blank
Foto: ilustrasi/dok pix

Oleh : Hastin Atas Asih

blankSISTEM pengendalian manajemen merupakan sesuatu yang sangat penting bagi sebuah organisasi, perusahaan maupun lembaga pemerintahan. Dengan dijalankannya sistem ini, maka akan berdampak terhadap berkembangnya suatu organisasi, lembaga maupun perusahaan.

Begitu pula sebaliknya, jika sistem pengendalian tak berjalan dengan baik, maka sangat berkemungkinan mengancam keberlangsungan perkembangan organisai, lembaga maupun perusahaan tersebut.

Di lingkungan pemerintahan, penyelenggaraan sistem pengendalian intern dilaksanakan secara menyeluruh. Pasal 58 ayat 1 Undang-Undang 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Keuangan Negara menyebutkan, dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan Pemerintah secara menyeluruh.

Selanjutnya, ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem pengendalian intern tersebut ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) itu sendiri adalah, proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai, untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Mengingat pentingnya SPIP bagi keberlangsungan pengelolaan pemerintahan, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistim Pengendalian Intern Pemerintah, Pemerintah mewajibkan kepada menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota untuk melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.

Hal tersebut tegas diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, tentang Sistim Pengendalian Intern Pemerintah yang berbunyi, “untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.”

Kewajiban tersebut tentu sangat beralasan, karena dengan terkelolanya keuangan negara yang baik, maka akan berimbas terhadap tercapainya tujuan penyelenggaraan pemerintahan.

Jika merunut dasar hukum penyelenggaraan SPIP, pada dasarnya kegiatan itu lebih berkaitan dengan aktivitas keuangan. Namun dalam pelaksanaannya, aktivitas keuangan sangat berhubungan erat dengan seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga.

Karena itu pelaksanaan kegiatan pengendalian ditujukan untuk semua kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu lembaga. Dengan kata lain, kegiatan pengendalian merupakan sebuah langkah mitigasi risiko atas empat tujuan SPIP, yang meliputi terlaksananya kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Dalam pelaksanaannya, mitigasi risiko dilakukan secara berkala serta dievaluasi, untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut masih relevan dan efektif.

Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian, terdapat lima unsur SPIP yang perlu diperhatikan, terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan pengendalian intern.

Kelima unsur pengendalian intern tersebut merupakan unsur yang terjalin erat satu dengan yang lainnya.

Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan dasar dari semua komponen pengendalian intern lainnya, yang membuat organisasi menjadi lebih disiplin dan terstruktur.

Unsur lingkungan pengendalian memiliki delapan sub unsur, yang meliputi integritas dan nilai etika, kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, sesuai dengan kebutuhan, pemberian tugas dan tanggung jawab kepada pegawai dengan tepat, pembinaan sumber daya manusia, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dan hubungan kerja sama yang baik.

Pengembangan implementasi sub unsur pembangunan integritas dan nilai etika di tiap jenjang dan satuan kerja KPU, tentu beragam. implementasi sub unsur pembangunan integritas dan nilai etika dilakukan seluruh pimpinan dan pegawai, dengan membuat sebuah komitmen agar dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan lembaga, para pegawai berpedoman dengan integritas dan nilai etika.

Hal ini diawali dengan penyampaian informasi yang dilakukan melalui kegiatan pembinaan pegawai, pada berbagai momentum.

Komitmen terhadap integritas dan nilai etika dalam melaksanakan tugas dituangkan dalam sebuah pakta integritas, atau perjanjian kinerja. Kegiatan ini menjadi agenda tahunan, dan dilaksanakan di awal tahun anggaran. Pada perjanjian kinerja tersebut dapat dicantumkan pula sasaran strategis, indikator kinerja, serta target yang hendak dicapai.

Untuk implementasi sub unsur kompetensi, dilaksanakan dengan peningkatan kompetensi pegawai, yaitu melalui penyelenggaraan kegiatan Bimtek yang dilaksanakan secara berkala.

Tujuan kegiatan ini adalah menambah knowledge pegawai, meningkatkan hard skill maupun soft skill, serta memunculkan ide atau gagasan baru yang kesemuanya bermanfaat bagi perkembangan kinerja pegawai.

Sub unsur ketiga pada unsur lingkungan pengendalian yaitu, kepemimpinan yang kondusif, yang diartikan sebagai situasi dimana pemimpin selalu mengambil keputusan dengan mendasarkan pada data hasil penilaian risiko.

Sub unsur ini juga berkaitan dengan keteladanan seorang pemimpin yang jika diterapkan, akan mampu menjadi energi positif bagi sebuah lembaga. Keteladanan tersebut dapat ditularkan ke semua pegawai, sehingga akan tercipta etos kerja yang baik.

