KUDUS (SUARABARU.ID) – Puncak tradisi Syawalan Bulusan di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Senin(9/4) kembali berlangsung secara meriah. Ribuan pengunjung mengunjungi tradisi yang sempat vakum selama dua tahun akibat pandemi.
Puncak tradisi ditandai dengan kirab gunungan ketupat dan sayur mayur ke lokasi makam Mbah Dudo. Seusai didoakan oleh sesepuh desa, gunungan kemudian direbut oleh warga yang berharap keberkahan atas tradisi syawalan ini.
Tradisi Bulusan merupakan salah satu tradisi syawalan tertua yang ada di Kudus. Tradisi ini berasal dari kisah turun menurun tentang Sunan Muria yang berkunjung ke Mbah Dudo, yang terbilang merupakan muridnya.
Konon saat Mbah Sunan berkunjung, ada murid Mbah Dudo yang masih bekerja di tepi sungai saat azan magrib menjelang. Saat itu, keluarlah Sabdo dari Sunan Muria yang membuat murid Mbah Dudo tersebut menjadi bulus (semacam kura-kura) karena bekerja di sungai tanpa mengenal waktu.
“Kisah ini menjadi legenda yang dituturkan secara turun menurun dan menjadi cerita asal usul daerah Bulusan. Cerita ini menjadi pelajaran bahwa manusia tak boleh hanya mengejar keduniawian saja,”kata Andi Lukman, Ketua Panita tradisi Bulusan.
Andi menyebutkan, tradisi Bulusan tahun ini memang menjadi pelepas rindu warga terhadap tradisi syawalan yang sudah ditiadakan selama dua tahun pandemi.
Tradisi ini sudah diawali sehari setelah lebaran dengan banyaknya pedagang musiman yang ‘mremo’ di sepanjang jalan menuju makam Mbah Dudo.
Menurut Andi, total ada 250 pedagang terdaftar berjualan. Mereka merupakan warga setempat serta pedagang musiman yang selalu hadir dalam setiap perayaan Bulusan.
“Semua lapak untuk pedagang yang kami sediakan habis. Artinya antusiasme masyarakat dalam tradisi tahun ini sangat tinggi,”paparnya.
Selain itu, jumlah pengunjung sejak lebaran hingga puncak perayaan Bulusan juga sangat tinggi. Ini menunjukkan ekonomi masyarakat mulai bergeliat lagi setelah dua tahun sebelumnya tertekan akibat pandemi.
Tm-Ab