blank
Makam Ibu Mas Semangkin, di Desa Mayong Lor, Kabupaten Jepara.

Oleh: Khanif Hidayatullah

JEPARA (SUARABARU.ID)- Roro Ayu Mas Semangkin atau yang dikenal dengan Kanjeng Ibu Mas Semangkin merupakan seorang senopati perang kerajaan Mataram Islam yang bertugas di kawasan lereng Muria. Rr. Ayu Mas Semangkin adalah putri dari Sunan Prawoto, Sultan ke-4 kerajaan Islam Demak Bintoro.

blank
Situs Purbakala yang berada di area makam Ibu Mas Semangkin.

Pasca perebutan kekuasaan yang telah menewaskan Sunan Prawoto dan istri, Ratu Kalinyamat selaku saudarinya berperan dalam menyatukan keluarga kerajaan Demak. Ratu Jepara tersebut menjadi ibu asuh dari putra dan putri mendiang Sunan Prawoto yaitu Arya Pangiri, Rr. Ayu Mas Semangkin, dan Rr. Ayu Mas Prihatin. Keluarga raja berpindah dari Puri Prawoto ke Istana Kalinyamat Jepara.

Sejak belia, sebagai anak angkat Ratu Kalinyamat Rr. Ayu Mas Semangkin telah mendapatkan pelbagi pelajaran di lingkungan kraton. Rr. Ayu Mas Semangkin berlatih pendidikan keprajuritan yang digeladi langsung oleh para tamtama militer pemerintahan Kalinyamat. Selain itu, Rr. Ayu Mas Semangkin juga mendalami ilmu agama, ilmu kanuragan, dan ilmu kebatinan.

Pendidikan dan pelatihan Rr. Ayu Mas Semangkin yang intensif membawanya menjadi seorang prajurit yang unggul dan pilih tanding. Atas pencapaiannya ia kemudian diangkat menjadi senopati wanita di Kerajaan Kalinyamat.

Ketika sudah dewasa, Rr. Ayu Mas Semangkin beserta Rr. Ayu Mas Prihatin keduanya menjadi istri Raden Sutowijoyo yang kelak menjadi raja pertama Mataram Islam yang dikenal dengan Panembahan Senopati. Rr. Ayu Mas Semangkin mengikuti suaminya bertempat tinggal di Pajang. Di pusat pemerintahan baru tersebut Rr. Ayu Mas Semangkin meningkatkan ilmunya dengan mengikuti pelatihan kemiliteran bersama dengan para pasukan pertahanan Pajang.

Pada 1570-an, Ki Gede Pemanahan (Ayah Panembahan Senopati) menjadi pemimpin daerah baru, karena mendapatkan Hutan Mentaok atas suksesi sayembara terdahulu. Keluarga besar Ki Gede Pemanahan berpindah dari Pajang di pemukiman baru yang dibangun yang dikenal sebagai Kotagede Mataram.

Wilayah Mataram Islam mulai berkembang pesat. Tahun 1587, Panembahan Senopati mengukuhkan dirinya menjadi seorang raja pertama kerajaan Islam Mataram. Pemerintahan baru di Jawa tersebut melakukan perluasan pengaruh politik ke berbagai wilayah.

Pada masa awal pemerintahan Mataram terjadi kerusuhan yang dilakukanan oleh sisa-sisa pasukan Surengpati Jipang. Kekacuan dan kerusuhan banyak terjadi di wilayah utara yaitu kawasan lereng Gunung Muria (Pati-Jepara).

Mengingat Jepara adalah tempat dimana Rr. Ayu Mas Semangkin dibesarkan dan dididik pada lingkungan Kraton Kalinyamat, ia mengajukan diri turun ke palagan menjadi senopati perang Mataram. Sebelumnya, Raja Mataram tidak merestui karena pertimbangan keselamatan Rr. Ayu Mas Semangkin. Akan tetapi, keyakinan dan keteguhan Rr. Ayu Mas Semangkin akhirnya ia direstui untuk menumpas kerusuhan yang terjadi di wilayah utara. Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin bersama tamtama Ki Brojo Penggingtaan dan Ki Tanujayan.

Pemberangkatan Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin yang bertugas menumpas kekacuan dan kerusuhan sekaligus bersama dengan pasukan empat perwira yang dipimpin oleh KRT Cinde Amoh, KT Roro Meladi, KRT Candang Lawe, dan KRT Samirono yang ditugasi untuk mengatasi pemberontakan Adipati Joyokusumo (Adipati Pragola I). Peristiwa ini berlangsung pada sekitar tahun 1600.

Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin menuju palagan untuk mengehentikan kekacuan dan kerusuhan yang mengakibatkan ketidaktentraman masyarakat. Himpunan kekuatan Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin akhirnya dapat menumpaskan para perusuh yang telah melakukan tindak kejahatan di kawasan lereng Muria.

Penuntasan yang selanjutnya, penggabungan kekuatan Rr. Ayu Mas Semangkin bersama pasukan empat perwira yang ditugaskan menumpas pemberontakan. Pasukan Mataram menuju wilayah para pemberontak. Kekuatan pasukan gabungan Mataram tersebut berhasil mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh Bupati Pati Adipati Joyokusumo.

Kesuksesan pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin, para tamtama, para perwira di kawasan lereng Muria mampu menjaga stabilitas politik negara. Keberhasilan para pejuang dalam menumpas kejahatan dapat mengembalikan ketenangan dan ketentraman bagi masyarakat yang sebelumnya penuh dengan kekacauan, kerusuhan, dan pemberontakan.

Setelah menyelesaikan tugas kerajaan yang diemban, Rr. Ayu Mas Semangkin dan pasukannya tidak langsung kembali ke Mataram. Ia memutuskan untuk mendirikan pesanggrahan di sekitar barat daya Gunung Muria. Sedangkan, pasukan empat perwira memilih untuk tinggal di Sukolilo.

Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin beserta tamtama Ki Brojo Penggingtaan dan Ki Tanujayan memulai membabat hutan yang masih rimbun pepohonan. Pemukiman dibangun di tanah dataran rendah subur yang ditepi aliran sungai. Pemukiman tersebut kelak menjadi desa yang ramai yang dikenal dengan nama Desa Mayong.

Pembangunan pemukiman oleh pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin sebagai upaya untuk menjaga stabilitas kawasan Muria. Seiring waktu, didirikanlah padepokan untuk mengembangkan berbagai ilmu. Rr. Ayu Mas Semangkin, Ki Brojo Penggingtaan, Ki Tanujayan menjadi guru bagi masyarakat dalam mendalami ilmu agama, ilmu pertahanan, dan ilmu kehidupan. Selain dari pasukan Mataram sendiri, padepokan Rr. Ayu Mas Semangkin banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah untuk mencari ilmu.

Rr. Ayu Mas Semangkin bersama Ki Brojo Penggingtaan dan Ki Tanujayan menjalin hubungan baik dengan tokoh agama yang tinggal di utara desa yang bernama Datuk Singorojo. Ia merupakan seorang penyebar agama Islam. Selain mempelajari agama, padepokan Datuk Singorojo juga melatih masyarakat dengan ilmu ketrampilan dan ilmu kerajinan.

Pasukan Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin yang telah tinggal di pemukiman yang barunya, turut serta belajar membuat kerajinan dengan Datuk Singorojo. Pelatihan dan berbagai ilmu yang diberikan membuat masyarakat terampil dan berinovasi dalam membuat kerajinan berbagai macam gerabah. Masyarakat Rr. Ayu Mas Semangkin terus berkarya dan memproduksi kerajinan gerabah. Keahlian tersebut kelak menjadi identitas khas daerah Mayong sebagai sentra kerajinan gerabah dan keramik.

Peranan dan kegigihan seorang senopati wanita Mataram Rr. Ayu Mas Semangkin atau Kanjeng Ibu Mas Semangkin berhasil memulihkan kembali ketentraman kehidupan masyarakat kawasan lereng Muria. Perjuangan tersebut menjadi suri tauladan yang baik untuk senantiasa menjaga keutuhan dan kedamaian bersama.

Kisah Rr. Ayu Mas Semangkin menjadi nilai histroris bagi daerah Mayong yang senantiasa dilestarikan. Masyarakat desa Mayong Lor yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Jepara mempunyai tradisi dan budaya yaitu “Haul dan Buka Luwur Ibu Mas Semangkin”. Pelaksanaan acara digelar setahun sekali pada tanggal 10-11 bulan Muharam.

Haul dan Buka Luwur Ibu Mas Semangkin dimeriahkan oleh berbagai lapisan elemen masyarakat. Kegiatan tradisi dan budaya tersebut berlangsung dengan kirab budaya, pentas seni, tahlilan, pagelaran wayang dan dakwah pengajian.

(Khanif Hidayatullah. Pegiat Sejarah dan Budaya Jepara. Tinggal di Welahan, Jepara)