Selanjutnya, sub unsur sesuai dengan kebutuhan dapat diimplementasi dengan langkah merancang struktur organisasi, sesuai kebutuhan lembaga. Jika struktur lembaga yang saat ini berjalan sudah perlu dilakukan perubahan mengingat beban pekerjaan yang teramat padat untuk suatu bagian, maka perlu segera dilakukan perubahan. Rancangan struktur organisasi pun harus disesuaikan dengan kebutuhan.

Untuk implementasi sub unsur pembinaan sumber daya yang tepat, juga menjadi hal penting, agar tujuan lembaga dapat tercapai. Keberadaan pengawas juga sangat memiliki peran untuk mengubah budaya kerja pegawai.

Hal lainnya yang perlu dibangun dalam penyelenggaraan lingkungan pengendalian yang baik adalah, menciptakan hubungan kerja sama yang baik (baik intern maupu ekstern).

Penilaian Risiko
Tahap penilaian rsiko merupakan tahap awal dalam pembangunan infrastruktur pengendalian. Melalui penilaian risiko dapat diketahui risiko yang dihadapi unit kerja, untuk kemudian ditetapkan menjadi kebijakan respon terhadap risiko, serta kegiatan pengendalian yang diperlakukan. Terdapat juga dua unsur penilaian risiko, yaitu identifikasi risiko dan analisis risiko.

Kegiatan pengendalian adalah, tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan serta prosedur, untuk memastikan bahwa tindakan telah dilaksanakan dengan baik.

Sub unsur kegiatan pengendalian meliputi review kinerja instansi pemerintah, pembinaan SDM, pengendalian pengelolaan sistim informasi, pengendalian fisik aset, penetapan dan review indikator dan ukuran kinerja, pemisahan fungsi, otorisasi transaksi dan kejadian penting, pencatatan akurat dan tepat waktu, pembatasan akses sumber daya, akuntabilitas sumberdaya, dan dokumentasi sistem pengendalian.

Informasi dan Komunikasi. Komunikasi atas informasi wajib diselenggarakan secara efektif, dalam hal ini lembaga sekurang-kurangnya menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi. Unsur informasi dan komunikasi terdiri dari dua sub unsur, yaitu sarana komunikasi dan manajemen sistim informasi.

Pemantauan Pengendalian Intern. Unsur SPIP yang satu ini merupakan proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian intern, dan proses yang memberikan keyakinan bahwa, temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Pemantauan pengendalian internal dilaksanakan dalam tiga sub unsur, yaitu pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut.

Penerapan lima unsur SPIP dengan beberapa sub unsurnya dalam sebuah lembaga, selayaknya dilaksanakan secara menyeluruh dan saling terkait. Kegiatan pengedalian idealnya juga tidak hanya dilakukan dalam satu waktu tertentu, tetapi secara terus menerus oleh pimpinan dan pegawai.

Perencanaan kegiatan menjadi hal yang wajib dilakukan, sehingga lembaga berjalan tak salah arah, baik dari segi anggaran maupun regulasi. Dari rencana yang telah ditetapkan, ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan pengendalian.

Banyak manfaat yang diperoleh, apabila penyelenggaraan SPIP dilaksanakan dengan baik. Di antaranya adalah meningkatnya suasana lingkungan yang nyaman yang akan menimbulkan kepedulian, solidaritas dan keikutsertaan seluruh pegawai, yang kesemuanya akan berdampak meningkatnya etos kerja yang baik, sehingga tujuan lembaga bisa tercapai.

Karena sejatinya, SPIP bukan hanya untuk membentuk mekanisme administratif saja tetapi juga sebagai upaya melakukan perubahan sikap dan perilaku (soft factor).

Untuk mencapai penyelenggaraan SPIP yang baik, keteladanan (tone at the top) dari unsur pimpinan atau pejabat struktural adalah, faktor yang sangat penting. Teladan dapat diartikan memberikan contoh yang baik dari berbagai aspek.

Seorang pemimpin harus mampu memberikan teladan dari hal-hal yang sangat sederhana, hingga hal-hal yang rumit. Misalnya saja berkaitan dengan kedisiplinan, cara bersikap, bertutur dan sebagainya.

Lebih penting lagi adalah, seorang pemimpin harus memiliki jiwa pemimpin yang sesungguhnya. Tak selalu merasa benar, namun mau mengakui kesalahan apabila telah melakukan kesalahan, serta mau menerima masukan dari bawahan.

Hal–hal tersebut sangat sederhana, namun sesuatu yang sangat sederhana ini sesungguhnya sangat diperhatikan oleh pegawai. Dari sikap tersebut, akhirnya mereka mencontoh dan menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan.

Suksesnya penyelenggaraan SPIP yang bermuara terhadap terwujudnya tujuan lembaga, pada prinsipnya mudah saja dicapai. Semua tergantung tekad dan komitmen dari masing-masing personel di lembaga tersebut, baik pimpinan maupun pegawai. Mau dibawa kemana lembaga ini? Semua dikembalikan ke si “penghuni” lembaga.

— Penulis adalah Anggota KPU Kabupaten Demak Divisi Hukum dan Pengawasan —