Oleh : Hadi Priyanto
RA Kartini memiliki peran besar dalam pengembangan seni ukir Jepara. Sebab pada tahun 1898, bersama kedua adiknya, RA Rumini dan RA Kardinah, ia telah mengirimkan karyanya dan karya ukiran perajin Jepara dalam Nationale Tentoonstelling voor Vrouwnarbeid atau Pameran Nasional Karya Wanita yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda.
Dari sekitar 23 jenis karya yang dikirim, ada yang terbuat dari ukiran yaitu lukisan dalam bingkai kayu still rococo, lukisan pemandangan dengan bingkai ukiran dan 6 buah bambu berukir. Keikutsertaan RA Kartini dalam pameran ini ditulis dalam surat kabar De Roterdamse Courant tanggal 30 Agustus 1898, sebab berhasil menarik perhatian Ratu Belanda, Sri Ratu Wilhelmina dan juga Ibu Suri Ratu Ema.
Pameran ini ternyata menjadi pintu pembuka bagi perkembangan seni ukir Jepara. Sebab ketika tahun 1899 Pemerintah Hindia Belanda membuka kantor cabang lembaga perdagangan Oest en West di Batavia, lembaga ini langsung bekerjasama dengan RA Kartini, dengan memesan berbagai jenis ukiran Jepara.
Untuk dapat memenuhi pesanan ini, RA Kartini kemudian mendirikan bengkel ukir di belakang pendopo kabupaten. Bengkel ukir ini dipimpin oleh seorang tukang ukir handal bernama Singowiryo dari Belakang Gunung. Bengkel Kartini ini kemudian mendapatkan banyak pesanan. Bukan saja ke Belanda tetapi juga telah mulai ada pesanan dari Jepara dan beberapa negara lainnya.
Kerjasama RA Kartini dengan Oest en West tidak berhenti walau RA Kartini pindah ke Rembang. RA Roekmini meneruskan usaha ini. Bahkan sampai tahun 1932, masih terbangun hubungan yang baik dengan adik-adik RA Kartini. Ini terbukti pada tahun itu salah satu keponakan RA Kartini, putra RM Sumantri dapat sekolah ke Belanda atas bantuan Komisi Bea Siswa Oest en West .
Penghargaan untuk RA Kartini
Melihat seni ukir yang telah telah berhasil dikembangkan oleh RA Kartini, Bupati Jepara, RMAA Koesoemo Oetoyo yang tahun 1905 mengantikan ayahanda RA Kartini, RMAA Sosroningrat, juga mewajibkan semua sekolah yang ada untuk memberikan mata pelajaran seni ukir.
Mantan Bupati Ngawi tahun 1902-1905 ini, saat memimpin Jepara pada tahun 1905-1927 memang dikenal sebagai seorang bupati yang maju cara berfikirnya. Bahkan selepas menjabat bupati di Jepara ia diangkat sebagai anggota Volksraad. Melalui pengajaran seni ukir di sekolah menurut RMAA Koesoemo Oetoyo seni ukir akan dapat dikembangkan.
Untuk menghargai peran RA Kartini dalam pengembangan seni ukir dan rintisan yang dilakukan oleh Bupati RMAA Koesoemo Oetoyo, maka pada tahun 1929 Pemerintah Hindia Berlanda mendirikan Openbare Ambachtsschool atau Sekolah Pertukangan dengan Jurusan Seni Ukir. Sekolah pertukangan ini bertujuan untuk meningikatkan kualitas seni ukir Jepara, baik bentuk , motif, maupun ragam hiasanya.
Saat sekolah ini didirikan, tidak semua warga Jepara mendukungnya. Mereka sudah merasa cukup dengan mengembangkan ragam hias asli Jepara. Akibatnya saat dibuka hanya mendapatkan 25 orang murid. Namun R. Ngabehi Projo Sukemi, kepala sekolah Openbare Ambachtsschool tidak patah semangat.
