JAKARTA (SUARABARU.ID) Sejumlah prajurit TNI AD sudah mulai melakukan penyisiran untuk memburu kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), di Desa Lembangtongoa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (1/12/2020).

Penyisiran itu dilakukan pasca terbunuhnya empat warga di desa tersebut pada Jumat (27/11/2020) lalu, yang diduga kuat dilakukan oleh kelompok MIT Poso pimpinan Ali Kalora.

Pasukan TNI yang tergabung dalam Satgas Tinombala mulai melakukan penelusuran dengan titik awal sekitar perkampungan warga yang menjadi lokasi penyerangan yang diduga dilakukan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora, di Dusun Lewonu, Desa Lemban Tongoa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Istana Merdeka Jakarta melihat, upaya menangkap kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Ahmad alias Ali Kalora, bukan perkara mudah, namun harus terus diupayakan sekuat tenaga.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, mengatakan, Operasi Tinombala yang dimulai sejak 2015 itu, menemui sejumlah kendala dalam upaya menangkap kelompok MIT, di antaranya area hutan dan pegunungan yang dimanfaatkan pelaku sebagai tempat persembunyian.

“Kalau kita gambarkan di sini mungkin, ‘koq susah amat sih enggak bisa diberesin?’, tapi kalau teman-teman melihat medannya di sana, gunungnya itu berlapis-lapis seperti itu, memang tidak mudah,” kata Moeldoko melalui rekaman suara yang dibagikan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (1/12/2020).

Saat ini, kelompok teroris yang dipimpin Ali Kalora itu menyisakan 10 anggota.

Namun demikian, jumlah mereka yang sedikit, menurut eks Panglima TNI itu justru membuat pencarian semakin sulit.

Moeldoko mengatakan, para anggota MIT itu dapat membaur dengan masyarakat dan memiliki manuver yang cepat.

Mereka, kata Moeldoko, juga sudah memahami seluk beluk daerah pegunungan di sana.

“Itu juga salah satu kesulitan yang dihadapi pasukan yang diturunkan ke sana,” tutur Moeldoko.

Kendati begitu, Moeldoko mengakui saat ini Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto telah menerjunkan pasukan khusus TNI untuk menghadapi itu semua.

Selain itu, Moeldoko mengatakan operasi pemberantasan kelompok Ali Kalora ini butuh kerja sama antara TNI dan kepolisian.

Sejauh ini, Operasi Tinombala merupakan operasi kepolisian, sementara TNI sifatnya hanya diperbantukan.

“Kepolisian juga punya keterbatasan, ada batas kemampuan untuk menghadapi situasi medan yang seperti itu,” ujar Moeldoko.

“Jadi sesungguhnya di sini kalau kita berbicara tentang terorisme, tidak saja sekarang yang ada di kota, tapi terorisme juga berada di wilayah-wilayah seperti itu, semuanya butuh kolaborasi antara TNI dengan kepolisian yang lebih baik lagi,” tegasnya.

Intelijen Sedikit Mengungkap

Sebelumnya, seorang sumber intelijen TNI yang menolak disebutkan identitasnya, mengatakan, apa yang terjadi di Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng) merupakan perbuatan yang terkutuk.

Bahkan ketika disinggung mengenai kenapa kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora Cs seolah sulit diberantas, dirinya menolak anggapan tersebut, namun sempat memberikan sedikit informasi penting mengenai Ali Kalora.

Peristiwa pemenggalan dan pembakaran manusia di sebuah Desa wilayah Kabupaten Sigi tersebut merupakan perbuatan biadab Ali Kalora yang tidak dapat dibiarkan.

Ali Kalora, bukan berarti tak tersentuh atau tak dapat diringkus, atau juga bukan tak dapat dilumpuhkan selamanya.

Namun, ada beberapa hal yang memang cukup menyulitkan petugas kala memburunya, dimana yang bersangkutan memahami betul tempat-tempat persembunyian di dalam hutan dan pegunungan di sana.

Akan tetapi, jika nanti berhasil ditemukan serta harus berhadapan dengan petugas, dia yakin 100 persen Ali Kalora dapat dengan mudah dilumpuhkan dalam pertarungan jarak dekat baik dengan tangan kosong maupun senjata tajam.

“Beberapa hari lalu laporannya masuk ke saya (kasus pembantaian sadis di Sigi). Sebenarnya Ali Kalora itu orang biasa dan tidak pandai beladiri (berkelahi),” ujarnya.

Ali Kalora menurutnya hanya memiliki kelebihan memahami seluk beluk hutan dan pegunungan, ditambah sudah mahir menggunakan senjata api setelah dilatih oleh pendahulunya yang sudah terbunuh oleh Satgas Tinombala, yakni Santoso.

“Seingat saya (berdasarkan hasil penelusuran), Ali Kalora itu (sempat) belajar beladiri, tapi hanya sampai sabuk biru karate. Namun dia menguasai medan (hutan dan pegunungan),” tutupnya.

KBRN