blank
Pengunjung dinner di Rumah Makan (RM) Baliku di Pantai Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, didominasi wisatawan domestik.(SB/Bambang Pur)

DENPASAR (SUARABARU.ID) – Bali tidak boleh sombong. Sebagai destinasi wisata yang mendunia, tidak boleh meremehkan wisatawan domestik. Demikian otokritik yang disampaikan Pemandu Wisata, I Wayan Wili, dari Tour and Travel Rajawali.

Otokritik atau autokritik, dipahami sebagai sebuah kritik yang diberikan ke diri sendiri, bertujuan untuk melakukan perbaikan. Kata Wayan, kesombongan Bali yang bergelar God is Island ini, pernah ditunjukkan pada era 1970 sampai dengan 1990-an.

”Dulu ada sejumlah restoran atau rumah makan, hotel, bar dan cafe, yang hanya menerima kedatangan wisatawan asing saja,” ujar Wayan. Ini berkait erat dengan uang orang asing memakai dolar, yang nilainya jauh berlipat lebih besar dibandingkan dengan mata uang rupiah.

Otokritik Wayan tersebut, tercetus saat memandu rombongan DPRD bersama awak media asal Kabupaten Wonogiri yang melakukan studi banding ke Tabanan dan Badung, Bali. Rombongan dipimpin Wakil Ketua DPRD Wonogiri Siti Hardiyani dan Ketua Badan Kehormatan (BK) Sardi. Ikut serta dalam acara ini, Sekretaris DPRD Gatot Siswoyo dan Kabag Persidangan Sunardi berasama sejumlah staf. Studi banding dilakukan Tanggal 1 sampai dengan 4 Maret 2023.

I Wayan, putera aseli Bali, mengaku sejak usia 14 tahun telah belajar menjadi guide. ”Betapa senangnya ketika itu saya diberi uang 30 dolar sebagai ongkos menunjukkan arah tujuan orang bule,” tutur alumnus Fakultas Sastra Inggris Universitas Udayana ini mengenang masa kecilnya.

Sikap menomorsatukan pelayanan kepada wisatawan asing, menjadi padam ketika terjadi tragedi Bom Bali. Yakni pada Tahun 2002 dan Tahun 2005. Sebagaimana diketahui, dua kali Bom Bali, merenggut nyawa sebanyak 203 jiwa dan 209 korban luka-luka atau cedera. Kebanyakan korban adalah wisatawan asing. Kejadian itu, dicatat menjadi peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Covid-19

Terlepas dari tragedi maut bom teroris tersebut, wisata Bali kembali terpuruk bersamaan dengan adanya pandemi Covid-19 di Tahun 2021-2022.

blank
Rombongan yang melakukan acara dinner di Rumah Makan (RM) Pantai Jimbaran, Kuta, Badung, Bali, disuguhi hiburan live musik yang menampilkan aneka lagu dan tembang.(SB/Bambang Pur)

Betapa potensi wisatawan lokal tidak boleh diremehkan, meski transaksinya memakai mata uang rupiah ?. Jujur saja, tandas Wayan, yang membesarkan toko oleh-oleh yang menjamur di Bali, termasuk Jogger dan Krishna, itu wisatawan lokal. ”Bukan wisatawan asing,” tegasnya.

Otokritik Wayan tersebut kiranya ada benarnya. Sembilan tahun lalu, Wartawan Bambang Pur yang berkunjung ke Bali, mendapati rumah makan tepi laut di Pantai Jimbaran, didominasi oleh wisatawan asing yang melakukan dinner.

Tapi awal Bulan Maret 2023 lalu, makan malam di Pantai Jimbaran banyak didominasi wisatawan domestik untuk menikmati menu sea food. Bedanya, sekarang tidak ada bakul asongan yang menawarkan mutiara secara kelilingan.

”Kami dilarang berjualan mutiara kelilingan di sini, gantinya diberikan kesempatan berjualan jagung bakar,” tutur Deny. Ada 12 orang penjual jagung bakar tersebar di 24 rumah makan Pantai Jimbaran. Pria asal Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), ini mengaku telah 24 tahun merantau ke Bali.

Sektor pariwisata memberikan kontribusi besar dalam perolehan Pendapatan Aseli Daerah (PAD), diungkapkan wartawan senior Bali, I Nyoman Sarmawa. ”PAD Kabupaten Badung mencapai Rp 5,5 triliun dari total APBD-nya sebanyak Rp 7 triliun,” ujarnya.

Bambang Pur