Justru ia merasa tertantang. Dengan ketekunannya R. Ngabehi Projo Sukemi, bersama para guru terus mengajarkan ketrampilan ukir, termasuk ornamen ukiran Nusantara. Bahkan secara khusus R. Ngabehi Projo Sukemi, mengajar motif Majapahit dan Mataram. Disamping pelajaran yang bersifat umum, pelajaran praktik mendapatkan jam pelajaran yang lebih disekol;ah ini. Hingga saat siswa tamat, ia telah menguasai seni ukir.
Karerna ketekunan para guru, pada tahun kedua sekolah ini mendapatkan siswa sebanyak 53 siswa yang dibagi dalam tiga kelas. Hingga tahun 1942 sekolah ini setiap tahun menerima siswa sebanyak 53 siswa.
Pada tahun 1931 sekolah ini berganti nama menjadi Ambachtsschool Voor Inlanders dan tahun 1932 berubah menjadi Ambachtssleergang. Sementara saat Jepang berkuasa sekolah ini berganti nama menjadi Kosyu Gakko dan setelah kemerdekaan menjadi Sekolah Pertukangan. Kemudian pada tahun 1950 menjadi Sekolah Teknik Pertama dan tahun 1959 menjadi menjadi Sekolah Kerajinan Negeri.
Karena telah memasuki masa pensiun, maka R. Ngabehi Projo Sukemi yang telah merintis sekolah pertukangan ukir di Jepara diganti oleh M. Ngabehi Wignyopangukir yang berasal dari Kasunanan Surakarta. Secara khusus ia mengajarkan ornamen ukiran Pajajaran dan Bali. Disamping itu mulai dikembangkan relief.
Minat masyarakat uintuk menyekolahkan anaknya di sekolah ini semakin meningkat. Bahkan mulai tahun 1951 sekolah ini telah menerima 75 siswa yang terbagi dalam 6 kelas. Jumlah siswa ini setiap tahun meningkat dan hingga tahun 1954 telah menerima siswa sebanyak 175 siswa. Sampai tahun 1956 seklolah yang bermula dari Openbare Ambachtsschool telah meluluskan siswa sebanyak 1.859 siswa. Meraka inilah yang kemudian menjadi pelaku utama pengembangan seni ukir Jepara melalui lembaga pendidikan dan sekaligus merubah orientasi seni ukir menjadi industru kerajinan.
Sekolah pertukangan ini kemudian menemukan momentumnya,. Sebab Presiden Soekarno pernah berkunjung kesekolah ini, saat selesai berziarah ke Makam Mantingan. Pada kunjnungan ini presiden sangat kagum pada hasil karya siswa Sekolah Pertukangan ini dan berjanji akan mengembangkannya menjadi Sekolah Teknik Menengah. Janji ini direalisasikan tahun 1959 dengan didirikan Sekolah Teknik Menengah Jurusan Dekorasi Ukir. Sekolah ini kemudian pada tahun 1979 menjadi Sekolah Menengah Industri Kerajinan ( SMIK ) Jepara dan pada tahun 1995 menjadi SMK Negeri 2 Jepara.
Pada kunjungan ke Jepara ini, Presiden Soekarno juga mengundang tiga seniman ukir Jepara ke Istana Negara yaitu Fauzan, Nasir, dan Sarikam. Mereka menjadi bagaian perajin handal di Indonesia yang mewarnai Istana Negara dengan ornamen ukiran. .
Karya generasi pertama perajin terdidik inilah yang saat ini disimpan dalam sebuah musium kecil di SMP N 6 Jepara, tempat dimana Openbare Ambachtsschool didirikan. Musium bernama Sasono Hadipraceko ini pada tahun 2014 diresmikan kembali penataannya oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dalam rangkaian acara Festival Kartini tahun 2014.
Dalam kunjungan ini Gubernur Ganjar Pranowo juga membuka kembali jurusan Seni Ukir di SMKN 2 Jepara yang sampai sekarang belum dapat direalisasikan serta membuka Lomba Ukir bagi Perajin Perempuan Jepara. Juga meluncurkan Perbub tentang Ornamen Ukiran pada Bangunan Milik Pemerintah serta menyerahkan penghargaan pada tokoh seni ukir Jepara, Sukarno BA.
Penulis adalah Ketua Lembaga Pelestari Seni Ukir, Batik dan Tenun Jepara