Oleh Idham Cholid
Jumat berkah. Hari ini (25/12) Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas menziarahi pusara Abahnya, almaghfurlah KH. Cholil Bisri, Rembang. Saya yakin, Mbah Cholil –demikian sapaan akrabnya– tersenyum bangga.
Saya masih terngiang bagaimana tawanya. Khas banget. Bahkan saat ceramah sekalipun. Itulah kenapa saya sangat menggandrunginya.
Tak hanya itu. Selain juga humoris, inilah ciri khas Kiai NU, Mbah Cholil tak pernah jaga jarak. Friendly. Kalau SMS-an (saat itu belum ada WA), bisa sampai dini hari.
Beliau, maaf, kadang terlihat “urakan” juga untuk ukuran kiai besar. Pernah, pada liburan 2003, beliau mengajak isteri (Nyai Muhsinah Cholil), anak, menantu dan cucu-cucunya berlibur ke Wonosobo.
Di tengah kesibukannya sebagai Wakil Ketua MPRRI saat itu, beliau sempatkan 3 hari menikmati dinginnya kota pegunungan. Semua tempat wisata dikunjungi.
Saat ke Dieng, beliau kenakan celana putih 3/4, pakai tutup kepala (bukan peci) dengan sarung hanya dikalungkan persis orang gunung.
Itulah kenapa saya sebut urakan, beliau bahkan “suit-suit” keras ketika memanggil sang isteri tercinta saat di telaga warna. Kayak ABG saja.
Kacang Dieng
Beliau sangat menikmati. Ada kesan khusus. “Tempat wisata sebagus ini koq gak dirawat. Ini di luar negeri gak ada. Di sana buatan semua,” katanya heran.
Kini, telah 16 tahun sudah Mbah Cholil pulang ke rahmatullah. Bersyukur kami yang pernah dekat dan “dianggep” oleh beliau dan keluarga.
Kacang Dieng kesukaannya selalu dipesan, kata Nyai Muhsinah, untuk menemani nonton bola atau nulis artikel di depan komputer.
Satu kenangan yang sampai saat ini selalu kami jaga, beliau memberi nama: Mohammad Luthfil-Aziiz, untuk anak bungsu kami.
Beliau sempatkan secara khusus seusai Sidang Tahunan MPR akhir Agustus 2002 saat itu untuk kami merayakan tasyakuran walimah tasmiyah.
Kini, meski beliau tak melihat langsung putranya dilantik menjadi Menteri, saya bisa merasakan kebahagiannya. Jika masih ada, dengan bangga beliau akan berucap: “Tut_ (Tutut merupakan panggilan sayang Mbah Cholil dan keluarganya ke Gus Yaqut), kamu harus tunjukkan pada dunia, agama itu sumber inspirasi.
Jangan jadikan agama sekadar alat aspirasi!” Tentu, dengan terkekeh, tawa khasnya.
Kangen Mbah Cholil.
Lahul-Faatihah.
Idham Cholid,
Ketua Umum Jama’ah Yasin Nusantara (Jayanusa)