Oleh: Amir Machmud NS
// jangan kau simpulkan senja menjadi pengadang/ kadang ia justru menjadi suar/ yang memberi tempat bermain/ kau lihatlah ada yang tak berhenti bergerak/ dia terus bergembira/menari-nari dalam dekap senjakala/ (Sajak “Karim Benzema”, 2021)
DIA tak berhenti menari di pengujung perjalanan; tetap bergembira, seperti tak mengenal betapa hari telah mulai menyenja. Tak dia pedulikan perambatan usia. Makin senja makin banyak gol dia cipta.
Karim Mustofa Benzema boleh jadi adalah figur yang tak terlampau “dipedulikan” dalam kontestasi individual pemain sepak bola, katakanlah ketika kita bicara tentang persaingan mendapatkan Ballon d’Or.
Media bagai menyilapkan namanya dari kilau Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Robert Lewandowski, Erling Haaland, Mohamed Salah, Harry Kane, atau bahkan Ryad Mahrez yang sama-sama berdarah Aljazair. Pun musim ini. Dia tak banyak disebut ketika nama-nama calon penerima trofi bergengsi itu mengerucutkan dua nama seperti Jorginho dan N’Golo Kante.
Dia bahkan sempat tenggelam dari percaturan tim nasional Prancis. Setelah terakhir kali Laurent Blanc membawanya ke Euro 2012, ke mana Benzema? Sebelumnya, pelatih Raymond Domenech berdalih “mengembalikan performa” dan “agar sang striker fokus dalam penanganan skandal seks”.
Benzema memang pernah membuat heboh. William Gallas dalam autobiografinya menyebut nama empat pemain yang terlibat, yakni Benzema, Franck Ribery, Sidney Govou, dan Hatem Ben Arfa. Dalam Euro 2008, Benzema dan Samir Nasri juga disebut-sebut tidak akur dengan sejumlah rekannya. Pemain senior Claude Makalele menegur Benzema yang dituding arogan. Ketika Les Bleus menjuarai Piala Dunia 2018 di Rusia, peracik taktik Didier Deschamp lebih memercayai Kylian Mbappe, Antoine Griezmann, dan Olivier Giroud. Nama Benzema benar-benar telah menghilang.
Hanya Zinedine Zidane yang memberinya ruang penuh di Real Madrid. Ketika kemudian Deschamp membuka pintu, Benzema menjawab dengan torehan empat gol di Euro 2020. Ia menunjukkan punya “sesuatu” yang bahkan tak dimiliki bintang muda sekaliber Mbappe.
Kesetiaannya kepada Tim Ayam Jantan seharusnya memang tidak diragukan. Pada 2006, dalam wawancara dengan Radio Monte Carlo, Benzema menyatakan, “Aljazair adalah tanah leluhur saya, tetapi saya akan membela tim nasional Prancis”.
Gantungan Real Madrid
Kini dia sangat menikmati peran sebagai kapten El Real. Di bawah arahan Carlo Ancelotti, dia menunjukkan diri sebagai pembeda. Timing yang tepat ketika Cristiano Ronaldo memilih hijrah ke Juventus dan kini ke Manchester United.
Striker 33 tahun itu mengambil alih peran kepemimpinan Ronaldo dan Sergio Ramos. Dalam tiga musim terakhir dia membawa timnya sekali juara Liga dan semifinal Eropa.
Benzema makin tajam justru ketika usianya bertambah. Pada awal musim 2021-2022, dalam enam laga Madrid, dia telah terlibat dalam 15 gol dari total 21 yang dibukukan Madrid. Delapan gol dan 7 assist dia cetak.
Dia mencatat start terbaik dalam enam laga pembuka di abad ke-21. Messi dan Ronaldo pun tak pernah mengukir rekor hebat itu. Kini Benzema menduduki peringkat pertama El Pichichi (pencetak gol terbanyak), unggul empat gol dari penyerang Real Villareal, Mikel Oyarzabal.
Sebagai penyerang yang belum pernah menjadi El Pichichi, kini dia menjadi harapan utama Madrid bersama Vinicius Junior. Jika konsisten hingga akhir musim, bukan tidak mungkin dia akan masuk percaturan Ballon d’Or. Sesuatu yang oleh legenda Barcrlona Samuel Eto’o dipandang sulit, namun Ancelotti melihat peluang itu terbuka lebar.
Seperti diberitakan oleh As, Don Carlo menyebut Banzema seperti anggur. “Karena apa yang dia lakukan dan apa yang sudah dikerjakan, maka dia harus ada dalam daftar orang-orang yang bisa memenangkan itu. Karim punya waktu untuk memenangkannya. Ini bukan musim terakhirnya. Dia seperti anggur, semakin baik seiring berjalannya waktu”.
Lalu mengapa Eto’o bersikap skeptis?
Legenda Kamerun yang juga pernah memperkuat Real Madrid itu menilai Benzema kurang dihargai. Dan, itu berlaku untuk sejumlah pemain hebat lain. Katakanlah Raul Gonzales, Paolo Maldini, atau Roberto Carlos.
Benzema telah menjalani musim ke-12 bersama Madrid sejak 2009 dengan perbendaharaan 285 gol dari 565 laga di seluruh ajang. Dia ikut memenangi 18 trofi mulai dari La Liga, Copa del Rey, Liga Champions, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub.
Eto’o menambahkan, selama ini Benzema tidak memperoleh apa yang pantas didapatkan. “Hal itu terkadang terjadi di sepakbola. Beberapa pemain kurang dihargai, dan pemain lain mendapatkan level apresiasi yang tidak pantas mereka dapatkan. Itulah hidup,” tuturnya. Benzema memperlihatkan passion untuk missi khusus: meraih El Pichichi untuk kali pertama. Tiga musim terakhir tampak fantastis untuk pemain seusianya: 21 gol, 21 gol, dan 23 gol. Namun produktivitas itu belum cukup untuk melewati capaian 30 gol Leo Messi.
Usia tampaknya bukan penghalang bagi Benzema. Pada era 1950-an, legenda Madrid Ferenc Puskas menjadi top scorer dalam usia 33-37 tahun. Kini tanggung jawab dan kegembiraan membentuk hasrat luar biasa untuk memperlihatkan kehebatan justru pada puncak kemaangan usia.
Dia menyamai penaklukan usia Ronaldo, Ibrahimovic, Messi, Lewandowski, Totti, Maldini, dan Buffon yang tetap eksis di atas kepala tiga. Mereka tetap menari dan bergembira ketika sudah dibayangi senjakala…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan penulis buku.