blank
Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin Maimoen, memimpin Rapat Rencana Aksi Penanganan Anak Yatim Piatu Terdampak Covid - 19 di Kantor Gubernur, Selasa (21/09/2021). (doc/ist)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, meminta Bagi anak usia SMP yang akan naik ke jenjang SMA/SMK, diarahkan untuk dibantu bersekolah di SMA atau SMK negeri.

Hal tersebut disampaikan Taj Yasin dalam Rapat Rencana Aksi Penanganan Anak Yatim Piatu Terdampak covid – 19 di Kantor Gubernur, Selasa (21/09/2021).

“Harus jadi spirit bagi kita semua, bagaimana mempermudah anak-anak tersebut mengakses pendidikan. Kalau itu nanti terjadi, mereka membutuhkan pendidikan tersebut, maka yang kita siapkan adalah pendidikan yang negeri. SMA maupun SMK yang negeri,” kata Taj Yasin.

Taj Yasin menambahkan, bagi anak-anak di jenjang pendidikan atas, khususnya yang mengenyam pendidikan SMA, lanjutnya, tentu membutuhkan skill/ keahlian. Pelatihan-pelatihan dapat difasilitasi dari Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Perdagangan, dan Dinas Tenaga Kerja.

“Kalau mereka belum masuk di SMK, tentu skill itu harus diolah. Karena biasanya, kalau di jenjang SMA saja, untuk daftar PNS masih belum bisa. Sehingga memang perlu. Ini ada pelatihan-pelatihan yang mungkin bisa diambil alih oleh Dinas Koperasi maupun Dinas Perdagangan, atau Dinas Tenaga Kerja. Ini harus disiapkan,” urai dia.

Wagub menandaskan, anak-anak yatim, piatu dan yatim piatu yang orang tuanya meninggal karena covid-19 harus mendapat prioritas. Sebab, mereka mengalami kejadian yang tergolong sebagai bencana.

“Saya sampaikan karena ini bencana, dan bencana itu harus menjadi skala prioritas kita,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan

Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2KB), menyebutkan sebanyak 41,72 persen anak yang ditinggalkan orang tuanya akibat Covid-19 di Jawa Tengah berusia 13 sampai 18 tahun.

Menurutnya, anak pada usia tersebut adalah anak-anak yang duduk di jenjang SMP – SMA.  Dia menyepakati pandangan Wagub terkait pemerintah perlu memberi perhatian, tidak hanya dari sisi pendidikan formal, tapi juga informalnya.

“Sehingga apabila mereka tidak sekolah, bisa juga nanti bagaimana dari Disperindag, Disnaker, Dinkop UKM apakah ada untuk pelatihan-pelatihan dari anak yatim yang umurnya sudah mau mendekati, (artinya) bukan anak lagi ya,” kata Retno.

Hery priyono