blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

Saat sekarang ini, ada jenis kegiatan (pekerjaan??) baru bener-bener sedang menggoda banyak orang untuk sertamerta ikut (ketularan). Alur kegiatan itu meliputi: Golek isu, berikutnya isu itu digawe rame, agar selanjutnya isu itu dadi rame, syukur-syukur dapat dadi duit (bagi orang tertentu). Rumusnya: 2G = 2D, golek isu digawe rame, harapannya (pasti?) akan dadi rame lan dadi duit.

Jadi ada dua tahapan besar, yakni 2G dan 2D; dan tahapan 2G-lah titik-penentu isu itu bakal menghasilkan 2D, dadi rame lan dadi dhuit atau sebaliknya. Lihat, betapa sangat diperlukan orang/pihak yang memiliki kemampuan meramu isu dan keterampilan gawe rame.

Era “serba demo” seperti sering terjadi beberapa waktu lalu, -sithik-sithik demo – , lewat pengerahan massa, dan karena itu membutuhkan sejumlah koordinator lapangan andal dan tokoh-tokoh kunci lainnya; dewasa isi sudah beralih ke 2G = 2D, dan ternyata jauh lebih murah, sangat cepet, dan pasti banyak pengikut sukarela, seperti misalnya anggota WA group yang sering dengan cepat dan bangganya segera share apa saja berita yang diperolehnya, tanpa disertai koreksi kritis apa pun.

Terlalu banyak contoh 2G = 2D beredar, sertamerta berkembang menjadi konsumsi masyarakat yang ujung-ujungnya dapat sangat membingungkan, sampai-sampai banyak orang bergumam: Pemerintah saiki ki piye to?

Gumam seperti ini terhitung masih lumayan, sebab ada yang sering kebablasan padahal jan-jane ora ngerti upa bengkong, tetapi wis kebacut misuh-misuh, bodoh-bodohkan orang (pejabat?), dsb.

Mari kita ambil contoh betapa sangat tidak kritisnya banyak orang namun sebaliknya betapa mudahnya tersulut oleh 2G=2D, misalnya tentang pengadaan Alutsista Rp 1.760 trilyun (= Rp 1,7 kuadriliun).

Melihat jumlah uang yang sedemikian besar-fantastis-tak terbayangkan akehe seperti itu, ekor masalah atas 2G=2D yang sangat berkembang lalu berupa kecurigaan kepada orang-orang di instansi yang berkaitan langsung, lalu dapat liar merembet ke akan terjadinya KKN yang luarbiasa dan ujung-ujungnya “tuduhan” bakal terjadinya bancakan atas “uang rakyat.”

Itu semua sama sekali bukan dan belum sebuah fakta, namun 2G=2D telah berhasil mengobok-obok pikiran banyak orang seolah-olah pengadaan alutsista itu sudah akan menjadi fakta di depan mata.

Mari, sebaiknya dan selayaknya kita berpikir kritis terhadap hal-hal semacam ini; misalnya berani bertanya-tanya: Kuwi duit guedi… banget lho, Rp 1.760 T: Duite sapa sakmana akehe kuwi? Siapa dapat memenuhi kebutuhan uang sebanyak itu hanya demi sebuah pengadaan alutsista? Siapa benar-benar telah melihat dokumen resmi atas rencana pengadaan alutsista itu secara detail?

5 Pokok Pikiran

Percerahan seorang ahli pertahanan mengatakan sekurangnya ada lima pokok-pikiran penting sebaiknya merasuki pikiran kritis kita: (a) biaya itu terlalu tinggi sehingga kemungkinan terpenuhinya terlalu kecil, (b) kalau pun ada kemungkinannya, modal awal (penyertaan) masih sangat terlalu tinggi dan sukar dipenuhi oleh perusahaan mana pun.

Baca Juga: TWK Penyebab Tiwikrama?

(c) bayangkan saja, dari Rp 1,7 kuadriliun itu, 30% equity-nya (penyertaan) saja sudah sekitar Rp 600 T, mana ada perusahaan berani ambil bagian, (d) dari Rp 600 T itu, PT Teknologi Militer Indonesia (PT TMI) – yang konon katanya akan mengerjakan semuanya – harus memiliki dan menyediakan sekurang-kurangnya Rp 200 T, mungkinkah PT TMI sudah berkemampuan sebesar itu?

Dan (e) misalnya ada yang mau mengambil secara keseluruhan Rp 1,7 kuadriliun dengan hitung-hitungan bisnis murni dan bisnis normal; enggak mungkinlah, bukan saja karena terlalu tinggi/besar, tetapi juga bahkan tidak mungkin disangga hanya oleh satu entitas perusahaan.

Jadi, simpulannya, kalau ada 2G=2D mbok jangan cepat-cepat termakan (entah itu terkait TWK di KPK, isu PPN yang sedang berhembus, dll) lalu melu ribut geger genjik. Sejenak renungkan dulu dengan pertanyaan awal: Ndak tenan iki?

Lalu nguping sana nguping sini. Sudah banyak contoh 2G=2D akeh mlesete, atau dialek tertentu mengatakan mengsle. Dan tidak kalah pentingnya, ialah nyebar godhong kara, katuran sabar sawetara ketika ada 2G. Orang-orang golongan 2G memang ingin segera menjadi 2D, dan itu segera terjadi kalau kita tidak nyebar godhong kara.

(JC Tukiman Tarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan)