JAKARTA (SUARABARU.ID) – Windy Cantika Aisah punya peluang menjadi atlet Indonesia pertama yang menyumbang medali di Olimpiade Tokyo, karena sehari setelah pembukaan, ia akan berlomba memperebutkan medali
dalam cabang angkat besi nomor 49kg putri di Tokyo International Forum, Sabtu.
Langkah Windy tentu tak mudah. Lifter 19 tahun itu harus bersaing dengan juara dunia 2018 Hou Zhihui asal China yang sekaligus pemegang rekor dunia divisi 49kg putri dengan total angkatan 213kg yang diukir pada Kejuaraan Angkat Besi Asia di Tashkent, Uzbekistan, April lalu.
Ada pula Saikhom Mirabai Chanu dari India yang merupakan peraih emas Kejuaraan Dunia 2017 untuk nomor 48kg putri. Persaing lainnya adalah lifter Amerika Serikat (AS) Jourdan Delacruz, peraih emas di Piala Dunia IWF 2020.
Merujuk pada data Federasi Angkat Besi International (IWF) untuk kualifikasi Olimpiade Tokyo, Windy tercatat memiliki angkatan terbaik di angka 191kg dan menempatkannya di urutan kelima dalam daftar angkatan terbaik. Ia menorehkan angka itu saat membawa pulang emas di Kejuaraan Dunia Junior, Mei lalu.
Posisi pertama ditempati Hou Zhihui (213kg), kedua Saikhom Mirabai Chanu (205kg), ketiga lifter Amerika Serikat (AS) Jourdan Delacruz (200kg), dan keempat Beatriz Pirón dari Republik Dominika (193kg).
Angka yang tertulis di atas merupakan hasil kompetisi yang bergulir beberapa waktu lalu. Bukan tidak mungkin, semuanya berubah ketika Olimpiade Tokyo berlangsung.
Terlebih Windy telah melakukan berbagai persiapan. Selain itu, tim pelatih juga telah mematangkan strategi untuk bisa meraih hasil maksimal.
Berdasarkan hasil technical meeting, Kamis, Tim Angkat Besi Indonesia mendaftarkan total angkatan Windy di angka 203kg.
Jumlah tersebut membuat Windy berada di Grup A dan urutan ketiga dalam daftar angkatan terberat. Sementara Saikhom Mirabai Chanu menjadi peserta tertinggi yang memasang total angkatan di angka 210kg.
Adapun Hou Zhihui mendaftarkan total angkatan 205kg. Jika saja strategi tersebut berjalan mulus, minimal Windy sudah menggenggam medali perunggu.
Pelatih kepala angkat besi Indonesia Dirdja Wihardja sebelumnya mengatakan akan memaksimalkan segala peluang yang ada.
Menurut Dirdja, jika sudah diketahui total angkatan yang didaftarkan, tim pelatih dapat menyusun strategi kombinasi angkatan yang akan dilakukan.
Pun demikian saat atlet berkompetisi, tim pelatih akan terus memantau perkembangan lawan untuk menentukan langkah selanjutnya.
Tren positif
Kiprah Windy sebagai atlet angkat besi terbilang gemilang. Meski usianya masih belasan, deretan prestasi sukses diraih dalam beberapa turnamen kualifikasi yang digelar sejak 2019.
Turnamen pertama Windy yang masuk dalam perhitungan poin kualifikasi adalah Asian Championships di China pada April 2019. Ia mencatatkan angkatan total 177kg dari snatch 80kg dan clean and jerk 97kg.
Windy mempertajam catatan tersebut pada ajang IWF Junior World Championship di Fiji pada Juni 2019 dengan total angkatan 179kg, snatch 81kg dan clean and jerk 98kg.
Tren positif berlanjut di IWF World Championships 2019 di Pattaya ketika membukukan total angkatan 182kg, snatch 82kg, clean and jerk 100kg, serta Asian Junior Championships 2019 di Pyongyang, Korea Utara (total angkatan 186kg, snatch 84kg dan clean and jerk 102kg).
Puncak prestasi Windy pada 2019 terjadi di SEA Games 2019 di Filipina ketika memecahkan rekor dunia di kelas 49kg junior dengan total angkatan 190kg dari snatch 86kg dan clean and jerk 104kg.
Pada 2020 sekaligus ajang terakhir yang diikuti adalah Kejuaraan Dunia Junior, Mei lalu, saat ia menorehkan angkatan terbaik 191kg.
Tradisi medali
Layak dinantikan kiprah Windy di Olimpiade Tokyo. Selain menjaga tren positif, ia juga akan menjaga tradisi medali Olimpiade bersama dengan lifter putri lainnya yakni Nurul Akmal di kelas 87kg.
Dalam lima edisi terakhir Olimpiade, angkat besi putri selalu sukses menyumbang medali melalui lima nama. Raema Lisa Rumbewas menjadi yang terbanyak dengan menyumbang dua perak dan satu perunggu.
Medali perak diraih masing-masing pada Olimpiade Sydney 2000 di nomor 48kg dan Athena 2004 nomor 53kg. Sementara pada Olimpiade Beijing 2008, perempuan asal Papua itu meraih perunggu di kelas 53kg putri.
Kemudian ada Sri Indriyani, peraih perunggu nomor 48kg putri di Olimpiade Sydney 2000. Pada edisi tersebut, Winarni Binti Slamet juga meraih medali serupa di nomor 53kg putri.
Lalu, dua nama lainnya adalah Citra Febrianti yang meraih perak nomor 59kg putri Olimpiade London 2012 dan Sri Wahyuni Agustiani, peraih perak divisi 48kg Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Panahan dan Menembak
Selain angkat besi, Indonesia juga memiliki peluang meraih medali pertama Olimpiade Tokyo dari cabang olahraga panahan dan menembak.
Sehari setelah pembukaan atau tepatnya pada Sabtu, penembak putri Indonesia Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba akan memulai perjuangannya di nomor 10 meter air rifle putri di Lapangan Tembak Asaka, Tokyo.
Ia akan lebih dulu melewati kualifikasi nomor 10 meter air rifle putri yang dijadwalkan mulai 08.30 waktu setempat. Jika berhasil menembus babak final, maka Vidya akan berlaga di pertandingan perebutan medali.
Selain menembak, pada hari yang sama perebutan medali juga akan tersaji di cabang olahraga panahan nomor beregu campuran. Indonesia memiliki Diananda Choirunisa dan Riau Ega Agatha Salsabila. Sebagai cadangan ada Alviyanto Bagas Prasetyadi.
Persaingan cabang olahraga panahan nomor beregu campuran akan dimulai dari fase 64 besar hingga menuju final pada hari yang sama.
Indonesia belum pernah meraih medali dari cabang panahan sejak perak dari beregu putri di Olimpiade 1988 yang merupakan medali debut Indonesia di ajang pesta olahraga terakbar di dunia ini.
Lantas siapa kah yang akan menjadi penyumbang medali pertama untuk Indonesia di Olimpiade Tokyo? Kans sebagai yang pertama ini tentu menjadi tambahan penyemangat bagi Windy, Vidya, maupun Diananda dan Riau Ega untuk memberikan yang terbaik bagi Indonesia.
Ant/Muha