Oleh : Hadi Priyanto
JEPARA(SUARABARU.ID) – Saat masyarakat Karimunjawa penuh harap menyambut musim kunjungan wisatawan tahun 2020, tiba-tiba pukulan itu datang. Sebab tanggal 15 Maret 2020, Karimunjawa diumumkan ditutup untuk wisatawan baik wisatawan lokal maupun manca negara.
Tujuannya untuk mengendalikan penyebaran virus corona agar tidak merembet masuk kawasan yang telah menjadi magnet baru pariwisata di Jawa Tengah. Padahal saat itu belum ada satu pun warga Jepara yang diumumkan terkonfirmasi Covid-19.
Tentu larangan berkunjung wisatawan ini mengejutkan sebagian masyarakat Karimunjawa. Bahkan bagai malapetaka. “Sebab mereka baru saja berbenah menyambut datangnya musim kunjungan tahun 2020 yang biasanya mulai ramai pada awal bulan Maret – April,” ujar Arif Setiawan, Ketua Perkumpulan Biro Wisata Karimunjawa.
Apalagi jumlah orang yang berkehidupan dari aktivitas wisata ini cukup banyak. Menurut catatan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jepara, tahun 2019 lalu lebih 1.300 orang menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata.
Mereka bukan saja bekerja di sektor perhotelan, home stay, dan transportasi tetapi juga para pemandu wisata, pengelola perahu wisata, rumah makan, hingga para penjual souvenir dan makanan yang setiap malam mangkal di seputar alun-alun Karimunjawa.
Jumlah ini terus bertambah seiring dengan meningkatnya kunjungan wisatawan. Pada tahun 2018, saat wisatawan yang mengunjungi kawasan tersebut baru 137.834 orang, tercatat 1.015 orang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Jumlah ini meningkat pada tahun 2019 menjadi 147.524 orang.
Memilih kearifan lokal
Kendati demikian tidak ada warga Karimunjawa yang mengekspresikan kegelisahannya dalam bentuk protes, apalagi unjuk rasa. Sebab aparat di tingkat kecamatan seperti Camat, Kapolsek, Danramil, Syahbandar dan Puskesmas cekatan melangkah. Bersama aparat desa, tokoh agama dan tokoh masyarakat mereka cepat meredam kegelisahan agar tak berbuah gejolak.
“Semua jalur komunikasi kami tempuh dengan mengedepankan pendekatan kearifan lokal,” ujar Camat Karimunjawa Nor Soleh Eko Prasetiawan yang kala itu menjabat Sekcam Karimunjawa.
“Kami juga melakukan pemantauan dan pendataan warga lokal yang ke luar masuk Karimunjawa. Juga nelayan dari luar daerah yang setiap hari banyak bersandar di Karimunjawa. Sebelum mereka turun ke darat, wajib diperiksa suhu tubuhnya. Juga disiapkan tempat cuci tangan. Bahkan semua perahu yang bersandar juga disemprot disinfektan,” ujar Nor Soleh Eko Prasetiawan
Namun karena semakin terhimpit, akhirnya muncul juga kegelisahan dan bahkan letupan kecil saat mulai menapaki bulan kedua pasca penutupan. Sebab para pelaku wisata tak lagi memiliki penghasilan. Namun itu semua dapat diredam dengan kearifan lokal.
“Sangkul sinangkul marang bot repot, sikap tolong-menolong ketika ada kesulitan, menjadi kata kunci untuk saling berbagi hingga di Karimunjawa tidak ada yang kelaparan saat pandemi,” terang Camat Karimunjawa. Sikap saiyeg saeka kapti dan saeko praya, gotong-royong dan kerukunan juga menjadi pondasi terpeliharanya suasana penuh kedamaian di tengah ancaman pandemi, tambahnya.
Bak gayung bersambut. Kearifan lokal yang masih terpelihara di Karimunjawa ini mendapat ruang yang semakin luas dalam gerakan Jogo Tonggo yang digagas oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Bahkan gerakan yang berbasis kearifan lokal itu kemudian dilembagakan hingga lebih sistematis dan koordinatif.
