blank
Menghadapi datangnya musim penghujan, jajaran TNI-Polri, BPBD Wonogiri bersama relawan siaga bencana, dan pihak terkait serta warga masyarakat, melakukan kerja bakti membersihkan aliran Kali Karawang, Wonokarto, Wonogiri, sebagai upaya mengantisipasi bencana banjir.(Pendim 0728 Wonogiri)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Dalam hitungan Pranata Mangsa, terhitung mulai dari Tanggal 14 Oktober sampai dengan 9 Nopember 2024 mendatang, masuk Mangsa Kalima. Memiliki Candra (sebutan) Pancuran Emas Sumawur Ing Jagad.

Dalam Buku Horoskop Jawa Misteri Pranata Mangsa (Ki Hudoyo Doyodipiro Occ), disebutkan siklus Mangsa Kalima ditandai hawa sejuk, langit diselimuti mendung, musim buah mangga. Menjadi pertanda datangnya awal musim penghujan, yang kadang disertai angin kencang, hujan lebat dan banjir. Bersamaan itu, ular pada keluar dari liang persembunyiannya.

Di Kabupaten Wonogiri, datangnya Mangsa Kalima sempat ditandai kemunculan adanya bencana puting beliung di Kecamatan Girimarto. Bencana hujan angin ini, menumbangkan pepohonan dan merusak rumah hunian warga (suarabaru.id, Senin 14 Otober 2024). Bencana serupa, juga dilaporkan terjadi di Desa Kedungrejo, Kecamatan Nguntoronadi dan di Desa Manjung, Kecamatan Wonogiri Kota.

Pranata Mangsa, merupakan sistem penanggalan (kalender) yang dikaitkan dengan aktivitas pertanian. Dalam kurun setahun, dibagi menjadi 12 mangsa. Yakni Kasa, Karo, Katelu, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasadasa, Desta dan Saddha. Ini menjadi pedoman kaum agraris dan nelayan, untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan.

Kalender Pranata Mangsa disusun berdasarkan pada pada peredaran Matahari. Kalender ini, memiliki 1 siklus (setahun) dengan periode 365 hari atau 366 hari. Memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya, yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani, maupun persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, banjir, wabah penyakit, serangan hama pengganggu tanaman) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu.

Petani

Penanggalan seperti ini, juga dikenal oleh suku bangsa lainnya di Indonesia, seperti pada Etnik Sunda dan Bali. Di Pulau Dewata, dikenal sebagai Kerta Masa. Beberapa tradisi Eropa, juga mengenal pula penanggalan pertanian yang serupa, seperti misalnya pada Etnik Jerman yang mengenal Bauernkalender atau penanggalan untuk petani.

Budayawan Jawa peraih anugerah Bintang Budaya Kanjeng Raden Arya (KRA) Drs Pranoto Adiningrat MM, menyatakan, Pranata Mangsa merupakan bagian dari local wisdom yang tumbuh dalam masyarakat. Pranoto yang Abdi Dalem Keraton Surakarta ini, menyebutkan, Pranata Mangsa menjadi pedoman musim, yang diawali dari Mangsa Kasa versi Tahun Baru Jawa.

Yang untuk tahun ini, Tahun Baru Jawa diawali Tanggal 22 Juni 2024 (Sabtu Kliwon). Bukan berdasarkan Tanggal 1 Sura Tahun Je 1958 yang jatuh Senin Legi (8 Juli 2024) sebagaimana versi Kalender Sultan Agungan. Yakni kalender yang memadukan Tahun Baru Saka dari India yang mendasarkan pergerakan matahari (solar) dengan Tahun Hijriah atau Kalender Islam yang mendasarkan pergerakan bulan (lunar).

Kata Pranoto, tentang banyak sedikitnya curah hujan, itu pedomannya menganut pada hari datangnya Tanggal 1 Sura. Persoalannya sekarang, memakai Tanggal 1 Sura versi Kalender Pranata Mangsa atau menggunakan Kalender Sultan Agungan ? Bila memakai versi Pranata Mangsa, Sabtu Kliwon, sebutannya Tumpak Menda (Tahun Kambing), yang diprediksi setahun ke depan air hujan kurang. Tapi kalau mengacu pada 1 Sura versi Sultan Agungan, yakni Senin Legi, sebutannya Soma Wicitra (Tahun Cacing) banyak hujan.

Berdasarkan hari datangnya Tanggal 1 Sura, ada tujuh petung (hitungan) memprediksi banyak sedikitnya curah hujan. Bila Tanggal 1 Sura jatuh Hari Minggu sebutannya Dite Kenaba (Tahun Kelabang), kurang hujan. Bila Senin, Soma Wicitra (Tahun Cacing), banyak hujan. Selasa, Anggara Rekhata (Tahun Kepiting), banyak hujan. Rabu, Budha Mahesa (Tahun Sapi), kurang hujan. Kamis, Respati Mintuna (Tahun Mimi), hujan sedang. Jumat, Sukra Mangkara (Tahun Udang) banyak hujan dan Sabtu, Tumpak Mnedha (Tahun Kambing) hujan kurang. (Bambang Pur)