kita pandangi saat melintasi dari Salatiga menuju Kopeng. Pemerintah memang memberi perhatian cukup baik untuk Telomoyo. Sehingga, jalan menuju puncak pun sudah cukup baik. Sehingga wisatawan bisa ke sana dengan naik sepeda motor bahkan mobil.
Penyanyi keroncong terkenal yang sudah almarhum, Mus Mulyadi, juga pernah menyanyikan lagu Keroncong Telomoyo yang mendayu mesra itu.
Sepakung
Nah, kini terkait dengan Telomoyo ada yang sedang ngetop, yaitu nama Sepakung, sebuah desa di kaki Gunung Telomoyo yang masuk dalam wilayah Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Nama ini memang kemudian menjadi viral karena bermula dari unggahan di media sosial.
Maka, tempat ini pun menjadi tujuan wisata yang menarik, terutama bagi mereka yang menyukai alam hijau, udara sejuk bersih, dan pemandangan indah sehingga bisa berfoto-foto ria untuk diunggah di media sosial.
Kita tentu paham, bahwa dengan perkembangan teknologi informatika, berkembangnya peranti ponsel pintas dengan aneka fitur, menjadikan penggunanya serasa dimanjakan.
Mereka menjadi terbiasa, bahkan addict untuk selalu berswafoto alias berfoto selfi. Nah, Sepakung popular karena memiliki alam yang yang indah, dan instagramable. Tepatnya di Gumukreco, sebuah kawasan did esa itu berupa tebing terjal tegak lurus yang fenomenal.
Sebagai destinasi, Gumukreco Sepakung memang masih merupakan “barang baru”. Peresmiannya baru 15 Oktober 2017 yang menetapkan Gumuk Reco Sepakung sebagai atraksi wisata yang paling sering dijadikan objek kunjungan. Destinasi ini kalau pada masa lalu berstatus “wisata minat khusus”, yang tidak semua wisatawan berminat. Yang ditawarkan adalah wisata petualangan.
Tetapi “wisata minat khusus” tampaknya memang sudah agak diabaikan. Wisatawan sekarang suka hal-hal baru, meski untuk menuju ke sana penuh tantangan dengan jalan penuh tikungan tajam dan tanjakan, tidak masalah. Yang penting, mendapatkan spot foto indah, instagramable, dan syukur-syukur viral.
Maklum saja, lokasi di gunung, jadi jalan menuju ke sana memang penuh tanjakan dan tikungan. Dan, jalan tentu tidak selebar jalan umum apalagi jalan tol. Pemandangan indah berupa areal pesawahan atau dinding batu tegak lurus dengan hiasan tanaman semak hijau.
Ondho Langit
Pemandangan sawah, tebing dengan semak hijau, itu sekadar bonus. Inilah tantangan yang sebenarnya. Bagi mereka yang suka menggelakkan adreanalin, inilah tempatnya. Di Sepakung ada sebuah tebing batu yang bernama Gumuk Reco.
Konon, menurut si empunya cerita, tebing batu ini peninggalan zaman Kerajaan Majapahit yang semula akan dipahat menjadi ukiran atau patung (reca, dalam bahasa Jawa). Maka kemudian menjadi nama Gumuk Reco atau bukit arca/patung.
Inilah perpaduan wisata alam dengan tambahan artifisial. Di tebing yang tegak 90 derajat itu, kemudian dipasang tangga atau tepatnya jembatan yang tampak melayang. Jembatan sepanjang sekitar 15 meter dengan ketinggian sekita 17 meter di atas permukaan tanah di bawahnya. Karena melayang inilah kemudian wahana ini disebut andha langit (ejaan bahasa Jawa yang benar) yang berarti tangga langit. Tetapi umumnya masyarakat akan bingung, maka disebutlah Ondo Langit.
Mereka yang bernyali, bisa melepaskan adrenalinya dengan naik tangga atau meniti jembatan ini. Tentu, pemandangan dari sana akan sangat luar biasa, maka pasti takkan lupa bawa kamera. Kemudian tentu tak lupa juga, meminta orang lain untuk memotretnya, karena petualangan ini sudah tak ternilai harganya.
Bukan itu saja, ada tantangan yang lebih “ngeri” lagi, bermain ayunan. Karena juga melintasi barat daratan, ayunan ekstrem ini disebut ayunan langit. Yang ciut nyali, sekali lagi jangan mencoba, meski penyelenggara meyakinkan bahwa wahana itu aman.
Tidak Mahal
Soal harga memang relatif. Begitu juga untuk masuk objek-objek wisata. Kawasan wisata dengan pengelola Desa wisata Sepakung ini, tentu juga sudah harus menggunakan manajemen pariwisata. Pengunjung yang masuk dikenai bayaran yang pasti, dan diharapkan tidak ada pungutan-pungutan yang tidak perlu alias liar.
Untuk masuk Desa Wisata Sepakung, pengunjung ditarik biaya masuk sebesar Rp 5.000. Bila menggunakan kendaraan tentu saja ada tambahan ongkos parker. Kemudian bila ingin menggelegakkan adrenalin, bisa menambah Rp 25 ribu untuk melintasi jembatan Ondo Langit. Dan, jangan lupa pula nikmati ayunan langitnya yang pasti mendebarkan jantung.
Jaraknya tidak jauh, dari Kota Semarang sekitar 60 km dengan jarak tempuh kurang dari dua jam. Ayo berwisata. Tetapi ingat, masih masa pandemi. Pakai masker, jaga jarak, dan jangan lupa cuci tantang pakai sabun atau disemprot dengan sanitizer.
Widiyartono R, wartawan, travel writer, pemerhati pariwisata