Fakultas Hukum (FH) Unissula meminta keberadaan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung (SK KMA) No 73/KMA/HK.01/IX/2015 Tentang Sumpah Advokat untuk dicabut.
Sebab menurut Dekan FH Unissula Dr Jawade Hafidz SH MH, SK tersebut dianggap bertentangan dengan UU Advokat No 18 Tahun 2003.
Termasuk juga menghambat upaya menuju wadah tunggal profesi advokat di Tanah Air.
Demikian dikemukakan Dekan FH Unissula Dr Jawade Hafidz Selasa (24/12/2024) dalam diskusi grup terarah di Kampus Kaligawe Raya.
Sebelumnya, kata dia, Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) berlangsung selama dua hari, 5-6 Desember 2024, di Jimbaran, Bali.
Dalam Rakernas yang bertajuk “Penguatan Peradi sebagai State Organ dan Satu-satunya Organisasi Advokat Indonesia”, muncul keinginan Wadah Tunggal agar advokat lebih berkualitas.
Dalam Rakernas tersebut, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan bahwa Peradi merupakan state organ, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. “Peradi sebagai state organ harus satu, tidak bisa dua,” ujar Yusril.
Ia juga menyoroti perdebatan panjang terkait SK KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015, yang dinilai menjadi penghambat tercapainya sistem single bar advokat.
Sementara itu Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan, juga menyatakan pentingnya mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan terkait SK tersebut. “Kita harus berani mengambil keputusan untuk membuka diri, menerima mereka, dan berkolaborasi agar tujuan single bar bisa tercapai,” ujarnya.
Rakernas Peradi ini dihadiri oleh ratusan peserta dari 192 cabang se-Indonesia. Diharapkan hasil dari forum ini dapat memberikan rekomendasi yang jelas untuk menyelesaikan permasalahan hukum terkait SK KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 dan mendorong penguatan Peradi sebagai state organ yang independen dan berintegritas.
Dr Jawade Hafidz menilai pandangan Yusril dan Otto Hasibuan sangat relevan dengan kebutuhan reformasi organisasi advokat di Indonesia. Ia menegaskan bahwa keberadaan SK KMA No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 telah menciptakan dualisme dan ketidakpastian hukum dalam pengangkatan advokat. Karena mengakibatkan menjamurnya organisasi advokat yang tidak berwenang mengadakan PKPA dan UPA.
Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan prinsip dasar UU Advokat yang mengamanatkan penguatan organisasi advokat sebagai satu-satunya wadah profesi advokat di Indonesia. Serta membuat menurunnya kualitas advokat karena lahir dari proses yang tidak terkontrol melalui organisasi advokat yang tidak jelas.
Sementara itu dalam diskusi grup di Unissula mengundang Wakil Dekan Dr Widayati dan Dr Deni Suwondo untuk memaparkan kajian akademi.
Selain itu juga meminta pendapat maupun argumentasi dari para pakar hukum FH Unissula yang menjadi pengelola pusat kajian akademi dan bantuan hukum.
Misal Ketua Pusat Laboratorium Hukum dan Mediasi Dr HD Djunaedi dan sekretaris Dr M Aris Siswanto.
Lalu Ketua Pusat Studi Kajian Anti Korupsi Dr Muhammad Taufiq dan Sekretaris Dr Toni Triyanto.
Kemudian pula Ketua Pusat Studi Kepolisian dan Kejaksanaan Dr Ahmad Hadi Prayitno dan sekretaris Dr Dwi Wahyono.
Selebihnya terdapat para dosen dan pegiat hukum menyampaikan pandangannya.
Menurut Jawade keberadaan SK KMA ini telah menciptakan dualisme dan ketidakpastian hukum dalam pengangkatan advokat.
Di sisi lain menjamur organisasi advokat yang tidak berwenang mengadakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dan ujian profesi advokat (UPA).
Kondisi ini bertentangan dengan prinsip dasar UU Advokat yang mengamanatkan penguatan organisasi advokat sebagai satu-satunya wadah profesi advokat di Indonesia.
Selebihya membuat kualitas advokat menurun karena lahir dari proses yang tidak terawasi melalui organisasi advokat yang tidak jelas.
Pihaknya juga menekankan sinergi antara Peradi, MA, dan pemerintah strategis mendukung terciptanya sistem advokat yang profesional dan terintegrasi.
Ditegaskannya reformasi ini akan memperkuat posisi Indonesia di tingkat global.
Adanya langkah konkrit seperti pencabutan SK KMA tersebut, dapat dibangun organisasi advokat yang solid dan sejalan dengan prinsip single bar.