“Tidak perlu membahas soal biogas lebih dahulu pak. Yang jadi persoalan saat ini adalah proyek itu tidak tepat,” ujar Yudi Indras.
Selain keduanya, juga hadir lurah Pongangan dan Nongkosawit, perwakilan dari Distaru selaku dinas pengguna anggaran dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang.
Yudi menyampaikan, persoalan kedua adalah proyek itu sudah dijalankan selama kurang lebih tiga pekan meski belum ada Amdal dan IMB. Hal itu diketahui ketika diadakan rapat kali pertama usai warga protes.
“Belum ada UKL/UPL, disampaikan baru proses. Padahal itu sebagai syarat untuk mendapatkan IMB. Hendaknya pemerintah mendidik warganya dengan baik. Belum ada IMB kok mau mendirikan bangunan,” tandasnya.
Saat ditanyakan pada perwakilan DLH yang hadir, juga dibenarkan jika UKL/UPL masih proses. Untuk itu, Yudi Indras meminta proyek tersebut disetop. Selain perizinan yang belum ada, juga menuai penolakan dari warga Dusun Randusari Kelurahan Nongkosawit.
Sayangnya, usai kegiatan, perwakilan dari Distaru selaku penanggungjawab anggaran enggan memberikan keterangan. “Nanti kami sampaikan dulu hasil dari kegiatan ini pada pimpinan. Pimpinan yang memutuskan,” katanya.
Usai ramai pembahasan regulasi pembangunan kandang sapi itu, sosialisasi “Pembangunan Instalasi Biogas Limbah Ternak Sapi” tak dilanjutkan.
Sebelumnya, warga Dusun Randusari Kelurahan Nongkosawit menolak pembangunan kandang sapi yang direncanakan oleh Pemkot Kota Semarang. Penolakan dilakukan dengan menyetop aktivitas pekerja proyek dan membentangkan spanduk penolakan.
Ada tiga alasan penolakan. Pertama, tak ada sosialisasi. Kedua, kandang sapi yang berdekatan dengan permukiman dinilai tidak tepat. Ketiga adalah warga mempertanyakan izin dan AMDAL untuk pembangunan kandang sapi tersebut.
Hery Priyono