blank
Grand Bazaar, salah satu pusat keramaian di Kota Urumqi, Daerah Otonomi Xinjiang, China. Antara

BEIJING (SUARABARU.ID) – Pemerintah pusat China di Beijing menyatakan kesiapannya menyambut kunjungan Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHC) ke Xinjiang.

“China sudah lama menyampaikan undangan kepada UNHC untuk mengunjungi Xinjiang dan tempat lain di China. Kedua belah pihak juga terus berkomunikasi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) Zhao Lijian di Beijing, Senin (30/3/2021).

Pernyataan tersebut untuk menanggapi pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Minggu (28/3/2021) tentang negosiasi UNHC dengan pihak China terkait isu Xinjiang.

Baca Juga: Menlu Prancis Sebut Militer Myanmar Bersalah Atas Kekerasan ‘Membabi Buta’

“Tujuan kunjungan itu lebih mendukung kerja sama kedua belah pihak daripada melakukan apa yang disebut dengan investigasi atas praduga tidak bersalah,” kata Zhao.

Negara Barat menuding Beijing telah melakukan pelanggaran HAM terhadap etnis minoritas Muslim Uighur yang membentuk populasi mayoritas di Daerah Otonomi Xinjiang.

Namun Beijing membantah semua tuduhan itu dengan berdalih masyarakat Xinjiang telah menikmati kehidupan dengan taraf ekonomi yang membaik berkat berbagai program pengentasan kemiskinan dan pengangguran.

Baca Juga: Adik Pemimpin Korut Kecam Presiden Korsel Karena Kritik Uji Coba Rudal

“Yang perlu diperhatikan dari laporan tersebut (pernyataan Sekjen PBB) bahwa pintu Xinjiang selalu terbuka. Kami menyambut kunjungan UNHC ke Xinjiang,” ujar Zhao.

Pihaknya tidak ingin kunjungan UNHC tersebut dimanfaatkan oleh Barat untuk memanipulasi politik dan menekan China.

“China menyambut siapa saja yang datang ke Xinjiang, tapi menentang keras apa yang disebut investigasi atas praduga tak bersalah,” tegasnya.

Dalam beberapa tahun terakhir Xinjiang diterpa berbagai isu kemanusiaan, mulai dari pembongkaran masjid, penahanan etnis Uighur ke kamp vokasi, genosida, hingga pemisahan orang tua berlatar Uighur dengan anaknya melalui sekolah berasrama.

Baca Juga: Taiwan Lacak dengan Rudal Pesawat Penyusup China

Yang terakhir, isu kerja paksa di perkebunan kapas dan pabrik tekstil.

Namun isu itu dibantah oleh Beijing karena semua pekerja di China, termasuk Xinjiang, dipekerjakan berdasarkan kontrak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perburuhan.

Isu kerja paksa telah menimbulkan beberapa merek pakaian jadi dan perlengkapan olahraga, seperti H&M dan Nike, diboikot secara meluas oleh warganet China.

Bahkan sejak sepekan yang lalu, H&M sudah menghilang dari aplikasi belanja daring di China.

“Peritel tertentu ingin menyerang China sambil meraih keuntungan di pasar China. Mereka seharusnya tahu, lebih baik tidak menggigit tangan orang yang memberi mereka makan,” kata Zhao.

Ant-Claudia