Salah satu yang cepat melangkah adalah Desa Karimunjawa. Desa Karimunjawa adalah desa terbesar dan sekaligus pusat pengembangan pariwisata. Desa dengan 4.622 jiwa penduduk yang tersebar di 6 wilayah RW ini, juga menjadi pintu masuk wisatawan.
Menyadari posisi penting ini, Petinggi Karimujawa, Arif Rahman cekatan melangkah. Akhir Mei lalu ia telah menerbitkan Keputusan Petinggi membentuk tim Satuan Tugas Gotong-royong Jogo Tonggo di setiap RW untuk melawan Covid-19.
“Kami ingin memastikan warga secara goyong-royong dan sinergis di bidang kesehatan, ekonomi, sosial, keamanan dan bidang hiburan untuk melawan penyebaran Covid-19,” ujar Arif Rahman. Alhamdulilah, satgas Jogo Tonggo ini mampu mendorong warga saiyeg saeka kapti saeko praya melawan Covid-19, hingga Karimunjawa tetap berada di zona hijau, tambahnya.
Menurut Camat Karimunjawa, Nor Soleh Eko Prasetiawan, wilayah yang dipimpinnya memang satu-satunya kecamatan di Jepara yang zero Covid-19. Dari 10.500 orang lebih jumlah penduduk yang tersebar di 4 desa, tidak ada satu pun yang dilaporkan terkonfirmasi covid-19. Hanya ada dua orang dalam status suspek yang ada di desa Parang dan Karimunjawa yang telah ditangani dengan baik.
Menjaga pintu masuk
Walau pun tidak ada warga yang terkonfirmasi Covid-19, bukan berarti gerakan Joko Tonggo kemudian berhenti tanpa aksi. “Kami kemudian menjadi lebih fokus untuk menjaga pintu masuk Karimunjawa, baik di pelabuhan utama maupun tempat bersandar perahu nelayan di di beberapa titik. Juga di pulau Parang, Nyamuk, Genting dan Kemujan,” ujar Camat Karimunjawa. Di samping itu terus mengedukasi warga agar terus menerapkan protokol kesehatan.
Peran warga luar biasa. Mereka menyadari jika hanya mengandalkan aparat tidak mungkin dapat menjaga Karimunjawa. Sebab ada keterbatasan aparat. Di Karimunjawa aparat Satpol PP 3 orang, Polsek 10 orang dan Koramil 8 orang.
“Karena itu operasi protokol kesehatan kami fokus pada dua desa utama yaitu Karimunjawa dan Kemujan. Di samping itu juga dilakukan pemeriksaan dan pencatatan semua identitas penumpang yang tiba di pelabuhan. Sedangkan desa Parang dan Nyamuk diserahkan kepada Satgas Desa,” ujar Camat Karimunjawa Nor Soleh Eko Prasetiawan. Kami bersyukur, karena sikap guyup semua pemangku kepentingan dan masyarakat akhirnya Karimujawa kembali dibuka untuk kunjungan wisata mulai pertengahan Oktober lalu, tambahnya.
“Namun harus disadari, Karimunjawa baru dibuka terbatas. Karena itu saya mengajak semua fihak untuk tidak menginjak gas terlampau keras,” ajak Bupati Jepara, Dian Kristiandi. Tujuannya agar tidak terjadi kasus penularan Covid-19 dan menjadikan Karimunjawa sebagai cluster baru.
Memang ada sejumlah ketentuan yang diharapkan dapat menjaga kawasan ini tetap berada di zona hijau. Salah satunya adalah ketentuan yang dikeluarkan oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa tanggal 13 Oktober 2020.
“Kami membatasi jumlah pengunjung Taman Nasional Karimunjawa hanya 100 orang setiap minggu. Sedangkan pintu masuknya hanya satu, di pelabuhan Jepara. Juga surat bebas Covid-19 bisa berupa hasil rapid test atau swab test serta larangan pengunjung berisiko tinggi seperti anak, lansia, dan Ibu hamil,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa, Titi Sudaryanti.
Pada tanggal yang sama, Bupati Jepara Dian Kristiandi juga telah mengeluarkan rekomendasi membuka kawasan wisata Karimunjawa secara bertahap dan terbatas.
