SEMARANG (SUARABARU.ID) Maraknya kasus pinjaman online yang mengakibatkan warga masyarakat terjerat dalam hutang yang bertumpuk, menjadi sorotan tersendiri bagi Polda Jateng.
Seorang warga Kabupaten Semarang, Afifah Muflihati (27) misalnya, terjerat aplikasi pinjaman online (pinjol) hingga ratusan juta rupiah.
Afifah awalnya hanya meminjam Rp 3,7 juta, namun akibat salah urus, jika ditotal kerugiannya malah membengkak menjadi Rp 206,3 juta.
“Kasus ini tengah ditangani Ditkrimsus Polda Jateng,” ungkap Kabid Humas Polda Jateng, Kombes M. Iqbal Alqudusy, Senin (23/8/2021).
Ditambahkan, kasus masyarakat yang terjerat pinjaman online saat ini cukup banyak. Ditkrimsus Polda Jateng sendiri, saat ini setidaknya menangani 24 kasus masyarakat yang merasa tertipu oleh pinjaman online.
“Mayoritas kasus masih dalam bentuk pengaduan dan masih didalami dari sisi hukumnya. Untuk jumlah pengaduan di seluruh wilayah Jateng, saat ini masih dikompulir dari masing-masing polres,” tandasnya.
Iqbal menegaskan, ada sejumlah tips yakni tidak mudah tergiur dengan pinjaman online (Pinjol) terlebih tawaran melalu SMS. Apabila melalui aplikasi playstore ada baiknya di cek terlebih dahulu ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Untuk wilayah Semarang OJK berada di jalan Kyai Salah Nomor 12 -14 Mugassari,” ujar dia.
Iqbal memastikan, apabila ada pinjol yang menawarkan melalui SMS dipastikan ilegal. Dirinya menghimbau agar masyarakat lebih berhati-hati.
Menurut Iqbal, Ciri-ciri pinjol ilegal antara lain pinjol tersebut berusaha mencari celah hukum dan menggunakan cara-cara tidak etis dalam hal penagihan.
Tidak jarang semua kontak telepon yang dipunyai korban tiba-tiba sudah dalam penguasaan pihak pinjol dan dihubungi saat penagihan.
Pihak Pinjol tidak ragu untuk memberitahukan bahwa saat ini yang bersangkutan (debitur) belum melunasi angsuran atau menunggak.
“Intinya debitur dalam penagihan dijatuhkan mentalnya secara sosial,” imbuhnya.
Menurutnya, dalam peraturan OJK nomor 07/2013 tentang perlindungan konsumen, sektor jasa keuangan pada pasal 19 disebutkan, pelaku jasa keuangan dilarang melakukan penawaran produk dan layanan kepada konsumen maupun masyarakat, melalui sarana komunikasi bersifat personal contohnya email, SMS, dan voicemail tanpa persetujuan konsumen.
“Fenomena pinjaman online dikenal dengan istilah Financial Technology (fintech) dan di Indonesia terdapat asosiasi yang membidangi asosiasi Fintecht pendanaan bersama Indonesia (AFPI),”jelasnya.
Iqbal mengatakan proses penyaluran pinjaman, perusahaan Fintech harus didukung asuransi pinjaman, serta sistem credit scoring yang telah teruji untuk menganilis dan memverifikasi pinjaman.
Pihaknya menghimbau, ada baiknya sebelum meminjam pinjol, calon debitur mempelajari terlebih cek dahulu legalitas perusahaan tersebut. Hal ini bertujuan agar calon debitur tidak terjerat sistem yang merugikan.
“Sebelum melakukan transaksi alangkah baiknya calon debitur mengecek terlebih dahulu ke OJK,” tuturnya.
Absa