SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pemulihan ekonomi Jawa Tengah pada triwulan II 2022 berlangsung lebih kuat dimana perekonomian Jateng tumbuh 5,66%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,12% dan lebih baik dibandingkan perekonomian nasional yang mencapai 5,44% (year-on-year / perbandingan pertahun).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah, Rahmat Dwi Saputra, mengatakan, sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah berasal dari konsumsi rumah tangga (RT) dan Ekspor luar negeri jika berdasarkan sisi pengeluaran.
Sementara dari sisi lapangan usaha (LU), sumber pertumbuhan terbesar PDRB Jawa Tengah berasal dari LU transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta pertanian.
“Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga (RT) dan ekspor luar negeri merupakan sumber pertumbuhan ekonomi ditriwulan II 2022, sementara konsumsi pemerintah dan investasi masih terkontraksi,” katanya saat memberi keterangan pers, Selasa (9/8/2022).
Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 6,14% (yoy) dan memberikan andil sebesar 3,62%. Perbaikan konsumsi RT seiring dengan peningkatan konsumsi pada periode bulan puasa dan Idul Fitri, liburan sekolah, dan peningkatan mobilitas masyarakat paska pelonggaran PPKM.
Selain itu, sejumlah kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia seperti relaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), loan to value (LTV) properti dan kendaraan bermotor, serta Insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), juga turut menjaga perbaikan konsumsi.
“Ekspor luar negeri tumbuh sebesar 35,01%, didorong oleh peningkatan ekspor migas sebesar 136,05%. Sementara itu, ekspor non migas Jawa Tengah tumbuh sebesar 22,94% termoderasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 30,37%,” katanya.
Moderasi ekspor non migas disebabkan oleh penurunan ekspor produk kayu dan furnitur akibat kendala sertifikat ecolabel Forest Stewardship Council (FSC), dan penurunan permintaan negara mitra dagang terutama Amerika Serikat.
Sementara itu, impor luar negeri Jawa Tengah melambat (dari tumbuh 14,69% menjadi 9,00%, terutama pada impor bahan baku dan barang konsumsi. Selanjutnya, konsumsi pemerintah masih mengalami kontraksi 3,55%, lebih dalam dari triwulan sebelumnya sebesar -1,16%.
Hal tersebut disebabkan oleh penurunan belanja barang dan jasa sebagai dampak penyesuaian kontrak pengadaan barang dan jasa akibat kenaikan PPN 11%, serta keterbatasan ketersediaan barang pada e-catalog. Kinerja investasi juga terkontraksi 0,66% lebih dalam dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai -0,24%.
Dari sisi domestik, kontraksi investasi disebabkan oleh penundaan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) diantaranya akibat perubahan desain, serta penerbitan izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
“Dari sisi eksternal, investor cenderung wait and see akibat ketidakpastian kondisi global paska normalisasi suku bunga kebijakan bank sentral Amerika Serikat,” kata Rahmat lebih lanjut.
Dari sisi lapangan usaha (LU), sumber pertumbuhan terbesar PDRB Jateng berasal dari LU transportasi dan pergudangan (tumbuh 89,34%), serta LU penyediaan akomodasi dan makan minum (tumbuh 18,44%), seiring penerapan kebijakan pelonggaran mudik.
LU pertanian juga menjadi sumber pertumbuhan dengan tumbuh 4,93%, didorong oleh panen jagung di wilayah sentra Jawa tengah dan implementasi indeks pertanaman IP400 pada tanaman padi.
Namun demikian, kinerja LU industri pengolahan sebagai LU utama Jawa Tengah melambat, dari tumbuh 4,78% pada triwulan lalu menjadi 4,06% pada triwulan ini.
Perlambatan tersebut disebabkan oleh permintaan global yang cenderung menurun akibat kenaikan inflasi pada negara mitra dagang Jawa Tengah terutama Amerika Serikat, serta sikap proteksionisme beberapa negara produsen pupuk dan pangan.
Sektor utama Jawa Tengah yang lain yaitu LU perdagangan tumbuh 3,30%, juga melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (3,82%), disebabkan rata-rata penjualan stok ramadhan sudah terjual pada triwulan I 2022.
“Ke depan, pemulihan ekonomi Jawa Tengah diprakirakan terus berlanjut didukung oleh Covid-19 yang terkendali dan peningkatan mobilitas masyarakat,” katanya.
Namun demikian, Rahmat menjelaskan, perbaikan ekonomi diperkirakan tidak sekuat proyeksi sebelumnya, disebabkan ekspor yang masih tertahan, kenaikan harga energi dan pangan global, serta proteksionisme ekspor beberapa negara produsen pangan dan pupuk.
Sejalan dengan moderasi perekonomian global tersebut, permintaan eksternal diperkirakan lebih rendah sehingga sumber pemulihan perekonomian lebih ditopang oleh permintaan domestik.
Prospek Jawa Tengah yang memiliki kawasan industri terpadu diharapkan mampu menarik investor dalam merelokasi industri maupun investasi teknologi terkini. Selanjutnya, peran stimulus fiskal dan realisasi program pemerintah akan berkontribusi positif sebagai penyangga pemulihan ekonomi.
“Untuk melanjutkan tren pemulihan ekonomi Jawa Tengah yang berkesinambungan, diperlukan langkah nyata dan sinergi kebijakan dalam mempertahankan produktivitas sektor-sektor utama dan menjaga iklim investasi tetap kondusif,” pungkasnya.
(hery priyono)