blank
Th. Dewi Setyorini

Oleh: Th. Dewi Setyorini (Psikolog)

Pertanyaan besar yang saat ini mungkin menghinggapi di hampir sebagian masyarakat Indonesia adalah apakah Indonesia akan mengalami resesi? Kompas.com dalam edisinya tanggal 25 September 2020 mengutip dari Kementerian Keuangan memastikan bahwa Indonesia tahun ini mengalami resesi.

Terlihat dari indikasi penurunan pertumbuhan ekonomi di bawah minus dalam kuartal II tahun ini. Saya tidak akan membahas mengenai resesinya karena memang bukan itu bidang saya.

Namun concern saya adalah apakah ini semua akan mempengaruhi pertahanan mental kita sehingga kita akan terpuruk dalam jurang putus asa dan menjadi sinis pada apa yang terjadi atau tegak tetap melangkah dalam situasi pahit yang saat ini kita hadapi.

Dalam hidup, bagaimana cara seseorang merespon terhadap kesulitan dapat dianalogikan sebagai seorang pendaki gunung. Untuk menjadi seorang pendaki gunung dibutuhkan tak hanya mental dan keberanian tapi kecerdasan dalam menyikapi kesulitan.

Paul Stoltz menyebutnya dengan Adversity Quotient (AQ). Daya tahan dan ketangguhan seseorang dalam menghadapi tekanan hidup, kesulitan, maupun hambatan yang dihadapi.

Mereka yang memiliki AQ tinggi adalah tipe orang yang tak akan mudah menyerah terhadap kesulitan. Kegagalan tak akan membuat mereka berpikir bahwa dunia sudah kiamat. Namun dengan cerdas mereka menghadapinya dengan ketangguhannya.

Dalam analogi orang yang mendaki gunung, ada tiga kategori : Quitter, Camper, dan Achiever. Seorang Quitter adalah tipikal orang yang sudah menyerah sebelum mendaki gunung.

Gunung yang tinggi dengan berbagai aral dan ringannya sudah meruntuhkan semangat dan daya tahan sehingga sekedar untuk mencoba saja mereka sudah enggan.

Mereka adalah tipe-tipe orang yang akan mengeluh dan mengutuki kesulitan sebagai sebuah hambatan yang harus dihindari.

Pendakian belum juga ditapaki namun mental mereka sudah kalah sebelum berperang. Harkatdan martabat sebagai makhluk yang dikarunia kemampuan untuk berpikir dan mengkalkulasi kesulitan tidak dimanfaatkan dengan baik sehingga kesulitan itu dihindarinya

Keberanian

Kedua adalah tipe Camper. Tipe ini sedikit lebih baik dari tipe Quitter. Mereka memiliki keberanian untuk mencoba dan melangkahkan kaki, keluar dari kepompongnya selama ini.

Pendakian pun dilanjutkan dengan menikmati berbagai keindahan dan kesulitan. Sesaat mereka sampai di dataran yang landai dan mendirikan kemah. Pada saat itulah kenyamanan mereka dapatkan dan memilih untuk tak melanjutkan perjalanan.

Mereka ini adalah tipe-tipe orang yang sudah berada dalam zona nyaman sehingga enggan untuk memulai lagi mendaki, menapaki kesulitan hidup dan puas dengan hasil yang sudah dicapai sejauh ini.

Tipe terakhir adalah Achiever.Ia tipe pejuang yang tak mudah puas dengan pendakian demi pendakian yang dilalui. Tiap gunung adalah tantangan yang never ending.

Adrenalinnya akan meningkat sejalan dengan makin tingginya hambatan bahkan kesulitan yang dilaluinya. Ia cerdas menangkap peluang dalam kesulitan yang dihadapi, tak larut dengan kegagalan, dan tidak mengeluh atau menggugat hidup yang tak selamanya menawarkan kenikmatan.

Hidupnya adalah pendakian demi pendakian yang akan dijalaninya dan dihayatinya sebagai sebuah proses yang tak akan berkesudahan. Ia tidak mengenal kata puas dan berhasil, baginya kepuasan saat proses yang dijalani memberikan kebermaknaan dalam hidup dan membuatnya terasah secara batin dan intelektualitas.

Pemenang atau Pecundang

Siapa pemenang dan siapa pecundang. Dua pilihan yang akan selalu ditawarkan kepada kita dalam banyak hal. Sang pemenang adalah mereka yang melihat hidup sebagai sebuah gunung yang didaki dengan segala tantangannya.

Sedangkan sang pecundang adalah mereka yang mundur sebelum medan itu diguliri dengan segala dinamikanya. Secara mental ia sudah kalah sebelum bertarung.

Baca Juga: Titik Nol

Ia mampu merasakan betapa nikmatnya proses yang dihayati dengan kesungguhan penuh karena sejatinya hidup itu adalah perjuangan dari satu kesulitan ke kesulitan yang lain.

Mungkin ia akan mengeluh dan menyalahkan keadaan atas kesulitan hidup dan kegagalan yang dialaminya dan kurang memanfaatkan kecerdasan merespon dengan upaya dan ikhtiarnya.

Sejak pandemi Covid-19, hidup rasanya begitu sulit untuk dijalani.  Makin hari makin ketat kompetisinya. Dalam situasi demikian, setiap orang akan mencoba untuk survive dengan segala keterbatasannya.

Sekecil apapun, bagi Sang Pemenang, peluang adalah sebuah kesempatan yang harus diambil. Bukan masalah gagal atau berhasil, namun pembuktian dan pengukuhan atas eksistensi dirinya.

Sedangkan bagi Pecundang, kesulitan direspon dengan keluh kesah yang seakan tak berujung, padahal melangkahkan kaki pun belum namun kesulitan demi kesulitan telah dikalkulasi dan diputuskan untuk dihindari sebelum pergulirannya dijalani.

Apapun kondisi yang akan dihadapi di masa depan, yang terpenting adalah keputusan diri untuk menjadi Sang Pemenang atau Sang Pecundang. Mana yang akan kita pilih, semua tergantung pada diri dan bukan orang lain karena kita sendiri yang menjalani dengan segala daya yang ada.

Hidup menawarkan banyak pilihan namun pada akhirnya hanya ada dua: menjadi Pemenang atau Pecundang.

(Th. Dewi Setyorini, Psikolog Founder of Rumah Pemberdayaan, Tembalang)