Dalam rekomendasi ini disebutkan sejumlah ketentuan yang harus ditaati. Mulai mematuhi Peraturan Pembatasan Kegiatan Masyarakat, menerapkan protokol kesehatan, hingga penutupan kembali kawasan jika berdasarkan evaluasi ada yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jangan injak gas terlampau keras
Peringatan Bupati Jepara agar para pelaku usaha wisata dan para pemangku kepentingan lain untuk tidak menginjak gas terlalu keras harus mendapatkan perhatian semua fihak. Sebab yang sedang dihadapi adalah pandemi global yang telah menyebar merata di berbagai kota.
Karena itu di Karimunjawa dilakukan operasi gabungan secara rutin setiap hari. Namun sasarannya adalah warga lokal, sebab wisatawan justru relatif taat pada protokol kesehatan. “Tiap hari terdapat rata-tata 10 – 15 pelanggar protokol kesehatan. Mereka kena sangsi edukatif seperti menyanyikan lagu kebangsaan, menghapalkan Pancasila hingga push up” ujar Kapolsek Karimunjawa, Iptu Slamet.
Sedangkan Taman Nasional Karimunjawa memiliki 50 orang tenaga keamanan. “Mereka dibagi dua shift dan fokus pada 10 obyek wisata yang dikelola BTNK dan potensial dikunjungi wisatawan” ujar Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa, Titi Sudaryanti. Kami ingin memastikan para wisatawan dan juga para pemandu menerapkan protokol kesehatan dan mematuhi ketentuan yang telah diumumkan, tambahnya.
“Penerapan protokol kesehatan sangat penting, sebab yang kita hadapi adalah virus yang memiliki masa inkubasi selama 14 hari. Orang yang datang dan telah mengantongi surat keterangan rapid test dan bahkan swab test belum tentu terbebas sama sekali dari virus ini,” ujar dr Tri Adi Kurniawan, Sp.Paru, M.Kes. FSIR. Penerapan protokol secara ketat menjadi salah satu kunci mempertahankan Karimunjawa tetap dalam zona hijau, tambahnya.
Penerapan protokol kesehatan secara ketat juga mendapatkan dukungan dari tokoh masyarakat Karimunjawa, Sucipto. “Harus dimulai dari pintu masuk di dermaga Pantai Kartini Jepara, utamanya bagi wisatawan. Jangan sampai yang tidak memenuhi syarat diloloskan hingga menimbulkan persoalan saat tiba di Karimunjawa,” tegasnya. Namun tetap harus dilakukan dengan ramah agar terpelihara suasana damai dan kondusif. Caranya mengedepankan kearifan lokal,” pinta Sucipto.
“Tour leader dan guide juga telah diingatkan untuk senantiasa mengajak wisatawan mengikuti protokol kesehatan sebagai sebuah kebutuhan. Cara penyampaiannya juga harus ramah dan baik,” ujar Sholah, Ketua Paguyuban Biro Wisata Jepara
Karena itulah Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jepara, Zamroni Lestiaza, mengajak semua pemangku kepentingan, pelaku wisata, wisatawan dan bahkan masyarakat Karimunjawa untuk menjalankan ketentuan dan protokol kesehatan secara ketat. “Namun perlu dikemas dengan sikap yang arif, ramah, santun dan bahkan bisa disampaikan dengan cara-cara yang menyenangkan,” ujar Zamroni.
Kini masyarakat dan para pemangku kepentingan termasuk pelaku wisata di Karimunjawa sedang diuji. Juga para petugas yang menjaga pintu masuk Karimunjawa di pelabuhan Jepara. Ketaatan terhadap berbagai ketentuan yang mengatur dibukanya kembali kawasan ini menjadi hal yang sangat penting dan mendasar.
Jika gas diinjak terlampau keras hingga mengabaikan protokol kesehatan, bisa saja Karimunjawa tak lagi berada di zona hijau. “Kearifan lokal, sangkul sinangkul marang bot repot, sikap saiyeg saeka kapti dan saeko praya yang selama ini terbukti mampu menjaga Karimunjawa dari keganasan Covid-19, biarlah tetap tumbuh ngrembaka mengantarkan Karimunjawa menyosong masa depannya,” pinta Camat Karimunjawa Nor Soleh Eko Prasetiawan.
Penulis adalah wartawan SUARABARU.ID di Jepara