blank
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung ,Pinangki Sirna Malasari, menghadiri sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (23/9). ANTARA

JAKARTA, (SUARABARU.ID) – Jaksa Pinangki Sirna Malasari memasukkan nama mantan Ketua Mahkamah Agung dan Jaksa Agung, ST Burhanuddin, ke dalam rencana aksi (action plan) untuk permintaan fatwa MA atas putusan PK Joko Soegiarto Tjandra.

“Pada 25 November 2019, terdakwa bersama-sama dengan Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya menemui Joko Soegiarto Tjandra di The Exchange 106 Kuala Lumpur.

Dalam pertemuan itu terdakwa dan Andi Irfan Jaya menyerahkan dan menjelaskan rencana aksi yang akan diajukan Joko Tjandra untuk mengurus kepulangan dengan menggunakan sarana fatwa MA melalui Kejagung,” kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung KMS Roni di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu.

“Action” pertama adalah penandatangan Akta Kuasa Jual sebagai jaminan bila “security deposit” yang dijanjikan Joko Tjandra tidak terealissi dan akan dilaksanakan pada 13- 23 Febuari 2020. Penanggung jawab adalah Joko Tjandra dan Andi Irfan Jaya.

“Action” kedua, pengiriman Surat dari Pengacara kepada pejabat Kejaksaan Agung Burhanuddin (BR) yaitu surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejagung untuk diteruskan kepada MA yang akan dilaksankan pada 24-25 Februari 2020.

Burhanuddin yang dimaksud adalah ST Burhandduin selaku Jaksa Agung.

“Action” ketiga adalah pejabat Kejagung Burhanuddin (BR) mengirimkan surat permohonan fatwa MA kepada pejabat MA Hatta Ali (HA). Pelaksanan dilakukan pada 26 Februari – 1 Maret 2020 dengan penanggung jawab Andi Irfan Jaya dan Pinangki.

Hatta Ali diketahui masih menjabat sebagai Ketua MA pada Maret 2020.

“Action” ke-4 adalah pembayaran 25 persen “fee” sebesar 250 ribu dolar AS (sekitar Rp3,75 miliar) dari total “fee” 1 juta dolar AS (sekitar Rp14,85 miliar) yang telah dibayar uang mukanya sebesar 500 ribu dolar AS (Rp7,425 miliar) dengan penanggung jawab adalah Joko Tjandra yang akan dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.

“Action” ke-5 adalah pembayaran konsultan “fee” media kepada Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,425 miliar) untuk mengondisikan media dengan penanggung jawab Joko Tjandra yang akan dilaksanakan pada 1-5 Maret 2020.

Tindakan ke-6 yaitu pejabat MA Hatta Ali menjawab surat pejabat Kejagung Burhanuddin. Penanggung jawabnya adalah Hatta Ali atau DK (belum diketahui) atau AK (Anita Kolopaking) yang akan dilaksanakan pada 6-16 Maret 2020.

Tindakan ke-7 adalah pejabat Kejagung Burhanuddin menerbitkan instruksi terkait surat Hatta Ali yaitu menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanaan fatwa MA. Penanggung jawaab adalah IF (belum diketahui)/P (Pinangki) yang akan dilaksanakan pada 16-26 Maret 2020.

Tindakan ke-8 adalah “security deposit” cair yaitu sebesar 10.000 dolar AS. Maksudnya, Joko Tjandra akan membayar uang tersebut bila “action plan” ke-2 , ke-3, ke-6 dan ke-7 berhasil dilaksanakan. Penanggung jawabnya adalah Joko Tjandra yang akan dilaksanakan pada 26 Maret – 5 April 2020.

Tindakan ke-9 adalah Joko Tjandra kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama 2 tahun. Penanggung jawab adalah Pinangki/Andi Irfan Jaya/Joko Tjandra yang dilaksanakan pada April-Mei 2020.

Tindakan ke-10 adalah pembayaran fee 25 persen yaitu 250 ribu dolar AS sebagai pelunasan atas kekurangan pemeriksaan “fee” terhadap Pinangki bila Joko Tjandra kembali ke Indonesia seperti “action” ke-9. Penanggung jawab adalah Joko Tjandra yang akan dilaksanakan pada Mei-Juni 2020.

“Atas kesepakatan ‘action plan’ tersebut tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Joko Tjandra telah memberikan uang muka sebesar 500.000 dolar AS sehingga Joko Tjandra pada Desember 2019 membatalkan rencana aksi dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dengan tulisan tangan “NO” kecuali pada aksi ke-7 dengan tulisan tangan ‘bayar nomor 4,5’ dan ‘action’ ke-9 dengan tulisan ‘bayar 10 M’ yaitu bonus kepada terdakwa bila Tjoko kembali ke Indonesia,” ungkap jaksa.

Atas perbuatannya, Pinangki didakwa berdasarkan 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu mengenai bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji dapat dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.

Selain itu Pinangki juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang pasal percobaan pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Ant-Wahyu