Oleh Dr KH Muchotob Hamzah MM
Islam bertumpu pada prinsip-prinsip mizan=keseimbangan dalam segala dimensi. Baik dimensi ibadah spiritual, sosial maupun environmental (QS. 55: 8).
Kali ini kita akan menseplit dari tema besar itu untuk membahas mizan kehidupan sosial, ekonomi dan politik dalam Islam.
Sejak The Epic of Gilgamesh ribuan tahun sebelum masehi, seperti yang dikutip oleh Saul Ralston, manusia telah selalu mencari keseimbangan antara kehidupan individu dan sosial. Dalam Al-Qur’an, keseimbangan itu disebut mizan (QS. 55: 8).
Begitulah Al-Qur’an yang menjadi kata putus (QS. 86: 13), tidak main-main (QS. 86: 14), konprehensip (QS. 16: 89), holistik (QS. 15: 90-1), benar dan adil (QS. 6: 115), berorientasi “kalimatin sawaa’in” (QS. 3: 64), rahmatan lil ‘alamien (QS. 21: 107).
Al-Qur’an menyebut lafal rahmah 114 kali, dan hadits membimbing muslim untuk selalu memulai amal dengan nama Allah YM Rahman dan Rahim (بسملة) yang mendidik muslim mendasarkan sosialnya dengan kasih sayang.
Al-Qur’an mengedukasi umat manusia untuk selalu berpegang teguh pada mizan (QS. 55: 8). Memang mizan tidak selalu harus diukur dengan persentasi (persen) atau nominal yang konkrit kuantitatif tetapi bisa juga diukur dengan ukuran abstrak kualitatif.
I. Mizan Ubudiyah
Manusia diciptakan untuk ibadah kepada Allah SWT. semata (QS. 51: 56). Ibadah dikategorikan menjadi ibadah mahdhah yang bersifat vertikal kepada Allah SWT (Doctrine of the faith or religious system of the moslem).
Seperti salat, haji dll. Lalu ibadah ghairu mahdhah yang bersifat horizontal yaitu ibadah kepada Allah dengan wasilah sesama makhluk seperti menyantuni dhu’afa, bakti orang tua dll.,(Doctrine of the sway of the moslem).
Mizan di dalam ibadah yang diperintahkan (QS. 51: 56) tersebut berupa kepasrahan total, 100 persen kepada Allah yang dikenal dengan ikhlas (QS. 98: 5). Ibadah yang totalitas 100 persen untuk Allah ini 100 persen pula dikembalikan kepada hamba-Nya.
Karena pada hakikatnta Allah tidak memerlukan nilai ibadah itu untuk Diri-Nya (QS. 35: 15), kecuali untuk kebaikan dan memenuhi kebutuhan diri kita sendiri
Orang yang bersyukur adalah untuk dirinya sendiri (QS. 27: 40). Jika semua penduduk bumi kafirpun, Allah tetap YMKaya (QS. 14: 8). Jika jin dan manusia semua bertaqwa tidak akan menambah sedikitpun di kerajaan Allah dan begitu sebaliknya (HR. Muslim).
II. Mizan Ijtima’iyah (Sosial)
Secara sosial, Islam memandang semua manusia adalah sederajat sebagaimana disebut Al-Qur’an (QS. 49: 13). Kesetaraannya diilustrasikan oleh Nabi saw. dengan ratanya gigi-gigi sisir. الناس سواسية كاسنان المشط (HR. Ali Al-Muttaqi).
Kalau ada gigi sisir satu saja yang lebih panjang, pasti akan merobek kulit kepala. Demikian pula jikalau ada “Aku” dalam bentuk penonjolan seseorang yang bergaya feodal, pasti akan merobek tatanan sosial mereka.
Oleh karena itu, perbudakan yang anti kemerdekaan dibasmi secara gradual oleh Islam via berbagai metode, termasuk kaffarah atau denda. Demikian pula kaffarah yang bertujuan mengentaskan kemiskinan untuk melengkapi kewajiban zakat, sedekah, infak, hibah, hadiah dan sejenisnya.
Penyebab “Kaffarah” dengan memerdekakan budak memiliki empat macam yaitu: 1. zhihar (mencabut sumpah setelah terlanjur menyamakan isteri dengan punggung ibunya alias bersumpah bahwa isterinya haram dikoitus).
2. jima’ siang ramadhan, 3. pembunuhan dan 4. yamin (atau sumpah yang dilanggar sendiri); (Ahmad Al-Mahamili dalam Al-Lubab fi al-Fiqh as-Syafi’i, Madinah: Daar al-Bukhari, 1416, cet. 1, hlm. 184).
Tujuan antaranya adalah mengangkat derajat. Kaum dhuafa dalam Visi besar kesetaraan (mizan) sosial sebagai hamba Allah SWT.
Lanjut eps 2. Insya Allah, Mizan Ekonomi dan Politik!
Dr KH Muchotob Hamzah MM, Rektor Unsiq Jateng di Wonosobo