GROBOGAN (SUARABARU.ID) – Situasi pandemi tidak membuat objek wisata Candi Joglo kehilangan inovasi. Justru sejak awal pandemi hingga saat ini, pengelola terus melakukan inovasi untuk masyarakat. Salah satunya yaitu dengan pagelaran wayang kulit yang digelar dengan konsep patuh pada protokol kesehatan.
Pertunjukan seni wayang kulit ini digelar dengan lakon “Kembang Dewaretna” yang dipentaskan oleh dalang asal Kabupaten Grobogan Ki Joko Umbaran dan bergantian dengan Ki Pandu CW. Dalam pertunjukan tersebut diceritakan Prabu Dasamuka, Raja Alengka berupaya keras untuk memenangi perang melawan bala tentara kera anak buah Ramawijaya.
Guna menang perang, Dasamuka harus merebut Kembang Dewaretna dari tangan Batara Danaraja atau Batara Kuwera. Namun, saat berusaha mempertahankan, sang Dewa ternyata gagal. Maka, Batara Danaraja menciptakan seekor kera berbulu kuning dari seekor kumbang yang selama ini selalu bersama dengan Kembang Dewaretna.
Kera yang diciptakan ini dinamakan Kapi Pramuja dan diperintahkan mengabdi pada Sri Rama. Setelah menghadap Rama, ia diperintahkan mengambil kembali Kembang Dewaretna yang dirampas Dasamuka.
Lakon “Kembang Dewaretna” ini membuat warga antusias. Mereka yang datang dari beberapa wilayah di Kabupaten Grobogan datang untuk menikmati hiburan gratis yang disajikan di objek wisata tersebut.
Protokol Ketat
Meski ditampilkan di tengah pandemi, pentas tersebut rupanya mendapat pengawalan ketat terkait pemenuhan protokol kesehatan. Hal tersebut dibenarkan pengelola objek wisata Candi Joglo, Muhadi.
“Malam ini, pentas wayang kulit dengan lakon Kembang Dewaretna ini dapat dinikmati secara gratis oleh warga Kabupaten Grobogan. Ini sekaligus menjadi pembuka pentas di tengah pandemi. Meski demikian, pertunjukan ini tetap menggunakan protokol kesehatan ketat. Termasuk letak penonton yang diberi jarak 50 meter dari area pentas, dan dua meter antarpenonton,” jelas Muhadi.
Muhadi menjelaskan, pentas merupakan sebuah kerinduan, tetapi di tengah pandemi ini tidak langsung melupakan protokol kesehatan. Penggunaan alat pelindung diri seperti masker, kemudian pengecekan suhu tubuh serta penonton diminta untuk mencuci tangan sebelum masuk ke arena pertunjukan dan tetap berjaga jarak.
“Kami melindungi penonton dan pelaku seni, agar warga tetap sehat dan pentas tetap dapat digelar,” ujar Muhadi.
Bergantian
Selain pentas wayang kulit juga digelar pentas budaya lainnya, yakni ketoprak dan tayub yang digelar secara bergantian. Hal tersebut dibenarkan Kabid Kebudayaan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata, Kukuh Prasetyo Rusadi.
Pihaknya menjelaskan, kelangsungan hidup kebudayaan itu sangat penting. Namun, upaya penyelamatan dilakukan dengan menjaga kesehatan, seperti menjaga keselamatan pelaku seni budaya dan warga agar tetap mematuhi protokol kesehatan berupa 3M.
“Agar tidak terjadi penumpukan penonton. Kita juga tampilkan pentas secara daring. Pentas disiarkan secara langsung melalui Intagram dan youtube. Dengan begitu, pecinta budaya bisa tetap melihat dari rumah,” tambahnya.
Hana Eswe