blank
Liem Chie An. Foto: dok/fb

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Ketua Yayasan Borobudur Marathon (BorMar), Liem Chie An, mengaku tak pernah menyesali dengan datangnya wabah covid-19 yang menjadikan lomba lari bergengsi Borobudur Marathon dalam dua tahun terakhir ini, tidak semegah dan sekolosal dulu.

Sebaliknya, kata dia, pandemi telah mengajarkan untuk lebih mensyukuri dan mengasah diri untuk melahirkan ide-ide kreatif, karena toh covid-19 dialami hampir semua negara.

”Saya tak gela, dan menganggap pandemi adalah tantangan untuk mengatakan ‘Ya’ atau ‘Tidak’, dalam mempertahankan agar even ini tetap eksis. Saya bersyukur, berkat dukungan semua lini, mulai Pemprov Jateng, Bank Jateng, TNI/Polri, kesehatan, Kompas dan unsur lainnya, Borobudur Marathon tetap berjalan dengan inovasi brilian, pada saat even-even lain terpaksa tiarap,” kata Liem Chie An, saat dihubungi baru-baru ini.

BACA JUGA: Pangdam IV/Diponegoro Resmikan Renovasi Gedung RST Tk III/BWT Dan Bagikan Alat Bantu Dengar

Dia tak menampik, BorMar telah merebut perhatian. Bukan saja dibanjiri pelari lokal dan menjadi magnet bagi runners luar negeri, namun juga masuk dalam ‘Top 100 National Calendar of Events’ Kemenparekraf. BorMar telah menciptakan dampak ikutan bagi masyarakat sekitar Candi Borobudur.

Namun sejak tahun 2020 karena hantaman pandemi, even lari prestisius ini hanya digelar di dalam kompleks Taman Wisata Candi Borobudur Magelang saja, dengan prosedur karantina, tes swab, prokes ketat dan tanpa penonton. Saat itu dikemas dengan sistem hybrid, yaitu offline bagi pelari elite, dan virtual bagi peserta umum.

Pada penyelengaraan BorMar 2021, Sabtu-Minggu (27-28/11/2021) nanti, BorMar kembali menggunakan model hybrid. Namun bedanya, tahun ini digeber selama dua hari yaitu elite race (marathon) di hari pertama, dan Bank Jateng Tilik Candi (half marathon) untuk pelari umum pada hari kedua, bersamaan dengan start untuk peserta virtual.

BACA JUGA: Raih Penghargaan Inovasi Pelayanan Publik 2021, RS Margono Soekarjo Bertekad Terus Kembangkan Si Bina Cantik Bingits

”Ibarat kata, kalau orang terlibat dalam dunia usaha, selalu ada saja kendala-kendala yang dihadapi. Bagi saya ini ujian dan tantangan. Memberi pembelajaran apakah kita bisa melewati ujian ini atau tidak,” ujar pengusaha ayam ini.

Dia menyebut, apa yang dirasakan terhadap penyelenggaraan BorMar selama ini, di luar ekspektasinya, baik ketika sebelum maupun saat pandemi covid-19. Perasaan itu adalah rasa bahagia dan haru, ternyata semua pihak, baik itu masyarakat maupun stakeholder, men-support agar even ini berlangsung sukses.

”Masyarakat Magelang ikut senang terhadap Borobudur Marathon. Dulu warga terganggu akibat jalan-jalan ditutup, acara mantenan, tapi mereka bisa menerima kok. Hasil survei Kompas, masyarakat menerima keberadaan Borobudur Marathon,” tambah Liem lagi.

BACA JUGA: Kakanwil Lantik 28 Pejabat Administrasi dan 1 Pejabat Fungsional

Lalu apa rencana ke depan saat pandemi dinyatakan hilang? Dia tak punya mimpi muluk-muluk, hanya ingin BorMar digelar kembali saat situasi normal, yaitu menjadi ajang sport tourism. Di mana orang-orang melancong ke Borobudur untuk berlari, sekaligus berwisata menyaksikan eksotika candi.

Rencana ke depan, kata dia, pertama adalah mempertahankan BorMar tetap digelar dua hari, dengan alasan agar wisatawan lebih lama tinggal (long of stay) di Magelang.

Kedua, dengan durasi dua hari penyelenggaraan BorMar, pihaknya berharap nomor favorit 10 K diadakan kembali secara offline, tak lagi model virtual. Berdasarkan pengamatannya, nomor 10 K memiliki jumlah peminat yang besar.

BACA JUGA: Pemprov Jateng Gencarkan Pelatihan Juru Sembelih Halal

”Komposisinya bisa jadi sehari untuk marathon dan half marathon, sehari untuk 10 K. Soal pengaturan teknisnya, bagaimana nanti panitia yang lebih memahami,” ujar dia.

Terkait dengan obsesinya agar BorMar bisa masuk dalam World Marathon Majors (WMM), seperti yang di Tokyo, Boston, Berlin, London, Chicago dan New York Marathon, Liem Chie An menyebut, susah diwujudkan. Pasalnya, WMM harus memenuhi banyak persyaratan.

”Saya sudah melihat Tokyo dan Berlin Marathon. WMM sudah menjadi brand, harus mendaftar, dan kondisi jalannya pun harus lebar untuk menampung puluhan ribu peserta, dan aksesnya ditutup. Kalau menyelenggarakan, infrastrukturnya harus menunjang, ya minimal seperti jalan-jalan besar di Jakarta,” pungkasnya.

Riyan