Oleh Dr KH Muchotob Hamzah MM
Di Arafah, wilayahTimur Tengah ada Jabal Rahmah atau bukit kasih sayang (tempat bertemunya Nabi Adam AS/5872-4942 sm dan Hawwa’) dan Makkah sebagai rumah ibadah pertama yang ada Kakbahnya (QS. 3/96). Al-Quran juga menyebutnya sebagai Ummul Qura = Ibu dari desa-desa (QS. 6/92)
Pantaslah kalau jutaan Bani Adam merindukan desa leluhurnya baik untuk ibadah dan bernostalgia (QS. 14/37). Di tanah sana pula pernah terjadi pembunuhan terhadap Habil oleh kakak kandungnya sendiri, Qabil, demi melampiaskan libido dan eksistensi dirinya (QS. 5/28-9).
Qabil berani melampaui timbangan kehidupan (Mizan, QS. 55/5) yang dilarang oleh Allah SWT. Yaitu kesetimbangan antara ke-Aku-an dan ke-Kita-an.
Budaya membuli keluarga tersebut nantinya diikuti oleh kakak-kakak Nabi Yusuf AS kepadanya atas nama cinta keluarga dekat yang diperintahkan agama dan diterima secara over dosis. Akhirnya persekusi tehadap Yusuf terjadi sebagai saudara lain Ibu.
Pada milenium dua sebelum masehi, Nabi Ibrahim AS (1997-1822 sm) merenovasi Kakbah dan tinggal sementara waktu di sana, sedangkan cucunya dari Bani Ismail (Isma’=dengarkan, Il, Ilahi=Tuhan, 1911-1774 sm) AS tetap berada di Makkah.
Di sisi lain, di Baitul Maqdis tinggal cucu Nabi Ibrahim dari Bani Israil (Isra’=prajurit, Il, Ilahi=Tuhan), alias Nabi Yaqub AS (1837-1690 sm.), kemenakan Nabi Ismail AS.
Di Yerusalem banyak Rasul dari keturunannya, dan yang fenomenal adalah pembawa agama Islam sesi Yahudi (The Old Testament) yaitu Nabi Musa AS (1527-1407 sm) dan Islam sesi Nashrani (The new tesratemen), Nabi Isa AS (1-32 sm). Karena semua agama Allah SWT hakikatnya adalah Islam (QS.22/78).
Akan tetapi, bara pembulian antar agama sering terjadi. Orang Yahudi membuli orang Nashrani dilakukan oleh Raja Zu Nuwas (QS.85/1-10). Demikian pula para pendeta Yahudi yang memprofok Pontius Pilatus untuk membunuh Nabi Isa AS meskipun gagal.
Terus Berlanjut
Setelah lahir sesi akhir Islam (The Last Testament) yang dibawa Nabi Muhammad SAW, orang Yahudi, mayoritas mereka berkonsensus dan bersinergi dalam negara Madinah dengan menyepakati konstitusinya. Nasranipun bergabung setelah amandemen konstitusi.
Menjelang wafat Rasul, Rumawi (Nashrani/Barat) siap menyerang Madinah sehingga terjadi perang Tabuk. Setelah berabad-abad lamanya, (1948) Yahudi berkoalisi dengan Nasrani menghadapi Islam dengan mencaplok tanah Palestina.
Perang enam hari (1967) dan perang benteng Barlev, (1973) tidak merubah posisi negeri muslim kecuali menambah perpecahan politik internal.
Tragisnya, perpecahan politik tersebut dibalut dengan jubah Islam era klasik antara Khawarij, Sunni dan Syii. Doktrin Khawarij yang mengkafirkan sesama muslim mengalir dari hulu ke hilir, dari Abdullah Ar-Rasibi di Haruri kepada Abdul Wahhab bin Rustum (Khawarij), kepada Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, Sayid Quthub (Ikhwanul Muslimin), Syukri Musthafa (Jamaatut Takfir Wal-Hijrah), Abu Bakar al-Baghdadi (ISIS), kelompok-kelompok sempalan kecil termasuk di Indonesia. Di kelompok Syiah pernah lahir pembunuh dengan nama Hassyaasyiyin.
Kerentanan ideologi takfir bisa diambil contoh Saudi-Wahabi. Muhammad bin Abdil Wahhab telah menjadikan klan Saud sebagai mitra membangun kekuasaan dan agama.
Sampai ia rela negaranya dinamakan Saudi Arabia sebuah nama diri yang nyaris sebagai bentuk kultus individu. Rela membentuk negara kerajaan monarchi tanpa dewan Syuro (parlemen) yang sudah dinasakh oleh Nabi SAW karena mencontoh sahabat Muawiyah RA.
Ibn Abdul Wahhab tidak menyangka kalau murid jauhnya, kelompok Juhaiman al-Utaibi berani mengkafir-kafirkan raja Khalid dan klannya serta menguasai Masjidil Haram. Penulis Rusia Yaroslav Trofimov menyatakan andaikata saat itu sudah ada media komunikasi seperti sekarang, Utaibi bisa jadi menguasai dunia muslim.
Bara api yang mengatas namakan agama masih terus berlanjut sampai hari ini. Di Siria, Iraq, Saudi, Yaman dsb. Semoga cepat berakhir… Wallaahu A’lam bis-Shawaab!
Penulis : Dr KH Muchottob Hamzah MM, Rektor Unsiq Jateng di Wonosobo