Widiyartono R.
Kabut Kayangan
Kabut menebal dan basah
Di antara bebatuan artifisial
Batu mina burung dan kuda
Menembus pepohon nangka
Kopi panas mendingin tiba-tiba
Sebelum sebatang rokok menyala
Juga seduhan teh rempah panas
Tinggal tersisa hangat jahenya
Kabut perlahan membuka
Petak-petak ladang mulai bisa dipandang
Gerimis pun sudah mereda
Tampak jelas buah nangka tergantung di batangnya
Perempuan setengah baya
Menyeruput tetes terakhir kopinya
Lalu mengangkat tas meninggalkan meja
Menyibak sisa kabut kayangan
Mg. 9102022
Pertemuan Kamis Malam
Diskusi ini memusingkan kepala
Kerna sejatinya aku tak kuasa
Ada di dalam pertemuan ini
Karena keterbatasan diri
Aku tidak akan bertanya
Apalagi mendebatnya
Aku hanya mencoba mengerti
Dengan cara merendahkan diri
Materi ini memang berat
Tetapi aku tak boleh pergi
Kerna kutak ingin terjerat
Oleh sesuatu yang tak kumengerti
mugassari, 280722
Penantian
Lembaran kecil berisi nomor antrean
Telah diserahkan ke dalam ruangan
Di luar kursi tertata berjajar
Dan wajah-wajah tua tampak berusaha sabar
Ketika selot pintu bergerak
Semua yang menunggu mendongak
Lalu kembali menunduk
Yang namanya belum dipanggil disilakan duduk
Begitu menit demi menit berlalu
Lalu jam demi jam lewat
Angka antrean makin panjang
Tetapi selot pintu terasa kian jarang bergerak
Orang-orang tetap menanti
Dengan kesabaran yang makin dipaksakan
Satu dua bahkan meninggalkan ruangan
Karena sedari pagi hingga jelang petang
Ada yang mengaku belum sempat makan
William Booth, 3092022
Stasiun Poncol
Gerimis meriwis malam itu
Jarum jam terus berjalan
Lelaki berlari menembus hujan
Di loket penjualan tiket
Perempuan manis menyapa ramah
Menanya tujuan ke mana
Tiket ‘go show’ masih tersedia
Berderit rel beradu roda kereta
Penumpang masuk diperiksa
Tak seketat waktu sebelumnya
Meski pandemi belum sepenuhnya reda
Setengah berlari sang lelaki
Menyeberang menuju sepur tiga
Kereta malam sudah berjaga
Petugas PPKA meniup peluitnya
Semboyan tiga lima menggema
Rel beradu dengan roda
Yang mulai bergerak pelan tapi nyata
Lelaki duduk menghela nafas lega
Esok pagi sudah dinanti
Melanjutkan perjalanan ke negeri Amboina
Sm. 100722
Terminal Tanjung Priuk
Deru mesin tak pernah putus
Bus keluar-masuk terus-menerus
Makelar dan calo mengadang
Orang-orang yang datang
Harapnya semoga mereka calon penumpang
Sudah lewat jam tapi bus tak jua datang
Bertanyalah calon penumpang
Pada petugas loket yang tetap tenang
Jawabnya ringan dan pasti tak melegakan
: Jalan macet bus belum nyampai
Tunggu saja sampai bus datang
Nanti pasti saya akan bilang
Penumpang pun menunggu dengan tak tentu
Karena telepon berdering bertanya selalu
Bus berangkat jam berapa
Atau sekarang sampai di mana
Dalam keriuhan terminal
Pengamen berdendang
Menyanyi bergoyang-goyang
Taman di terminal dia jadikan
Panggung hiburan
Dipanggilnya orang yang lalu-lalang
Disorong mik diajak berdendang
Dipandu youtube di ponsel
Berkait bluetooth di kotak pelantang
Tukang kopi menuang air panas
Menyorongkan ke pemesan gelas per gelas
Menyeruput kopi menurunkan tensi
Agar bisa sabarkan hati
Menunggu bus yang yang jamnya tak pasti
Tanjung Priuk, 172022
Widiyartono R., suka menulis puisi, cerpen, artikel, wartawan suarabaru.id