blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

Hidup manusia dan kehidupannya, sangat banyak ditentukan oleh sejumlah hal atau kejadian yang ora kinira, tidak dapat disangka-sangka; baik terkait apa yang akan terjadi/dialami dalam masa pendek ke depan ini, apalagi yang masih akan terjadi puluhan tahun lagi.

Memang kita dapat, boleh, bahkan harus membuat rancangan-rancangan terkait hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara pada tahun 2030 misalnya, malahan di periode Indonesia Emas 2045 nanti. Namun, semua rancangan itu tetap sebuah rancangan, tanpa berpretensi untuk mengatur, apalagi mendikte siapa pun.

Ada unen-unen, semacam kata-kata indahlah, mengatakan janma tan kena kinira, manusia itu adalah makhluk yang tidak dapat diprediksi, tidak dapat disangka-sangka. Sapa ngira anak- turun tokoh yang begitu berkuasa dan kaya raya di tahun 70 sampai 90-an, saat ini menjadi orang yang biasa-biasa saja, padahal dulu, dehem saja, sebutlah bersendawa saja, orang sudah takut.

Sapa ngira, orang yang selama ini dikenal amat sangat pintar, bahkan terkesan menganggap orang lain itu semuanya banyak dungunya; ehhh ternyata dia tidak tahu makna sebuah sertifikat tanah. Dengan kata lain, jebul mudah kapusan, “ditipu.” Jika begitu, sapa jan-jane sing dungu, siapa sih sebenarnya si dungu itu?

Sapa ngira ada seorang wakil (??) camat di DKI, harta kekayaan yang dimilikinya menobatkan dia menjadi/termasuk 10 besar pejabat terkaya di Indonesia, mengalahkan pejabat yang kedudukannya jauh-jauh lebih tinggi dari dia?

Sapa ngira umbi tanaman porang atau iles-iles sekarang ini harganya menggiurkan, padahal dulu siapa yang makan umbi porang itu sertamerta pasti tergolong wong mlarat wis ora duwe apa-apa, orang miskin yang sudah tidak memiliki sumber makanan lain kecuali porang.

Apalagi, di bawah pohon porang, dulu-dulu dianggap sebagai omah ula, rumah ular karena memang ular senang berdiam di bawah pohon porang, lebih-lebih di musim panas. Mengapa? Ular itu cari AC, ngedhem di bawah pohon itu.

Wolak-walike Zaman

Rentetan sapa ngira dapat amat panjang, namun pada intinya, di dalam ungkapan sapa ngira itu orang akhirnya diajak maklum apabila terjadi wolak-waliking zaman, terjadi “dunia terbalik,” terjadi hal-hal yang sebaliknya.

Contoh di atas tadi, pintere si Badu sundhul langit, e… jebule gampang diapusi, misalnya; pinter sih pinter, namun ternyata (saking pintere?) emoh berurusan dengan peraturan, dan kini nemu wohing kapusane, menemui hasil mudah tertipunya.

Sapa ngira juga mengandung makna, hidup dan kehidupan manusia itu sangat mungkin berubah; namun karena perubahan itu netral, bisa saja orang berubah dulunya baik… sekali, lha kok sekarang brengsek….

Baca Juga: Ora Sembada dan Orang Sembada

Dulunya kaya raya pelit, setelah mengalami “disapa Tuhan,” sekarang menjadi dermawan padahal beberapa usahanya bangkrut. Dulu sih orang itu, ehhh Badu, pongah, sombong; semoga setelah “kena batunya” saat ini berubahlah (meski belum tahu arah perubahannya ke mana: makin sombong ataukah semakin belajar rendah hati?).

Filosofi sapa ngira tidak mengajarkan orang menjadi fatalistik. Maksudnya, janganlah kita bersikap mudah berpangku tangan, malas-malasan atau gampang menyerah karena “percaya” seraya berulangkali mengatakan sapa ngira suk mben aku dadi sugih, duwe kuasa, dsb. Itu namanya fatalistis penuh menipu diri sendiri.

Justru dengan sapa ngira, kita diajak dan diajari untuk terus berusaha sekuat tenaga bersemangatkan Gusti Ora Sare, dan karena itu sapa ngira semua jerih payah itu berbuah sukses di masa depan.

Filosofi sapa ngira juga mengajarkan kepada kita: Mari selalu berpikir positif karena di situlah sumber energi hidup dan kehidupan kita. Sebaliknya, kalau kita dikalahkan oleh sejumlah pikiran negatif, fatalistiklah yang mengancam karena hidup dan kehidupan kita tanpa sumber energi.

Apa artinya hidup tanpa sumber energi kehidupan? Dan, jangan lupa, sapa ngira mengajak setiap orang untuk percaya akan kuasa dan penyelenggaraan Illahi karena memang Gusti boten sare demi hidup dan kehidupan manusia ciptaan yang paling dikasihi-Nya.

(JC Tukiman TarunasayogaPengamat Kemasyarakatan)