Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Semarang, Arif Agung Prasetya melakukan pendampingan terhadap AKH. Foto: Dok/Humas (7/5/2024)

Dalam kasus ini MH telah disangka melakukan tindak pidana membawa senjata tajam Pasal 2 (1) UU Darurat No. 1 Tahun 1951.

Pada saat penggalian data, Arif mendapatkan informasi bahwa MH membawa senjata tajam berupa celurit sepanjang 1,5 meter yang akan digunakan untuk tawuran antar gangster di Jembatan Kudu, Kota Semarang. MH mengaku dalam pengaruh miras dan diajak oleh temannya melalui WhatsApp untuk melakukan tawuran.

Menurut Arif, faktor lain yang mempengaruhi MH terjerumus dalam perbuatan ini karena kurangnya pengawasan orang tua.

“Berdasarkan hasil wawancara, orang tua kandung MH sudah lama bercerai. Saat ini MH tinggal bersama ibu dan ayah tirinya. Mereka cenderung memanjakan MH. Mereka (ibu dan ayah tirinya) tidak pernah memarahi MH apabila keluar rumah untuk nongkrong, meski sampai jam 2 malam. Bahkan MH minum-minuman keras di dalam rumah pun dibiarkan. Hal ini menjadi titik awal klien kami mengalami perubahan psikososial ke arah negatif,” ungkap Arif.

Menurut Arif, keluarga seharusnya menjadi benteng pertahanan pertama agar anak tetap berkelakuan baik. Keluarga biasanya menjadi contoh pertama bagi anak.

“Selain memberikan contoh yang baik, keluarga khususnya orang tua harus melakukan pengawasan dan kontrol terhadap perkembangan dan pergaulan anak,” tandasnya.

Ning S